Rabu, 17 April 2013

MAKALAH PERILAKU ORGANISASI


MAKALAH
PERILAKU ORGANISASI
logo-unisi-terbaru1








DISUSUN
OLEH
NAMA : AYU FARDILLA
FAKULTAS/PRODI: EKONOMI AKUNTANSI






                  
KATA PENGANTAR
                  Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya  dan inayahnya hingga penulis bisa menyelesaikan tugas makalah ini, dan selanjutnya Solawat beriring Salam buat Junjungan Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membimbing manusia kejalan yang benar.
                  Makalah yang berjudul PERILAKU ORGANISASI  ini berisi tentang konsep perilaku organisasi.
                  Namun demikian penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan di kemudian hari.


                                                                                                                                                                      
                                                                                                           AYU FARDILLA











DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. 2
DAFTAR ISI........................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................... 5
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan........................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sifat Organisasi ………………………………………………………………..7
 2.2 Determinan-determinan Kerja Individu………………………………………12
 2.3Motivasi............................................................................................................ 15
2.4Kepuasan Kerja................................................................................................ 26
2.5Kepemimpinan................................................................................................. 28
2.6Komunikasi ..................................................................................................... 31
2.7 Kelompok Dalam Organisasi........................................................................... 32
2.8 Konflik Antar Kelompok................................................................................ 34
2.9 Sistem Imbalan................................................................................................ 40
2.10 Merancang Pekerjaan.................................................................................... 47
2.11 Pengambilan Keputusan................................................................................ 58
2.12 Memasuki Organisasi.................................................................................... 78

2.13 Stres pekerjaan.............................................................................................. 88
2.14 Karir Dalam Pekerjaan.................................................................................. 94

BAB III PENUTUP
        3.1 Kesimpulan................................................................................................. 112
        3.2 Saran........................................................................................................... 112
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 113














BAB I
PEDAHULUAN
1.1           LATAR BELAKANG
Perilaku Organisasi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang perilaku tingkat individu dan tingkat kelompok dalam suatuorganisasi serta dampaknya terhadap kinerja (baik kinerja individual, kelompok, maupun organisasi). Perilaku organisasi juga dikenal sebagai studi tentang organisasi. Studi ini adalah sebuah bidang telaah akademik khusus yang mempelajari organisasi,dengan memanfaatkan metode-metode dari ekonomisosiologiilmu politikantropologi dan psikologi.
Disiplin-disiplin lain yang terkait dengan studi ini adalah studi tentang sumber daya manusia dan psikologi industri.Organisasi dalam pandangan beberapa pakar seolah-olah menjadi suatu “binatang” yang berwujud banyak, namun tetap memiliki kesamaan konseptual. Atau dengan kata lain, rumusan mengenai organisasi sangat tergantung kepada konteks dan perspektif tertentu dari seseorang yang merumuskan tersebut.
Setiap manusia mempunyai tujuan yang berbeda dalam hidupnya, karena pengaruh pengetahuan dan pengalamannya yang berbeda. Namun setiap manusia akan sama dalam satu hal yaitu ingin mempertahankan hidup dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Bagi masyarakat pada era industrialisasi sekarang ini, pekerjaan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat penting. Bagi masyarakat modern bekerja merupakan suatu tuntutan yang mendasar, baik dalam rangka memperoleh imbalan berupa uang atau jasa, ataupun dalam rangka mengembangkan dirinya.
Komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan, terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik. hal Ini mengandung elemen-elemen yang ada dalam setiap tindak komunikasi, terlepas dari apakah itu bersifat intrapribadi, antarpribadi, kelompok kecil, pidato terbuka, atau komunikasi masa. Dalam komunikasi ini kita juga akan menyinggung sedikit tentang Perhatian, Pemahaman dan Mengingat Informasi.



2.1 RUMUSAN MASALAH
          Masalah-masalah yang akan di pecahkan dalam makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.               Apakah pengertian dari PERILAKU ORGANISASI?
2.               Penjelasan elemen-elemen penting yang ada didalam PERILAKU ORGANISASI?



1.3      TUJUAN DAN MANFAAT
          Tujuan dalam pembuatan makalah ini dibagi kedalam dua tujuan yakni dilihat dari tujuan secara umum dan secara khusus.
  Tujuan secara umum yaitu untuk memberikan pemahaman mengenai Perilaku Organisasi
.
  Tujuan secara khusus yaitu Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu untuk memenuhi salah satu tugas mata Perilaku Organisasi. Yang diharapakan mahasiswa dapat memahaminya secara mendalam.

Manfaat pembuatan makalah ini yaitu:
1.     Bagi penulis manfaatnya yakni menambah wawasan serta dapat memahami tentang Perilaku organisasi.
2.        Bagi UNISI, manfaat dibuatnya makalah ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang Perilaku Organisasi













BAB II
PEMBAHASAN

2.1           SIFAT ORGANISASI
Ada 3 hubungan dasar dalam hubungan formal :
1.               Tanggung jawab
Hal ini merupakan kewajiban individu untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Barang kali bisa diarahkan dengan terjadinya spesialisasi dalam bekerja.
2.               Wewenang
Wewenang adalah hak untuk mengambil keputusan mengenai apa yang dijalankan oleh seseorang dan merupakan hak untuk meminta kepada orang lain untuk melakukan sesuatu.
3.               Pertanggungjawaban
Apabila wewenang berasal dari pimpinan ke bawahan, maka pertanggung jawaban berasal dari bawahan ke pimpinan. Pertanggung jawaban merupakan laporan hasil dari bawahan kepada yang berwenang (atasan).

Unsur-unsur organisasi terdiri dari :
1.               Manusia (Human Faktor), artinya organisasi baru ada, jika ada unsur manusia yang bekerjasama, ada pemimpin dan ada yang dipimpin.
2.               Sasaran, artinya organisasi baru ada jika ada tujuan yang ingin dicapai.
3.               Pekerjaan, menunjukkan bahwa organisasi baru ada jika ada pekerjaan yang akan dikerjakan serta adanya pembagian pekerjaan.
4.               Teknologi, ini artinya organisasi itu baru ada jika terdapat unsur-unsur teknis.
5.               Tempat kedudukan, organisasi itu ada jika ada tempat kedudukannya.
6.               Struktur, organisasi tersebut baru ada jika ada hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain, sehingga tercipta organisasi.
7.               Lingkungan (Enviromental External Sosial System), artinya organisasi baru ada jika ada lingkungan yang saling mempengaruhi, misalnya ada sistem kerja sama sosial.






·                  Sistem Organisasi
Formalisasi (formalization) mengacu sejauh mana pekerjaan-pekerjaan di dalam organisasi dibakukan. Jika sebuah pekerjaan sangat formal, pemangku pekerjaan akan memiliki sedikit sekali kebebasan untuk memilih apa yang harus dikerjakan, kapan harus dikerjakan, dan bagaimana dikerjakan. Di organisasi dengan tingkat formalisasi tinggi, ada deskripsi rendah tugas yang jelas, beragam aturan organisasi, dan prosedur yang didefinisikan relatif tidak terprogram dan karyawan memiliki banyak kebebasan untuk menjalankan diskresi mereka terkait dengan pekerjaan.
Kadar formalisasi bisa sangat beragam antarorganisasi dan di dalam organisasi. Pekerjaan-pekerjaan tertentu, misalnya, memiliki sedikit formalisasi.

·                  Desain Organisasi yang Umum
1.               Struktur Sederhana
Struktur Sederhana dicirikan dengan apa yang bukan dan bukan yang sebenarnya. Struktur ini tidak rumit. Struktur Sederhana yang dicirikan dengan kadar departementalisasi yang rendah, rentang kendali yang luas, wewenang yang terpusat pada seseorang saja, dan sedikit formalisasi.
Struktur sederhana adalah sebuah organisasi “rata”; biasanya hanya memiliki dua atau tiga tingkatan vertikal, badan karyawan yang longgar, dan satu individu yang kepadanya wewenang pengambilan keputusan dipusatkan.
Kekuatan dari struktur ini terletak pada kesederhanaannya. Cepat, fleksibel, tidak mahal untuk dikelola, dan akuntabilitasnya jelas. Kelemahannya adalah struktur ini sulit dijalankan di mana pun selain di organisasi kecil. Struktur sederhana menjadi semakin tidak memadai tatkala sebuah organisasi berkembang karena formalisasinya yang rendah dan sentralisasinya yang tinggi cenderung menciptakan kelebihan beban (overload) informasi di puncak, struktur ini berisiko segalanya bergantung pada satu orang.

2.               Birokrasi
          Birokrasi sebuah struktur dengan tugas-tugas operasi yang sangat rutin yang dicapai melalui spesilisasi, aturan dan ketemtuan yang sangat formal, tugas-tugas yang dikelompokkan ke dalam berbagai departemen fungsional, wewenang terpusat, rentang kendali yang sempit, dan pengambilan keputusan yang mengikuti rantai komando.Standarisasi merupakan konsep kunci yang mendasari semua birokrasi.Birokrasi adalah sebuah kata yang memiliki konotasi tak menyenangkan di benak kebanyakan orang. Namun, birokrasi memiliki keunggulan. Kekuatan utama birokrasi terletak pada kemampuannya menjalankan kegiatan-kegiatan yang berstandar secara sangat efisien. Kelemahan dari biokrasi adalah sesuatu yang kita semua pernah alami suatu kali ketika harus berhadapan dengan mereka yang bekerja di organisasi-organisasi seperti berlebihan dalam mengikuti aturan.

3.               Struktur matriks
Struktur matriks adalah sebuah struktur yang menciptakan garis wewenang ganda dan menggabungkan departementalisasi fungsional dan produk.Pilihan desain organisasi lain yang populer adalah struktur matriks (matrix structure). Pada hakikatnya, struktur matriks menggabungkan dua bentuk departementalisasi: fungsional dan produk.
Kekuatan departementalisasi fungsional terletak, misalnya, pada penyatuan para spesialisasi, yang meminimalkan jumlah yang diperlukan sembari memungkinkan pengumpulan dan pembagian sumber-sumber daya khusus untuk seluruh produk. Kelemahan terbesarnya adalah sulitnya mengoordinasi tugas para spesialisasi fungsional yang beragam agar kegiatan mereka rampung tepat waktu dan sesuai anggaran.
Karakteristik struktural paling nyata dari matriks adalah bahwa ia mematahkan konsep kesatuan komando. Kekuatan matriks terletak pada kemampuannya untuk memfasilitasi koordinasi manakala organisasi tersebut memiliki banyak aktivitas yang rumit dan saling tergantung. Kelemahan matriks terletak pada kebingungan yang diciptakannya, kecenderungannya untuk menumbuhkan perjuangan meraih kekuasan, dan stres yang dirasakan pada individu.

·                  Desain Organisasi Struktural
1.               Struktur Tim
Ketika manajemen menggunakan tim sebagai alat koordinasi sentral, anda memiliki sebuah organisasi horizontal atau struktur tim (team structure), Struktur tim adalah Pemanfaatan tim sebagai perangkat sentral untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan kerja. karakteristik struktur tim adalah bahwa struktur ini meniadakan kendala-kendala departemental dan mendesentralisasi pengambilan keputusan ke tingkat tim kerja.
2.               Organisasi Virtual
Organisasi virtual (virtual organization), terkadang juga di sebut organisasi jaringan atau modular, yang biasanya merupakan organisasi inti kecil yang menyubkontrakkan fungsi-fungsi utama bisnis. Dalam bahasa struktural, organisasi virtual sangat sentralistis dengan sedikit departementalisasi atau tidak sama sekali.

3.               Organisasi Nirbatas
Mantan pemimpin General Electric, Jack Welch, menciptakan istilah organisasi nirbatas (boundaryless organization) untuk menggambarkan impiannya bagi GE di masa depan. Organisasi nirbatas adalah sebuah organisasi yang berusaha menghapus rantai komando, memiliki rentang kendali tak terbatas, dan mengganti departemen dengan tim yang diberdayakan.

·                  Tingkatan Analisis
Sebelummembahas tingkatan dalam analisis organisasi sebaiknya kita ketahui dulu apa saja yang menjadi acuan dalam pembahasan teori organisasi, pada bahasan disini adalah pengertian organisasi menurut pendekatan modern dan dapatdilihatpada :
1.               LingkunganOrganisasi
2.               Organisasi secara keseluruhan
3.               Bagian – bagian Organisasi
4.               Kumpulan individu (group) yang terdapat dalam setiap bagian orgnaisasi

Ke empat tingkatan tersebut harus diperhatikan dalam meninjau permasalahan organisasi sesuai urutannya. Pada tingkatan analisis organisasi ini tidak membahas masalah individu yang merupakan anggota organisasi, tetapi maslah individu dinyatakan sebagai analisis perilaku. Analisis Perilaku ini adalah suatu pendekatan psikologis yang mempelajari motivasi kepemimpinan dan sebagai aspek kepribadian individual lainnya.Seperti kita ketahui bahwa pendekatan dalam teori organisasi adalah pendekatan klasik, pendekatan neo-klasik dan pendekatan modern. Tingkatan analisis organisasi ini merupakan pandangan dari pendekatan modern karena organisasi menurut pendekatan ini adalah bagian atau subsistem lingkungan yang sekaligus juga dipengaruhi oleh lingkungannya. Pandangan tersebut menunjukkan bahwa lingkungan merupakan salah satu elemen penting yang harus diperhatikan dalam analisis organisasi.

·                  Efektivitas Organisasi
Menurut Soekarno K.[1]efektif adalah pencapaian tujuan atau hasil dikehendaki tanpa menghiraukan faktor-faktor tenaga, waktu, biaya, fikiran alat dan lain-alat yang telah dikeluarkan/ digunakan. Hal ini berarti bahwa pengertian efektivitas yang dipentingkan adalah semata-mata hasil atau tujuan yang dikehendaki. Jadi pengertian efektivitas kinerja organisasi adalah pencapaian tujuan atau hasil yang dilakukan dikerjakan oleh setiap individu secara bersama-sama.

§    Pendekatan-Pendekatan Keefektifan Organisasi
1.               Pendekatan Pencapaian Tujuan (goal attainment approach)
Pendekatan pencapaian tujuan mengasumsi bahwa organisasi adalah kesatuan yang dibuat dengan sengaja, rasional, dan mencari tujuan. Oleh karena itu, pencapaian tujuan yang berhasil menjadi sebuah ukuran yang tepat tentang keefektifan. Namun demikian agar pencapaian tujuan bisa menjadi ukuran yang sah dalam mengukur keefektifan organisasi, asumsi-asumsi lain juga harus diperhatikan. Pertama, organisasi harus mempunyai tujuan akhir. Kedua, tujuan-tujuan tersebut harus diidentifikasi dan ditetapkan dengan baik agar dapat dimengerti. Ketiga, tujuan-tujuan tersebut harus sedikit saja agar mudah dikelola. Keempat, harus ada consensus atau kesepakatan umum mengenai tujuan-tujuan tersebut.

2.          Pendekatan Sistem (system approach)
Pendekatan system terhadap efektifitas organisasi mengimplikasikan bahwa organisasi terdiri dari sub-sub bagian yang saling berhubungan. Jika slah satu sub bagian ini mempunyai performa yang buruk, maka akan timbul dampak yang negative terhadap performa keseluruhan system.

Keefektifan membutuhkan kesadaran dan interaksi yang berhasil dengan konstituensi lingkungan. Manajemen tidak boleh gagal dalam mempertahankan hubungan yang baik dengan para pelanggan, pemasok, lembaga pemerintahan, serikat buruh, dan konstituensi sejenis yang mempunyai kekuatan untuk mengacaukan operasi organisasi yang stabil.
Kekurangan yang paling menonjol dari pendekatan system adalah hubungannya dengan pengukuran dan masalah apakah cara-cara itu memang benar-benar penting. Keunggulan akhir dari pendekatan system adalah kemampuannya untuk diaplikasikan jika tujuan akhir sangat samara atau tidak dapat diukur.

3.          Pendekatan Konstituen-Strategis (strategic-constituencies approach)
Pendekatan konstituensi-strategis memandang organisasi secara berbeda. Organisasi diasumsikan sebagai arena politik tempat kelompok-kelompok yang berkepentingan bersaing untuk mengendalikan sumber daya. Dalam konteks ini, keefektifan organisasi menjadi sebuah penilaian tentang sejauh mana keberhasilan sebuah organisasi dalam memenuhi tuntutan konstituensi kritisnya yaitu pihak-pihak yang menjadi tempat bergantung organisasi tersebut untuk kelangsungan hidupnya di masa depan.
Kekurangan dari pendekatan ini adalah dalam praktik, tugas untuk memisahkan konstituensi strategis dari lingkungan yang lebih besar mudah untuk diucapkan, tetapi sukar untuk dilaksanakan. Karena lingkungan berubah dengan cepat, apa yang kemarin kritis bagi organisasi mungkin tidak lagi untuk hari ini. Dengan mengoperasikan pendekatan konstituensi strategis, para manajer mengurangi kemungkinan bahwa mereka mungkin mengabaikan atau sangat mengganggu sebuah kelompok yang kekuasaannya dapat menghambat kegiatan-kegiatan sebuah organisasi secara nyata.



4.          Pendekatan Nilai-nilai Bersaing (Competing-values approach)
Nilai-nilai bersaing secara nyata melangkah lebih jauh dari pada hanya pengakuan tentang adanya pilihan yang beraneka ragam. Pendekatan tersebut mengasumsikan tentang adanya pilihan yang beraneka ragam. Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa berbagai macam pilihan tersebut dapat dikonsolidasikan dan diorganisasi. Pendekatan nilai-nilai bersaing mengatakan bahwa ada elemen umum yang mendasari setiap daftar criteria Efektifitas Organisasi yang komprehensif dan bahwa elemen tersebut dapat dikombinasikan sedemikian rupa sehingga menciptakan kumpulan dasar mengenahi nilai-nilai bersaing. Masing-masing kumpulan tersebut lalu membentuk sebuah model keefektifan yang unik.


2.2           DETERMINAN-DETERMINAN KERJA INDIVIDU
·                  Suatu Model Perilaku dan Prestasi Kerja

§    Perilaku individu
Perilaku individu adalah sebagai suatu fungsi dari interaksi antara individu dengan lingkungannya. Individu membawa tatanan dalam organisasi berupa kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan, kebutuhan, dan pengalaman masa lainnya. Sementara itu, karakteristik individu akan dibawa memasuki suatu lingkungan baru, yaitu organisasi atau lainnya.  Selain itu, organisasi juga memiliki karakteristik dan merupakan suatu lingkungan bagi individu. Karakteristik organisasi, antara lain reward system dan pengendalian. Selanjutnya, karakteristik individu berinteraksi dengan karakteristik organisasi yang akan mewujudkan perilaku individu dalam organisasi.
Dalam kaitan antara individu dengan organisasi, maka ia membawa karakteristik individu ke dalam organisasi, sehingga terjadilah interaksi antara karakteristik individu dengan karakteristik organisasi. Interaksi keduanya mewujudkan perilaku individu dalam organisasi. Perilaku individu dalam organisasi dapat digambarkan sebagai berikut:
 





Gambar 1.1 Karakteristik Perilaku Individu dalam Organisasi

§    Dasar-Dasar Perilaku Individu
           Semua perilaku individu pada dasarnya dibentuk oleh kepribadian dan pengalamannya. Sajian berikut ini akan diarahkan pada empat variabel tingkat-individual, yaitu karakter biografis, kemampuan, kepribadian, dan pembelajaran. Berikut ini adalah penjelasan dari keempat variabel tersebut.
1.               Karakteristik Biografis
           Karakteristik biografis merupakan karakteristik pribadi yang terdiri dari:
a.                Usia
Ada keyakinan yang meluas bahwa produktivitas merosot sejalan dengan  makin tuanya usia seseorang.
b.               Jenis Kelamin
Perbedaan antara pria dan wanita dapat mempengaruhi kinerja, terapi ada  juga yang berpendapat tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita dalam kemampuan  memecahkan masalah , keterampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, atau kemampuan belajar.

c.                Status Perkawinan
Perkawinan biasanya akan meningkatkan rasa tanggung jawab seorang karyawan terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, karena pekerjaan nilainya lebih berharga dan penting karena bertambahnya tanggung jawab pada keluarga.
d.               Masa Kerja
Masa kerja yang lebih lama menunjukkan pengalaman yang lebih seseorang dibandingkan dengan rekan kerjanya yang lain.

§    Prestasi kerja
Pengertian prestasi kerja disebut juga sebagai kinerja atau dalam bahasa Inggris disebut dengan performance. Pada prinsipnya, ada istilah lain yang lebih menggambarkan pada “prestasi” dalam bahasa Inggris yaitu kata “achievement”. Tetapi karena kata tersebut berasal dari kata “to achieve” yang berarti “mencapai”, maka dalam bahasa Indonesia sering diartikan menjadi “pencapaian” atau “apa yang dicapai”.
Bernardin dan Russel memberikan definisi tentang prestasi kerja sebagai berikut                 
“performance is defined as the record of outcome produced on a specified job function or activity during a specified time period” (Prestasi kerja didefinisikan sebagai catatan dari hasil-hasil yang diperoleh melalui fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama tempo waktu tertentu).
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa prestasi kerja lebih menekankan pada hasil atau yang diperoleh dari sebuah pekerjaan sebagai kontribusi pada perusahaan.[2]
Rahmanto menyebutkan prestasi kerja atau kinerja sebagai tingkat pelaksanaan tugas yang bisa dicapai oleh seseorang, unit, atau divisi, dengan menggunakan kemampuan yang ada dan batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan perusahaan. (www. Feunpak. web. Id/ jima/isna.txt). Model perilaku dan prestasi kerja individu dalam organisasi sangat dipengaruhi oleh bebrapa faktor, faktor-faktor tersebut dijelaskan dalam sub pokok bahasan berikutnya.



2.3 MOTIVASI
Motivasi merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang atau menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu atau kegiatan yang dilakukannya sehingga ia dapat mencapai tujuannya. Menurut J.P. Chaplin Motivasi adalah suatu variabel perantara yang digunakan untuk menerangkan faktor-faktor dalam diri individu, yang dapat membangkitkan, mempertahankan dan menyalurkan tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu.
Motivasi berhubungan dengan kekuatan (dorongan) yang berada di dalam diri manusia. Motivasi tidak dapat terlihat dari luar. Motivasi dapat menggerakkan manusia untuk menampilkan suatu tingkah laku kearah pencapaian suatu tujuan. Tingkah laku dapat dilandasi oleh berbagai macam motivasi.[3]
Hubungan Antara Motivasi dan Perilaku
Hubungan antara motivasi dan perilaku dapat terwujud dalam enam variasi berikut [4]:
1.               Sebuah perilaku dapat hanya dilandasi oleh sebuah motivasi;
2.               Sebuah perilaku dapat pula dilandasi oleh bebrapa motivasi;
3.               Perilaku yang sama dapat dilandasi oleh motivasi yang sama;
4.               Perilaku yang sama dapat dilandasi oleh motivasi yang berbeda;
5.                Perilaku yang berbeda dapat dilandasi oleh motivasi yang sama;
6.                Perilaku yang berbeda dapat dilandasi oleh motivasi yang berbeda.
2.3. Kemampuan
Kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan tidak sama satu dengan yang lainnya. Setiap manusia mempunyai kemampuan berfikir masing-masing. Seluruh kemampuan seorang individu pada hakekatnya tersusun dari dua faktor, yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.


a.          Kemampuan Intelektual
           Ada tujuah dimensi yang paling sering dikutip yang membentuk kemampuan intelektual, yaitu:
·                  Kecerdasan Numerik
Kemampuan untuk berhitung dengan cepat dan tepat.
·                  Pemahaman Verbal
Kemampuan memahami apa yang dibaca dan didengar serta menghubungkan kata satu dengan yang lain.
·                  Kecepatan Konseptual
Kemampuan mengenali kemiripan dan beda visual dengan cepat dan tepat.
·                  Penalaran Induktif
Kemampuan mengenali suatu urutan logis dalam suatu masalah dan kemudian memecahkan masalah itu.
·                  Penalaran Deduktif
Kemampuan menggunakan logika dan menilai implikasi dari suatu argumen.
·                  Visualilasi Ruang
Kemampuan membayangkan bagaimana suatu objek akan tampak seandainya posisinya dalam ruang diubah.
·                  Ingatan
Kemampuan menahan dan mengenang kembali pengalaman masa lalu.
b.          Kemampuan fisik
           Kemampuan fisik memiliki makna penting khusus untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang kurang menuntut keterampilan. Ada sembilan kemampuan fisik dasar, yaitu kekuatan dinamis, kekuatan tubuh, kekuatan statis, kekuatan, keluwesan extent, keluwesan dinamis, koordinasi tubuh, keseimbangan, dan stamina

§    Persepsi
           Persepsi adalah proses dimana individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kessan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Ada beberapa teknik dalam menilai orang yang memungkinkan kita membuat persepsi yang lebih akurat dengan cepat dan memberikan data yang valid (sahih) untuk membuat ramalan. Namun teknik-teknik ini akan menceburkan kita dalam kesulitan karena tidak ‘foolproof’. Karena itu, pemahaman akan jalan pintas ini dapat membantu kita mewaspadai bila teknik-teknik ini menghasilkan distorsi.
·                  Persepsi selektif : orang-orang secara selektif menafsirkan apa yang mereka saksikan berdasarkan pengalaman, latar belakang, kepentingan, dan sikap. Hal ini dikarenakan kita tidak dapat mengamati semua yang berlangsung disekitar kita. Misalnya saja, seperti diatas tadi, orang yang menyenangi hasil seni akan cenderung memperhatikan lukisan daripada orang yang menyenangi teknologi. Dengan selektivitas sebagai jalan pintas, kita mencerna sedikit demi sedikit dari apa yang ingin kita nilai, dan tentu saja kita mencernanya sesuai dengan latar belakang, pengalaman, kepentingan, dan minat kita. Tentu saja, kesalahan sangat mungkin terjadi dengan jalan pintas ini.
·                  Efek halo : yaitu menarik eksan umum mengenai seorang individu berdasarkan suatu karakteristik tunggal, misalnya pendiam, sangat bersemangat, pintar, dls. Orang yang menilai dapat mengisolasi hanya karakteristik tunggal. Suatu ciri tunggal dapat mempengaruhi seluruh kesan oarng dari individu yang sedang dinilai.
·                  Efek kontras : yaitu evaluasi atas karakteristik-karakteristik seseorang yang dipengaruhi oleh pembandingan-pembandingan dengan orang lain yang baru saja dijumpai yang berperingkat lebih tinggi atau lebih rendah pada karakteristik yang sama. Contohnya adalah orang yang diwawancara dapat memperoleh evaluasi yang lebih menguntungkan jika sebelumnya ia telah didahului oleh banyak pelamar yang kurang bermutu.
·                  Proyeksi : Yaitu menghubungkan karakteristik kita sendiri ke orang lain. Misalnya saja orang yang bekerja dengan cepat dan ulet akan menganggap orang lain sama dengannya
·                  Berstereotipe : yaitu menilai seseorang bedasarkan persepsi seorang terhadap kelompok seseorang itu. Misalnya kita menilai bahwa orang yang gemuk malas, maka kita akan mempersepsikan semua orang gemuk secara sama. Generalisasi seperti ini dapat menyerdehanakan dunia yang rumit ini dan memungkinkan kita mempertahankan konsistensi, namun sangat mungkin juga bahwa stereotipe itu tidak mengandung kebenaran ataupun tidak relevan.
Penerapan Khusus dalam Organisasi
Penilaian memiliki banyak konsekuensi bagi organisasi. Didalamnya orang-orang selalu saling menilai. Berikut ini adalah beberapa penerapannya yang lebih jelas :
- Wawancara karyawan : bukti menunjukkan bahwa wawancara sering membuat penilaian perseptual yang tidak akurat. Pewawancara yang berlainan akan melihat hal-hal yang berlainan dalam diri seorang calon yang sama. Jika wawancara merupakan suatu masukan yang penting dalam keputusan mempekerjakan, perusahaan harus mengenali bahwa faktor-faktor perseptual mempengaruhi siapa yang dipekerjakan dan akhirnya mempengaruhi kualitas dari angkatan kerja suatu organisasi.
- Pengharapan kinerja : Bukti menunjukkan bahwa orang akan berupaya untuk mensahihkan persepsi mereka mengenai realitas, bahkan jika persepsi tersebut keliru. Pengharapan kita mengenai seseorang/sekelompok orang akan menentukan perilaku kita. Misalnay manager memperkirakan orang akan berkinerja minimal, mereka akan cenderung berperilaku demikian untuk memenuhi ekspektasi rendah ini.
-   Evaluasi kinerja : penilaian kinerja seorang karyawan sangat bergantung pada  proses perseptual. Walaupun penilaian ini bisa objektif, namun banyak yang dievaluasi secara subjektif. Ukuran subjektif adalah berdasarkan pertimbangan, yaitu penilai membentuk suatu kesan umum mengenai karyawan. Semua persepsi dari penilai akan mempengaruhi hasil penilaian tersebut.
-   Upaya karyawan : Dalam banyak organisasi, tingkat upaya seorang karyawan dinilai sangat penting, jadi bukan hanya kinerja saja. Namun penilaian terhadap upaya ini sering merupakan suatu pertimbangan subjektif yang rawan terhadap distorsi-distorsi dan prasangka (bias) perseptual.
-   Kesetiaan karyawan : pertimbangan lain yang sering dilakukan manager terhadap karyawan adalah apakah karyawan tersebut setia atau tidak kepada organisasi. Sayangnya, banyak dari penilaian kesetiaan tersebut bersifat pertimbangan. Misalnya saja individu yang melaporkan tindakan tak etis dari atasan dapat dilihat sebagai bertindak demi kesetiaan kepada organisasi ataupun sebagai pengacau.
§    Kepribadian
Kepribadian merupakan  pola khas seseorang dalam berpikir,  merasakan dan berperilaku yang relatif stabil dan dapat diperkirakan. Kepribadian juga merupakan jumlah total kecenderungan  bawaan atau herediter dengan berbagai pengaruh dari lingkungan serta  pendidikan, yang membentuk kondisi kejiwaan seseorang dan mempengaruhi  sikapnya terhadap kehidupan.  Berdasarkan pengertian  tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepribadian meliputi segala corak perilaku  dan sifat yang khas dan dapat diperkirakan pada  diri seseorang, yang  digunakan untuk bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap rangsangan,  sehingga corak tingkah lakunya itu merupakan satu kesatuan fungsional yang  khas bagi individu itu.[5] Menurut Gordon Allport kepribadian adalah organisasi dinamis dalam sistem psikofisiologis individu yang menentukan caranya untuk menyesuaikan diri secara unik terhadap lingkungannya.[6] Untuk tujuan kita , Anda hendaknya menganggap bahwa kepribadian  merupakan keseluruhan cara dimana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain
Menilai Kepribadian
Menilai kepribadian seseorang dalam perekrutan karyawan sangatlah penting karena membantu para manajer untuk memilih calon yang terbaik. Terdapat tiga cara untuk menilai kepribadian seseorang, diantaranya:
1.Survei mandiri
Merupakan cara yang paling umum yang digunakan untuk menilai kepribadian. Kekurangan dari survei mandiri adalah kebohongan dari individu, mungkin mereka lebih menunjukkan kesan yang lebih baik dari pada faktanya. Kekurangan selanjutnya adalah akurasi, dimana seorang yang memiliki talenta yang baik sedang dalam suasana hati yang tidak bagus, sehingga dapat mempengaruhi survei mandiri.
2.Survei peringkat oleh pengamat
Dikembangkan untuk memberikan penilaian bebas mengenai kepribadian. Survei dilakukan oeh rekan kerja dengan sepengetahuan individu yang dinilai ataupun bisa tidak. Dari survei peringkat oleh pengamat bisa memberi tahu sesuatu yang unik mengenai perilaku seorang individu di tempat kerja.
3.Ukuran proyeksi
Ukuran proyeksi dianggap sebagai tantangan karena seseorang ahli sering kali menilai hasil-hasil tersebut secara berbeda satu sama lain. Maka dari itu, ukuran proyeksi sangat tidak efektif sehingga jarang digunakan.
§    Sifat Kepribadian Utama yang Mempengaruhi Perilaku Organisasi
Sifat kepribadian yang menjadi indikator kuat perilaku di organisasi / tempat kerja, yaitu :
1.Evaluasi inti diri
Tingkat di mana individu menyukai atau tidak menyukai diri mereka sendiri, apakah mereka menganggap diri mereka cakap dan efektif, dan apakah mereka merasa memegang kendali atau tidak berdaya atas lingkungan mereka.
2.Marchiavellinisme
Tingkat di mana seorang individu pragmatis, mempertahankan jarak emosional, dan yakin bahwa hasil lebih penting daripada proses.
3.Narsisme
Kecenderungan menjadi arogan, mempunyai rasa kepentingan diri yang berlebihan, membutuhkan pengakuan berlebih, dan mengutamakan diri sendiri.
4.Pemantauan diri
Kemampuan seorang individu untuk menyesuaikan perilakunya dengan faktor-faktor situasional eksternal.
5.Pengambilan resiko
6.Kepribadian tipe A
Keteribatan secara agresif dalam erjuangan terus-menerus untuk mencapai lebih banyak dalam waktu yang lebih sedikit dan bila perlu melawan upaya-upaya yang menentang dari orang atau hal lain.
7.Kepribadian Proaktif
Sikap yang cenderung oportunis, berinisiatif, berani bertindak, dan tekun hingga berhasil mencapai perubahan yang berarti.
§    Pengertian Motivasi
Motivasi adalah keinginan untuk melakukan sesuatu dan menentukan kemampuan bertindak untuk memuaskan kebutuhan individu. Suatu kebutuhan (need), dalam terminologi berarti suatu kekurangan secara fisik atau psikologis yang membuat keluaran tertentu terlihat menarik (Robinns,S, 2002: 55). Motivasi adalah keseluruhan proses pemberian motivasi (dorongan) kepada para pegawai agar mereka mau dan suka bekerja sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien (Wursanto, 2003: 267).[7]
Motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan organisasi, yang di kondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individual.[8]
a. Hubungan Antara Motivasi dan Perilaku                                                     
Hubungan antara motivasi dan perilaku dapat terwujud dalam enam variasi berikut (Sutarto, 1984; 275):
1.                           Sebuah perilaku dapat hanya dilandasi oleh sebuah motivasi
2.                           Sebuah perilaku dapat pula dilandasi oleh bebrapa motivasi
3.                           Perilaku yang sama dapat dilandasi oleh motivasi yang sama
4.                           Perilaku yang sama dapat dilandasi oleh motivasi yang berbeda
5.                            Perilaku yang berbeda dapat dilandasi oleh motivasi yang sama
6.                           Perilaku yang berbeda dapat dilandasi oleh motivasi yang berbeda
b.               Motivasi sebagai pendorong individu
Motivasi digunakan individu untuk mendorong mereka dalam :
a.                            menentukan kebutuhan atau kesenjangan kebutuhan
b.                           pencarian jalan keluar bagi memenuhi dan memuaskan kebutuhan
c.                            pilihan perilaku untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan
d.                           penentuan kebutuhan dimasa yang akan datang pencarian bagi cara pemenuhannya
e.                            evaluasi atas pemuasan kebutuhan
c.                Beberapa pendekatan mengenai Motivasi
a.                            pendekatan tradisional atau dikenal sebagai traditional Model of motivations theory
b.                           pendekatan relasi manusia atau human relation model
c.                            pendekatan sumber daya manusia atau human resources model




d.               indicator motivasi individu
Dalam konteks studi psikologi abin syamsudin (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indicator, diantaranya :
a.                            Durasi kegiatan
b.                           Frekuensi kegiatan
c.                            Persistensi pada kegiatan
d.                           Ketabahan,keuletan dan kemampuan dalam menghadapi rintangan dan kesulitan
e.                            Pengorbanan untuk mencapai tujuan
f.                            Tingkat aspirasi yang hendak di capai dengan kegiatan yang dlakukan
g.                           Tingklat kualifikasi frestasi atau produk (out put) yang di capai dari kegiatan yang dilakukan
h.                           Arah sikap terhadap sasaran kegiatan[9]

§    Teori-Teori Motivasi
Dasarwarsa 1950an adalah kurun waktu yang berhasil dalam perkembangan konsep-konsep motivasi. Hendaknya anda mengetahui teori-teori dini ini sekurang-kurangya untuk dua alasan :
a.                            Teori-teori ini mewakili suatu fundasi dari situlah tumbuh teori-teori kontemporer,
b.                           Manajer-manajer praktik secara teratur menggunakan teori-teori ini dan peristilahan mereka dalam menjelaskan motivasi karyawan.
1. Teori Hirarki Kebutuhan
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan,yaitu:
a.                kebutuhan faali ( fisiologis ) : antara lain rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan perumahan,seks dan kebutuhan ragawi lainnya.
b.               Keamanan : antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.
c.                Kebutuhan social : mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima-baik, dan persahabatan.
d.               Kebutuhan penghargaan: mencakup factor rasa hormat internal seperti harga diri, otonomi dan prestasi dan factor hormat eksternal seperti misalnya status, pengakuan, dan perhatian.
e.                Aktualisasi diri (selp actualization) : dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi ; mencakup pertumbuhan, mencpaai potensialnya dan pemenuhan diri.
2.  Teori X dan Y
Teori X maksudnya pengandaian bahwa karyawan-karyawan tidak menyukai kerja, malas tidak menyukai tanggung jawab dan harus di paksa untuk berfrestasi.
Teori Y maksudnya : pengandaian bahwa karyawan-karyawan menyukai kerja, kreatif,berusaha bertanggung jawab dan dapat menjalankan pengarahan diri.
Douglas Mcgregor menemukan teori X dan teori Y setelah mengkaji cara para manajer berhubungan dengan para karyawan. Kesimpulan yang didapatkan adalah pandangan manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tsb.
Ada 4 asumsi yang dimiliki manajer dalam teori X :
1.                                                   Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan, dan sebisa mungkin berusaha untuk menghidarinya.
2.                                                   Karena karyawan tidak menyukai  pekerjaan, mereka harus dipakai,dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
3.                                                   Karyawan akan menghidari tangung jawab dan mencari perintah formal
4.                                                   Kebanyakan karyawan akan menaruh keamanan diatas semua factor lain yang dikaitkan dengan  kerja dan akan memperagakan ambisi sedikit saja.
Bertentangan dengan pandangan-pandangan negative mengenai sifat manusia dalam teori, ada pula asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y :
1.                                       Karyawan mengangap kerja sebagian hal yang menyenangkan seperti halnya istirahat atau bermain.
2.                                       Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan
3.                                       Karyawa bersedia belajar untuk menerima, mencari dan bertanggung jawab
4.                                       Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif (pembaharuan) tersebar meluas dalam populasi dan tidak perlu merupakan milik diri mereka yang berada dalam posisi manajemen

3. Teori Pengharapan
Adalah kekuatan dari suatu kecendrungan untuk bertindak dlam suatu tertentu bergantung pada kekuatan suatu pengharapam bahwa tindakan itu akan ikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu itu.
Teori ini memfokuskan pada 3 hubungan :
1.               Hubungan upaya – kinerja : probabilitas yang di persepsikan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah upaya tertentu itu akan mendorong kinerja.
2.               Hubungan kinerja – ganjaran : derajat sejauh mana individu itu meyakini bahwa berkinerja pada suatu tingkat tertentu akan mendorong tercapainya suatu keluaran yang diinginkan.
3.               Hubungan ganjaran – tujuan – pribadi : derajat sejauh mana ganjaran –ganjaran organisasi hal yang memenuhi tujuan atau kebutuhan pribadi seorang individu dan daya tarik ganjaran-ganjaran potensial tersebut untuk individu itu.
4. Teori Keadilan
Adalah teori bahwa individu membandingkan masukkan-masukkan dan hasil pekerjaan mereka dengan  masukkan-masukkan dan hasil pekerjaan orang lain dan kemudian merespons untuk menghilangkan ketidak adilan.
Apabila seseorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai dan dua kemungkina dapat terjadi yaitu.
a.                Seseorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar.
b.               Mengurangi intensitas usaha yang di buat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawab.
Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan 4 hal sebagai pembanding yaitu :
1.               Harapan tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan,sifat pekrjaan dan pengalamanya.
2.               Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaan nya relative sama dengan yang bersangkutan sendiri.
3.               Imbalan yang diterima oleh pegawai lain diorganisasi lain dikawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis
4.               Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah jenis imbalanya merupakan hak para pegawai.

5. Teori Penentuan Tujuan
Teori bahwa tujuan yang khusus dan sulit menghantar ke kinerja yang lebih tinggi. Edwin locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni :
a.                Tujuan – tujuan mengarahkan perhatian
b.               Tujuan – tujuan mengatur upaya
c.                Tujuan – tujuan meningkatkan persistensi dan
d.               Tujuan – tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana kegiatan.[10]
6. Teori Memperkuat (Re-inforcement)
Teori penguatan mengabaikan keadaan-dalam, diri individu dan memusatkan semata-mata pada apa yang terjadi pada seseorang bila ia mengambil sesuatu tindakan karena tidak memperdulikan apa yang mengawali perilaku,dalam arti seksama, teori yang ampuh terhadap apa yang mengendalikan perilaku, dan untuk alasan inilah teori ini lazim di pertimbangkan dalam pembahasan motivasi.
Secara spesifiknya teori ini mempunyai sesuatu rekaman yang mengesankan untuk meramalkan factor-faktor seperti kualitas dan kuantitas kerja, ketekunan upaya, kemangkiran, keterlambatan dan kadar kecelakaan.teori itu tidak mengemukakan banyak wawasan kedalam kepuasan karyawan atau keputusan untuk berhenti
2.4           KEPUASAN KERJA
Sumber-Sumber Kepuasan Kerja
Adanya lima Sumber yang menimbulkan kepuasan kerja[11], yaitu:
A.          Pekerjaan itu sendiri
           Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidang nya masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja.
B.     Teman sekerja
                       Merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan antara pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan sosial. Oleh karena itu bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan menyenagkan dapat menciptakan kepuasan kerja yang meningkat
C.     Atasan
                                   Atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya. Bagi bawahan, atasan bisa dianggap sebagai figur ayah/ibu/teman dan sekaligus atasannya. Hubungan antara karyawan dengan pihak pimpinan sangat penting artinya dalam menaikkan produktifitas kerja. Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang penting dari organisasi kerja


D.    Promosi
                                   Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karier selama bekerja. Umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada karyawan yang bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, tetapi justru perubahan dalam tingkat pekerjaanlah yang mempengaruhi kepuasan kerja
E.     Gaji/Upah
Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak.
1.                           Akibat-akibat Kepuasan Kerja
Pekerja yang bahagia cenderung lebih produktif, meski sulit untuk mengatakan kemana arah hubungan sebab akibat tersebut.ketika kita pindah dari tingkat individu ketingkat organisasi, kita juga menemukan dukungan untuk hubungan kepuasan kerja. Ketika data prodiktivitas dan kepuasan secara keseluruhan dikumpulkan untuk organisasi, kita menemukan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang lebih puas cenderung lebih efektif bila dibandingkan oeganisasi yang mempunyai karyawan yang kurang puas.
Karyawan dalam pekerjaan jasa sering berinteraksi dengan pelanggan.karena manajemen organisasi jasa harus menyenangkan pelanggan adalah masuk akal. Bukti menunjukkan bahwa karyawan yang puas bisa meningkatkan kepuasan dan kesetiaan pelanggan. Mengapa? Dalam organisasi jasa, pemeliharaan dan peninggalan pelanggan sangat bergantung pada bagaimana karyawan garis depan berhubungan dengan pelanggan. Karyawan yang merasa puas cenderung lebih ramah, ceria, dan responsif yang dihargai oleh para pelanggan. Karena karyawan yang puas tidak mudah berpindah kerja, pelanggan kemungkinan besar menemui wajah pamiliar dan menerima layanan yang berpengalaman
2.                           Kecenderungan-kecenderungan dalam Tingkat-tingkat Kepuasan Kerja





a..             Produktifitas atau kinerja (Unjuk Kerja)
Lawler dan Porter mengharapkan produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran instrinsik dan ganjaran ekstrinsik yang diterima kedua-duanya adil dan wajar dan diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul. Jika tenaga kerja tidak mempersepsikan ganjaran intrinsik dan ekstrinsik yang berasosiasi dengan unjuk kerja, maka kenaikan dalam unjuk kerja tidak akan berkorelasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja.[12]
b. Ketidakhadiran dan Turn Over
Porter & Steers mengatakan bahwa ketidakhadiran dan berhenti bekerja merupakan jenis jawaban yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih bersifat spontan sifatnya dan dengan demikian kurang mungkin mencerminkan ketidakpuasan kerja.[13] Lain halnya dengan berhenti bekerja atau keluar dari pekerjaan, lebih besar kemungkinannya berhubungan dengan ketidakpuaan kerja.  Ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja atau karyawan dapat diungkapkan ke dalam berbagai macam cara. Misalnya, selain meninggalkan pekerjaan, karyawan dapat mengeluh, membangkang, mencuri barang milik organisasi, menghindari sebagian dari tanggung jawab pekerjaan mereka.[14]
2.5           KEPEMIMPINAN
kepemimpinan adalah faktor kunci dalam suksesnya suatu organisasi serta manajemen. Kepemimpinan adalah entitas yang mengarahkan kerja para anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan yang baik diyakini mampu mengikat, mengharmonisasi, serta mendorong potensi sumber daya organisasi agar dapat bersaing secara baik.
1.               Sifat-sifat Kepemimpinan
a.                Feodalistis atau Otokratis
Wewenang sepenuhnya ada dalam tangan pemimpin ini. Gagasan, rencana, keputusan, semuanya berasal dari pemimpin atau satu orang. Anggota tidak mendapatkan waktu atau kesempatan untuk mengeluarkan pendapat.
b.                Bebas
Pemimpin bersifat bebas membiarkan orang mengemukakan pendapatnya, bebas sekehendak hatinya, tanpa memberikan arah yang tegas, sehingga mudah menimbulkan konflik.


c.                 Demokratis
Setiap anggota diberi hak dan kesempatan untuk mengemukakan pendapat, mengajukan saran-saran dan pertanyaan-pertanyaan, turut membuat rencana dan mengambil keputusan. Tanggung jawab suatu keputusan dipikul bersama. Sifat-sifat seperti ini memberi pengertian dan mendidik anggota untuk cinta dan setia pada organisasi dan menggugah tanggung jawab.
2.               Ciri-ciri Pembawaan Kepemimpinan
Kepemimpinan dan kepribadian bukanlah aspek yang terpisah dalam kehidupan seseorang. Seorang pemimpin yang taatasas adalah mereka yang mampu menciptakan kekuatan dalam kehidupan kepribadiannya sekaligus mampu menciptakan kekuatan dalam kepemimpinannya. Seorang pemimpin akan menyesuaikan irama dan langkahnya dengan semua orang yang bekerjasama dengannya. Karena itu selayaknya kalau anda sebagai pemimpin ingin mengetahui beragam determinan yang berkaitan dengan kepribadian anda. Misalnya, perilaku anda akan mencirikan budaya anda.
 Budaya itu sendiri akan menentukan seberapa jauh anda bersifat atraktif. Beberapa ungkapan agaknya dapat dipakai sebagai bentuk habit (komponen budaya) seorang pemimpin “you are what you talk”; “you are what you eat”; “kerja keras, cerdas, dan ikhlas”. Dengan demikian jika anda ingin menanamkan nilai-nilai pada budaya organisasi maka pertanyaan mendasar adalah apakah perilaku anda dapat diterima oleh semua orang yang ada di dalam organisasi tersebut. Jadi sang pemimpin harus memulai dari dirinya sendiri. Dengan kata lain cara untuk mengubah budaya dalam organisasi adalah dengan mengubah perilaku sang pemimpin itu sendiri.
3.               Teori Prilaku Pemimpin
Selama tiga dekade, dimulai pada permulaan tahun 1950-an, penelitian mengenai perilaku pemimpin telah didominasi oleh suatu fokus pada sejumlah kecil aspek dari perilaku. Kebanyakan studi mengenai perilaku kepemimpinan selama periode tersebut menggunakan kuesioner untuk mengukur perilaku yang berorientasi pada tugas dan yang berorientasi pada hubungan. Beberapa studi telah dilakukan untuk melihat bagaimana perilaku tersebut dihubungkan dengan kriteria tentang efektivitas kepemimpinan seperti kepuasan dan kinerja bawahan. Peneliti-peneliti lainnya menggunakan eksperimen laboratorium atau lapangan untuk menyelidiki bagaimana perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan dan kinerja bawahan. Jika kita cermati, satu-satunya penemuan yang konsisten dan agak kuat dari teori perilaku ini adalah bahwa para pemimpin yang penuh perhatian mempunyai lebih banyak bawahan yang puas.
4.               Teori Path Goal
Sekarang ini salah satu pendekatan yang paling diyakini adalah teori path-goal, teori path-goal adalah suatu model kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi.
Dasar dari teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Istilah path-goal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls (Robbins, 2002).
Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002). Untuk pengujian pernyataan ini, Robert House mengenali empat perilaku pemimpin. Pemimpin yang berkarakter directive-leader, supportive leader, participative leader dan achievement-oriented leader. Berlawanan dengan pandangan Fiedler tentang perilaku pemimpin, House berasumsi bahwa pemimpin itu bersifat fleksibel. Teori path-goal mengimplikasikan bahwa pemimpin yang sama mampu menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada situasi (Robins, 2002).
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
5.               Model Vroom dan Yetton
Teori kepeminmpinan vroom & yetton adalah jenis teori kontingensi yang menitikberatkan pada hal pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemimpin. Teori vroom dan yetton juga di sebut teori normative karena mengarah pada pemberian suatu rekomendasi tentang gaya kepemimpinan yang sebaiknya di gunakan dalam situasi tertentu.
2.6      KOMUNIKASI
Komunikasi Organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukkan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari dari unit-unit komunikasi dalam hubungan hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan. Tujuan komunikasi dalam proses organisasi tidak lain dalam rangka membentuk saling pengertian (mutual undestanding) . Pendek kata agar terjadi penyetaraan dalam kerangka referensi, maupun dalam pengalaman.
1.                        Perhatian
     Perhatian adalah merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada suatu obyek atau kepada sekumpulan obyek-obyek. Perhatian juga adalah merupakan penyeleksian terhadap stimuli yang ditermia oleh individu yang bersangkutan.[15][2]
     Menurut Dr. Aryan Ardhana, perhatian adalah suatu kegiatan jiwa. Perhatian dapat didefinisikan sebagai proses pemusatan phase-phase atau unsur-unsur pengalaman dan mengabaikan yang lainnya.
Sedang menurut Drs. Dakir, perhatian adalah keaktifan peningkatan kesadaran dalam pemusatannya kepada barang sesuatu baik di dalam maupun di luar diri kita.
2.                     Pemahaman
Pemahaman menurut Sadiman adalah suatu kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan, atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya.
Menurut Poesprodjo (1987: 52-53) bahwa pemahaman bukan kegiatan berpikir semata, melainkan pemindahan letak dari dalam berdiri disituasi atau dunia orang lain. Mengalami kembali situasi yang dijumpai pribadi lain didalam erlebnis (sumber pengetahuan tentang hidup, kegiatan melakukan pengalaman pikiran), pengalaman yang terhayati. Pemahaman merupakan suatu kegiatan berpikir secara diam-diam, menemukan dirinya dalam orang lain.
Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Pemahaman adalah sesuatu hal yang kita pahami dan kita mengerti dengan benar. Suharsimi menyatakan bahwa pemahaman (comprehension) adalah bagaimana seorang mempertahankan, membedakan, menduga (estimates), menerangkan, memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh, menuliskan kembali, dan memperkirakan. Dengan pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana di antara fakta – fakta atau konsep.
2.7           KELOMPOK DALAM ORGANISASI
1.                           Sifat Kelompok Kerja
Kelompok Kerja adalah kelompok yang terutama berinteraksi untuk membagi informasi dan mengambil keputusan untuk membantu tiap anggota dalam bidang tanggung jawabnya. Tujuan Berbagi info, Tanggung Jawab. Individual, Keterampilan Beragam/acak
Tim Kerja adalah kelompok yang upaya-upaya individunya menghasilkan suatu kinerja yang lebih besar daripada jumlah dari masukan-masukan individual. Tanggung Jawab individual dan timbal balik, Keterampilan Saling melengkapi.
Karakteristik Kelompok Efektif
a.                                              Kompetensi Teknis
b.                                             Kohesi
c.                                              Nilai dan Tujuan kelompok jelas
d.                                             Dukungan dari Anggota
e.                                              Kesetiakawanan
f.                                              Keterbukaan
g.                                             Pengambilan Keputusan
h.                                             Fleksibel
i.                                               Kreatif
j.                                               Kepemimpina yang jelas
2.                           Kepaduan Kelompok
Festinger (dalam Shaw, 1979:197) mengatakan bahwa kepaduan kelompok merupakan “the resultant of all the forces actingon the member to remain in ther group”. Artinya kepaduan kelompk merupakan hasil akhri keseluruh kekuatan yang menyebabkan anggota tetap bertahan dalam kelompok


3.      prestasi Kelompok
Prestasi kelompok merupakan output atau tujuan dari kelompok. Ada tiga unsur yang mjenentukkan prestasi kelompok, yaitu : produktivitas (derajat perubahan harapan tentang nilai-nilai yang dihasilkan oleh perilaku kelompok), moral (derajat kebebasan dari hambatan-hambatan dalam kerja kelompok menuju tujuannya), dan kesatuan (tingkat kemampuan kelompok untuk mempertahankan struktur dan mekanisme operasinya dalam kondisi yang penuh tekanan (stress).
4.      Norma-norma Kelompok
Norma kelompok adalah pedoman-pedoman yang mengatur sikap dan prilaku atau perbuatan anggota kelompok. Sikap dan tanggapan anggota kelompok terhadap norma kelompok dapat bermacam-macam. Ada anggota yang tunduk pada norma kelompok dengan terpaksa karena ia termasuk dalam kelompok yang bersangkutan, tetapi ada juga yang tunduk pada norma kelompok dengan penuh pengertian dan penuh kesadaran, sehingga norma kelompok dijadikan normanya sendiri.
Dalm hal ini, individu dapat ikut membentuk norma kelompok bersangkutan, tetapi individu dapat pula tinggal mengambil oper norma kelompok yang telah ada. Norma kelompok merupakan norma yang relative tidak tetap. Ratinya, norma kelompok dapat berubah sesuai dengan keadaan yang dihadapi oleh kelompok. Sesuai dengan perkembangan keadaan yang dihadapi oleh kelompook, kemungkinan norma kelompok akan mengalami perubahan sehingga norma kelompok yang dahulu berlaku kini sudah tidak berlaku. Misalnya saja dalam suatu kelompok ada norma bahwa setiap anggota kelompok harus berambut panjang, namun karena perkembangan keadaan norma dapat berubah bahawa setian anggota kelompok tidak perlu berambut panjang, tetapi memakai sesuatu yang menjadi norma kelompok tersebut.

5.      Penolakan (deviance)
Penolakan adalah bagian dari perkembangan yang meliputi semua aspek kehidupan kita. Setelah bekerja keras selama beberapa tahun terakhir dalam hal pengembangan kepribadian, saya telah belajar bahwa tidak mungkin untuk menghindari penolakan jika kita benar-benar ingin berkembang ke arah yang positif. Penolakan membantu kita untuk mengungkap kelemahan yang tak terlihat, belajar lebih banyak tentang diri kita sendiri, dan akhirnya tumbuh sebagai seorang manusia. 


2.8 KONFLIK ANTAR KELOMPOK
A. DEFINISI KONFLIK 

     Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
      Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
     Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu Interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
     Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
1.               Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
2.               Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
3.               Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
4.               Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
5.               Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.

                                                                                                                   
B. FAKTOR PENYEBAB KONFLIK

·                  Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
·                  Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
·                  Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
·                  Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.







·                  JENIS-JENIS KONFLIK

Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam :
·                  Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
·                  Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
·                  Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
·                  Koonflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
·                  Konflik antar atau tidak antar agama
·                  Konflik antar politik.


·                  AKIBAT KONFLIK 

Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
·                  meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
·                  keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
·                  perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
·                  kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
·                  dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:




·                  Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
·                  Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
·                  Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.



·                  STUDI KASUS KONFLIK ANTAR KELOMPOK BESERTA SOLUSINYA :

     Setelah beberapa saat kita tidak lagi dipusingkan oleh konflik yang terjadi di Poso dan Aceh kini perhatian kita kembali tertuju pada pertikaian suku di Papua. Korban jiwa telah berjatuhan akibat konflik berdarah tersebut. Sepertinya permasalahan konflik tidak pernah habis-habisnya mendera bangsa ini, sementara solusi yang dicanangkan terkadang tidak memberikan hasil menggembirakan, dan hanya merupakan penyelesaian temporal karena tidak adanya tindakan preventif untuk mencegah munculnya pertikaian baru. Konflik adalah permasalahan serius yang dapat berakibat kehancuran bagi negara ini melalui disintegrasi bangsa. Untuk itu perlu tindakan intens oleh semua pihak agar konflik tidak hanya selesai tapi kemungkinan untuk muncul kembali dapat semakin diminimalkan.










·                  Latar Belakang
     Saya pikir pertama kita perlu untuk menilik sekilas dua latar belakang mendasar beberapa konflik yang pernah terjadi. Pertama, konflik dirangsang oleh ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah. Perhatian minim negara terhadap satu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat dapat memicu aksi sparatisme. Konflik yang bertolak dari keinginan untuk lepas dari pangkuan Ibu Pertiwi dan mendirikan negara sendiri merupakan contohnya. Aksi-aksi sparatis seperti yang terjadi di Aceh dan Papua adalah saksi kuat tentang hal tersebut.
 
     Kedua, ketegangan antar kelompok atau golongan juga merupakan penyebab terjadinya pertikaian. Lihatlah konflik-konflik yang mengusung unsur SARA seperti di Sampit, Ambon, Poso dan perang suku di Papua. Indonesia merupakan negara plural, dimana kelompok-kelompok suku, agama, dan ras yang berbeda hidup bertetangga. Dalam kondisi seperti ini tidak jarang masalah kecil dapat menyulut kemarahan salah satu kelompok sehingga memicu terjadinya ketegangan.

·                  Menemukan Solusi 

Beberapa hal dapat menjadi pemikiran bagi kita dalam menemukan solusi tepat bagi kasus konflik di negara ini. Konflik selalu diwarnai dengan kemarahan kolektif akibat melihat tindakan yang dinilai tidak adil terhadap salah satu atau beberapa anggota kelompok atau kelompok secara menyeluruh. Akibatnya aksi kekerasan komunal dilancarkan terhadap kelompok atau institusi yang dianggap sebagai pelaku ketidakadilan. Aksi kekerasan komunal tersebut adalah solidaritas negatif. Untuk mengubahnya perlu dibangun gagasan positif tentang solidaritas dan kebersamaan dalam konteks negara berpancasila. Sebagai landasan dan falsafah hidup bermasyarakat, Pancasila menonjolkan sebuah anggapan positif mengenai manusia. Warga negara dipandang sebagai makhluk bermartabat dan menyandang hak untuk menikmati kedamaian dan ketenangan hidup. Nilai positif ini seharusnya menjadi cara pandang dalam melihat sesama kita yang berasal dari kelompok lain. Negara juga harus bisa memperlakukan semua warga sebagai pribadi-pribadi yang layak untuk disejahterakan tanpa melihat latar belakang identitas kelompok yang disandang oleh anggota masyarakat tertentu. Semua kebijakan pemerintahan harus dapat memfasilitasi dan mengakomodir semua elemen bangsa. Dengan demikian nilai-nilai Pancasila terimplementasi dalam gerak dinamika bangsa kita guna menciptakan masyarakat adil dan makmur.
Musyawarah dan mufakat juga merupakan aspek yang ditekankan oleh nilai-nilai Pancasila. Mengambil waktu untuk duduk bersama dan berdialog untuk bisa lebih mengerti dan memahami satu dengan lainnya merupakan perwujudan dari aspek tersebut. Beberapa dialog telah dilakukan utuk menyelesaikan beberapa konflik, tapi perlu lebih intensif pada kepentingan kesejahteraan masyarakat keseluruhan. Masing-masing kelompok tidak mencari keuntungan sendiri melalui pelaksanaan dialog.
Seyogyanya dialog antar kelompok dapat menjadi agenda reguler dalam hidup bermasyarakat dan implementasinya tidak hanya pada jajaran atas saja, tapi harus menyentuh sampai masyarakat lapisan bawah. Dan mengusung agenda-agenda dalam konteks perwujudan masyarakat yang damai, adil, dan makmur. Sekiranya masing-masing kelompok dapat menemukan perannya masing-masing melalui dialog tersebut. Kemudian merumuskan bentuk kerja sama yang efektif antar kelompok.
Jangan sampai muncul pandangan bahwa semua konflik menjadi prevalent thing karena terlalu akrabnya lingkungan kita dengan banyak pertikaian antar kelompok yang tidak pernah hilang dari tanah air tercinta ini. Sehingga Keseriusan dan upaya keras dalam berpartisipasi menemukan solusi bagi ketegangan-ketegangan menjadi karam. Menciptakan kedamaian dalam bermasyarakat sehingga terbentuknya suasana kondusif bagi proses negara ini melangkah untuk menjadi negara maju dan sejajar dengan negara-negara yang lainnya adalah tanggung jawab seluruh warga negara. Kemajuan bangsa ini tergantung pada kapasitas sinergi semua komponen bangsa untuk mewujudkan kedamaian.

2.9. SISTEM IMBALAN

A. DEFINISI IMBALAN

Sistem imbalan Adalah kenyataan yang tidak dapat disangkal bahwa motivasi dasar bagi kebanyakan orang menjadi pegawai pada suatu organisasi tertentu adalah untuk mencari nafkah. Berarti apabila disuatu pihak seseorang menggunakan pengetahuan, keterampilan, tenaga dan sebagian waktunya untuk berkarya pada suatu organisasi, dilain pihak dia mengharapkan menerima imbalan tertentu.
Dengan kata lain suatu sistem imbalan yang baik adalah sistem yang mampu menjamin kepuasan para anggota organisasi yang pada gilirannnya memungkinkan organisasi memperoleh, memelihara dan memperkerjakan sejumlah orang yang dengan berbagai sikap dan prilaku positif bekerja dengan produktif bagi kepentingan organisasi.
Jika para anggota diliputi oleh rasa tidak puas atas kopensasi yang diterimanya, dampaknya bagi organisasi akan sangat bersifat negatif. Artinya jika ketidakpuasan tersebut tidak diselanggarakan dengan baik, merupakan hal yang wajar apabila para anggota organisasi menyatakan keinginan untuk memperoleh imbalan yang bukan saja jumlahnya lebih besar, akan tetapi juga lebih adil.
Apabila suatu oganisasi tidak mampu mengembangkan dan menerapkan suatu sistem imbalan yang memuaskan, organisai bukan hanya akan kehilangan tenaga-tenaganya yang terampil dan berkemampuan tinggi, tetapi juga akan kalah bersaing dipasaran tenaga kerja. Memang benar bahwa mengembangkan dan menerapkan suatu imbalan tertentu, suatu organisai menghadapi suatu kondisi dan tuntutan yang tidak hanya bersifat internal, seperti kemampuan organisasi membayar upah dan gaji karyawan yang wajar, akan tetapi sering pula bersifat ekterenal seperti berbagai peraturan perundangan, persaingan dipasaran kerja.  

·                  Tujuan Imbalan
Adapun tujuan utama dari program penghargaan adalah:
1.               Menarik orang yang memilikikualifikasi untuk bergabung dengan organisasi
2.               Mempertahankan karyawan agar terus datang untuk berkerja
3.               Memotivasi pekerja untuk mencapai tingkat kinerja yang tinggi

B.              Tipe dan karateristik imbalan
Penghargaan Ekstrinsik

Perasaan Ekstinsik datang dari luar orang tersebut.
Berikut ini beberapa jenis Penghargaan Ekstrinsik:
* Penghargaan Finansial: Gaji dan Upah


Uang merupakan penghargaan ekstrisik yang utama. Untuk dapat benar-benar memahami bagai mana uang memodofikasi perilaku, kita harus memahamipersepsi dan preferensi rang yang diberri penghargaan. Tentu saja ini merupakan tugas sulit yang harus dilakukan secara berhasil oleh manajer. Kecuali jika kariawan dapat melihat suatu hubungan antar kinerja dan kenaikan yang diberikan, uang tidak akan menjadi motivator yng kauat.
Banyak organisasi menggunakan beberapa jenis rencana pemberian nsentif untukpembayaran dan evektivitasnya sebagai motivator. Setiap rencana dievaluasi berdasarkan pernyataan berikut:
·                  Beberapa efektif hal tersebut menciptakan persepsi bahwa pembayaran berhubungan dengan kinerja?
·                  Seberapa baik hal tersbut meminimalkan konsekuensi negatif yang diperseosikan dari kinerja yang baik?
·                  Sebarapa baik hal tersebut berkontribusi pada persepsi bahwa penghargaan penting (misalkan pujian dan minat yang ditunjuan terhadap karyawan oleh seorang atasan yang dihormati) menghasilakan kinerja yang baik daripada gaji pembayaran. 
Agar sistem pembayaran terbuka dapat memotivasi karyawan, pengukuran perlu tersedia untuk semua aspek penting dalam suatu pekerjaan  (misalkan jumlah kosumen baru setiap kuartal, kenaikan pemnelian oleh konsumen,dll) dan usaha seorang karyawan harus dihubungkan dengan kinerja jangka pendek.

* Penghargaan Finansial: Tunjangan Karyawan

Beberapa jenis tunjangan tidak sepenuhnya finansianl, seperti pusat penitipan anak , pusat kebugaran, dan perawatan medis SAS institute yang disubsidi, tapi jenis tunjangan ini jugs memberikan karyawan penghargaan yang bernilai.
Tunjanga finansial utama karywan di kebanyakan organisasi adalah rencana pensiun dan untuk kebanyakan karyawan, kesempatan untuk berpartisifasi dalam rencna pensiun merupakan penghargaan yang bernilai. Tunjanga karyawan , seperti dana pensiun , perawatan di rumah sakit dan liburan. Pada umumnya merupakan hal yang tidak berhubungan dengsn kinerja karyawan , akan tetapi didasarkan pada senioritas atau catatan kehadiran.

* Penghargaan Interpersonal

Manajer memiliki sejumlah kekuasaan untuk mendistribusikan penghargaan interpersional, seperti status dan pengkuan. Dengan memberikan individu pekerjaan yang bergengsi, manajer dapat berusaha meningkatkan dan menghilangkan status yang dimilii oleh seseorang. Akan tetapi jika rekan kerja tidak meyakini kemampuan seseorang dalam pekerjaan tertentu , tidak mugkin status tersebut bisa ditingkatkan. Denan meninjau kinerja seseofang, manajer dapat dalam beberapa situasi, memberikan apa yang para manajer anggap sebagai perubahan pekerjaan untuk memperbaiki status. Manajer dan rekn kerja samasam memainkan peran dalam memberikan status pekerjan
* Promosi

Manajer menjadikan penghargaan promosi sebagai usaha untuk menempatkan orang yang tepat pada pekerjaan yang tepat. Kreteria yang sering digunakan untuk meraih keputusan promosi adalah senioritas. Kinerja, jika diukur dengan akurat, sering kali memberikan pertimbangan yang signifikan dalam alokasi penghargaan promosi.

Penghargaan Intrinsik
Suatu penghargaan intrinsik didifinisikan sebagai penghargaan yang diatur sendiri oleh seseorang.
Berikut ini beberapa jenis Penghargaan Intrinsik:
* Penyelesaian (Completion)
Kemampuan memulai dan menyelesaikan suatu pekerjaan atau proyek merupakan hal yang penting bagi setiap orang. Beberapa orang mempunyai kebutuhan untuk menyelesaikan tugas, dan efek dari penyelesaian tugas bagi seseorang merupakan suatu bentuk penghargaan pada dirinya sendiri, yakni dampak motivasi yang kuat.


* Pencapaian (Achievement)
Pencapaian merupakan penghargaan yang muncul dalam diri sendiri, yang disebabkan oleh seseorang yang meraih suatu tujuan yang menantang.
* Otonomi (Autonomy)
Perasaan otonomi dapat dihasilkan dari kebebasan melakukan apa yang dianggap terbaik oleh karyawan dalam suatu situasi tertentu. Pada pekerjaan yang sangat terstruktur dan terkendali oleh manajemen, sulit untuk menciptakan tugas yang mengarah pada otonomi.
* Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth)
Dengan mengembangkan kemampuan pribadi, seseorang mampu untuk memaksimalkan atau setidaknya memuaskan poyensi keterampilan.
·                  Proses penghargaan
Dari gambar tersebut berusaha mengintegrasi kepuasan, motivasi, kinerja, dan penghargaan. Membaca gambar tersebut dari kiri ke kanan akan menunjukkan bahwa hanya dengan memberikan motivasi untuk menghasilkan usaha adalah tindakan cukup ntuk memancing kinerja yang diingikan. Kinerja dihasilkan dari kombinasi usaha dan tingkat kemampuan, keterampilan, dan pengalaman individu. Hasil kinerja individu dievaluasi secara formal maupun informal oleh manajemen dan dua jenis penghargaan dapat diberikan: intrinsik atau ekstrinsik. Penghargaan tersebut dievaluasi oleh indinidu, jika penghargaan tersebut memuaskan dan seimbang, individu mencapai tingkat kepuasan.







Sistem Penghargaan yang Inovatif         
Description: http://adypato.files.wordpress.com/2011/04/proses-imbalan1.jpg?w=645
-                   Gaji Berdasarkan Keterampilan
Sistem berdasarkan keterampilan setidaknya memiliki empat keunggulan, yakni:
a.                Karena karyawan memiliki lebih banyak keterampilan, maka organisasi meningkatkan fleksibelitasnya dengan menempatkan pekerja untuk menangani pekerjaan yang berbeda
b.               Karena gaji tidak ditentukan atas dasar klasifikasi pekerjaan, organisasi mungkin lebih memerlukanlebih sedikit klasifikasi pekerjaan
c.                Lebih sedikit karyawan yang diperlukan karena lebih banyak pekerja yang dapat dipertukarkan, dan
d.               Organisasi mungkin mengalami penurunan dalam pergantian karyawan dan ketidakhadiraan.
- Perluasan Tingkat
Suatu elemen penghargaan finansialdimasa organisasi mengalami kesulitan adalah sistem peringkat. Sebagian besar sistem memiliki sejumlah besar peringkat. Maka diperlukan perrluasan tingkat yang akan mengurangi sejumlah peringkat gaji hingga tersisa relatif sedikit peringkat yang luas.

- Pelayanan Concierge
Ketersediaan pelayanan conciergeuntuk berbagai aktivitas yang harus dilakukan merupakan daya tarik perusahaan . menjamin karyawan untuk dapat berkosentrasi pada kinerja dapat dianggap sebagai tunjangan karyawan yang setimapl terhadap usaha dan pekerjaan.
- Penghargaan Berdasarkan TimTunjangan Parah Waktu
Rancangan dari sistem ini adalah seharusnya sesuai dengan pengkelompokan dikeseluruhan rancangan organisasidalam situasi dimana tim relatif idependentdan tujuannya dapt diukur, ditetapkan, dan dievaluasi, penghargaan didasarkan atas pencapain tujuan.
- Pembagian Keuntungan.
Keberhasilan program pembagian keuntunganmemerlukan komtmen kuat untuk menerapkan efesiensi, baik dari manajemen dan karyawan. Selanjutnya komitment tersebut memerlukan komunikasi yang terbuka, penggunaan informasi bersama dan tingkat kepercayaan yang tinggi antara semua pihak.
- Mengatur Penghargaan
Manajer diharapkan dengan keputusan bagaimana mengatur penghargaan. Ada tiga pendekatan teoritis dalam mengatur penghargaan, yakni:
a.                Reinforcement Positif
Pondasi dasar dalam mengatur penghargaan melalui pendekatan ini adalah hubungan antara perilaku dan kosekuensinya. Tujuan pendeketan ini agar bisa menciptakan perilaku yang diinginkan.
b.               Modeling dan Imitasi Sosial
Dalam menggunakan pendekatan ini menejer harus menentukan siapa yang merespon pendekatan ini, selain memilih model yang sesuai. Terakhir dimana model muncul perlu diperhatikan juga. Ini berarti jika kinerja yang tinggi merupakan tujuan dan merupakan hal yang hampir tidak bisa dicapai karena sumberdaya yang terbatas, menejer seharusnya menyimpulkan modeling tidak sesuai.



c.                Teori Ekspektasi
Dalam pendekatan ini, manajer harus menentukan jenis penghargaan yang diinginkan oleh karyawannya dan melakukan hal apapun yang mungkin untuk mendistribusikan penghargaan tersebut. Jika tidak, menejer harus menciptakan kondisis sehingga apa yang tersedia dapat diterapkan sebagai penghargaan.

2.10. MERANCANG PEKERJAAN
           A. Sejarah dan perkembangan Ergonomi
           Istilah ergonomic berasal dari bahasa latin yaitu ERGON (kerja) dan NOMOS (hukum Alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang di tinjau secara anatomi, psikologi, engineering, manajemen , dan perancang. Ergonomic berkenaan pula dengan optimasi,efisiensi, kesehatan keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, dirumah, dan tempat rekreasi. Di dalamnya ergonomic dibutuhkan studi tentang system dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusiannya. Ergonomic disebut juga “Human Factors”. Ergonomic juga digunakan oleh berbagai ahli/professional pada bidangnya misalnya : ahli anatomi, arsitektur, perancanf produk industri, fisika, disioerapi, terapipekerjaan,posikologi, dab teknik industri. (Definisi diatas berdasarkan Pada international ergonomic association). Selain itu ergonomi juga dapat diterapkan untuk bidang fisiologi, psikologi, perancang, analisis, sintesis, evaluasi, proses kerja, dan bagi wiraswastawan, manajer, pemerintah, militer, dosen, dan  mahasiswa.
           Penerapan ergonomic pada umumnya merupakan aktivitas rancangan bangunan(desain)ataupun rancangan ulang (re-desain). Hal ini dapat meliputi perangkat keras seperti misalnya perkakas kerja(tools), bangku kerja (benches), platform, kursi, pegangan alat kerja(workholders), pintu(doors) dan lain-lain.
           Ergonomi dapat berperan pula sebagai desain pekerjaan pada suatu organisasi misalnya : penentuan jumlah jam istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu kerja(shif kerja), meningkatkan variasi pekerjaan dan lain-lain. Ergonomic dapa pula berfungsi sebagai desain perangkat lunak karena dengan semakin banyak pekerjaaan yang berakaitan erat dengan computer. Penyampaian informasi dalam suatu system computer harus pula di usahakan sekompatible mungkin sesuai dengan kemampuan pemprosesan informasi oleh manusia.
           Menurut sutalaksana ergonomic adalah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu system kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada system itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang di inginkan melalui pekerjaan itu, dengan efektif, aman dan nyaman.[16]
           Menurut Teori frank greer desain pekerjaan berupaya mengidentifikasi karakteristik tugas dari pekerjaan-pekerjaan, dan bagaimana karakteristik ini d gabung untuk membentuk pekerjaan yang berbeda, dan hubungan dari karakteristik tugas ini dengan motivasi, kepuasan, dan kinerja karyawan.
·                  Desain Pekerjaan atau merancang Pekerjaan
Desain pekerjaan adalah rincian tugas dan cara pelaksanaan tugas atau kegiatan yang mencakup siapa yang mengerjakan tugas, bagaimana tugas itu dilaksanakan, dimana tugas dikerjakan dan hasil apa yang diharapkan. menambahkan desain pekerjaan adalah fungsi penetapan kegiatan kerja seorang atau sekelompok karyawan secara organisasional. Tujuannya untuk mengatur penugasan kerja supaya dapat memenuhi kebutuhan organisasi. Definisi diatas   menjelaskan  bahwa  desain pekerjaan dibuat oleh perusahaan   untuk mengatur tugas- tugas yang tepat sasaran, memberikan tugas kepada orang dengan kemampuan dan keterampilan yang  harus dimiliki untuk mengerjakan tugas tersebut demi mencapai sasaran dari perusahaan.  Sejalan dengan  Dessler (2004) desain pekerjaan  merupakan pernyataan tertulis tentang apa yang harus dilakukan oleh pekerja, bagaimana orang itu melakukannya, dan bagaimana kondisi kerjanya.
Handoko (2000) menyatakan bahwa desain pekerjaan adalah fungsi penetapan kegiatan-kegiatan kerja seseorang individu atau kelompok karyawan secara organisasional yang bertujuan untuk mengatur penugasan-penugasan kerja yang memenuhi kebutuhan organisasi, teknologi, dan keperilakuan. Selain itu, menurut Dwiningsih (2009) desain pekerjaan adalah sebuah pendekatan yang menentukan tugas-tugas yang terkandung dalam suatu pekerjaan bagi seseorang atau sekelompok karyawan dalam suatu organisasi.[17] Desain pekerjaan meliputi identifikasi pekerjaan, hubungan tugas dan tanggung jawab, standar wewenang dan pekerjaan, syarat kerja harus diuraikan dengan jelas, penjelasan tentangjabatan dibawah dan diatasnya. Desain pekerjaan menguraikan cakupan, kedalaman, dan tujuan dari setiap pekerjaan yang membedakan antara pekerjaan yang satu dengan pekerjaan yang lainnya. Tujuan pekerjaan dilaksanakan melalui analisis kerja, dimana para menejer menguraiakan pekerjaan sesuai dengan aktifitas yang dituntut agar membuahkan hasil. Desain pekerjaan merupakan keputusan dan tindakan manajerial yang mengkhususkan kedalam cakupan dan hubungan pekerjaan yang objektif untuk memenuhi kebutuhan orgaanisasi serta kebutuhan sosial dan pribadi pemegang pekerjaan.
Strategi desain pekerjaan dikembangkan dengan menekankan pentingnya karakteristik pekerjaan inti. Strategi berdasarkan teori motivasi Herzberg yang mencakup peningkatan kedalam pekerjaan melalui pendelegasian wewenang yang lebih besar kepada pemegang pekerjaan. Tetapi pemerkayaan tidak dapat diterapkan secara universal karena tidak mempertimbangkan perbedaan individu.
Ukuran perbedaan individu mendorong untuk mengkaji cara meningkatkan persepsi positif terhadap keragaman. Identitas, arti, otonomi dan balikan akan meningkatkan prestasi kerja dan kepuasan kerja seandainya para pemegang pekerjaan memiliki kebutuhan pertumbuhan yang relatif tinggi.
·                  Unsur-Unsur Desain Pekerjaan
Tiga unsure yang membingungkan manajer dalam mengenbangkan dan mengatru pekerjaan-pekerjaan karyawan agar dapat bekerja lebih produktif dan memuaskan, yaitu :
1.               sering terjadi konflik antara kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan karyawan dan kelompok karyawan dengan berbagai persyaratan desain pekerjaan.
2.               sifat unik karyawan dapat menimbulkan berbagai macam tanggapan dalam wujud sikap, kegiatan fisik dan produktifitas dalam pelaksanaan pekerjaan.
3.               perubahan lingkungan, organisasional dan perilaku  karyawan membuat desain pekerjaan, ketepatan pendekatan pengembangnan standar kerja dan bentuk-bentuk perilaku karyawan perlu dipertanyakan.




2.               Unsur-unsur Organisasi
Unsur organisasi mempunyai kaitan erat dengan desain pekerjaan yang efisien untuk mencapai output maksimum dari pekerjaan-pekerjaan karyawan.
Dalam manajemen ilmiah yang dikemukakan oleh Frederic winslow taylor telah menetapkan adanya studi yang menyoroti tentang perilaku karyawan didalam pelaksanaan kerja. Studinya dinamakan studi gerak dan waktu (Time and motion study)
Dengan adanya efisiensi didalam pelaksanaan kerja akan menentukan spesialisasi yang merupakan kunci dalam desain pekerjaan.
Karyawan yang melakukan pekrjaan secara kontinyu menyebabkan dia menadi terspesialisasi, yang selanjutnya dapat memperoleh output lebih tinggi.
Tiga unsur desain pekerjaan organisasi. Yaitu:
1.                     pendekatan mekanik, berupaya mengidentifikasi setiap tugas dalam suatu pekerjaan guna meminimumkan waktu dan tenaga. Hasil pengumpulan identifikasi tugas akan menentukan spesialisasi. Pendekatan ini lebih menekankan pada factor efisinsi waktu, tenga, biaya, dan latihan.
2.                     Aliran kerja, ini dipengaruhi oleh sifat =komoditi yang sdihasilkan oelh suatu organisasi atau perusahaan guna menentukan urutan dan keseimbangnan pekerjaan.
3.                     \Praktek-praktek kerja, yaitu cara pelaksanaan pekrjaan yang ditetapkan, ini bias berdasarkan kebiasan yang berlaku dalam perusahaan, perjanjian atau kontrak kotak serikat kerja kaeyawan, kesepakatan bersama.
3.               Unsur-unsur Lingkungan
Factor lingkungan yang mempengaruhi desain pekerjaan adalah tersedianya tenaga kerja potensial, yang mempunyai kemammpuan dan kualifikasi yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan pengharapan-pengharapan social, yaitu dengan tersedianya lapangan kerja seta memperoleh kompensasi dan jaminan hidup yang layak.


3.  Unsur-Unsur Perilaku :
1.     otonomi, bertanggung jawab atas apa yang dilakukan, deisini bawahan diberi            wewenang untuk menganmbil keputusan atas pekerjaan yang dilakukan.
2.     Variasi, pemerkayaan pekerjaan dimaksudkan untuk menghilangkan kejenuhan atas pekerjaan-pekerjaan yang rutin, sehingga kesalahan-     kesalahan dapat diminimalkan.
3.     identitas tugas, untuk mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas dan pekerjaan, maka pekerjaan harus diidentifikasi, sehingga kontribusainya terlihat yang selanjutnya akan menimbulkan kepuasan,
4.     Umpan balik, diharapkan pekerjaa-pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan mempunyai umpan balik atas pelaksanaan pekrjaan yang baik, sehingga akan memotivasi pelaksanaan pekerjaan selanjutnya.
·                  Pedoman Dalam Desain Pekerjaan
Dessler (2004) menerangkan bahwa sebuah desain pekerjaan merupakan pernyataan tertulis tentang apa yang harus dilakukan oleh pekerja, bagaimana orang itu melakukannya, dan bagaimana kondisi kerjanya. Desain pekerjaan mencakup hal-hal berikut ini : 
a.Identitas pekerjaan. Identitas pekerjaan merupakan jabatan pekerjaan yang berisi nama pekerjaan seperti penyelengara operasional dan manajer pemasaran. Handoko (2000) menambahkan bila pekerjaan tidak mempunyai identitas, karyawan tidak akan atau kurang bangga dengan hasil-hasilnya. Ini berarti kontribusi mereka tidak tampak. 
b. Hubungan tugas dan tanggung jawab, yakni perincian tugas dan tanggung jawab secara nyata diuraikan secara terpisah agar jelas diketahui. Rumusan hubungan hendaknya menunjukkan hubungan antara pelaku organisasi. 
c. Standar wewenang dan pekerjaan, yakni kewenangan dan standar pekerjaan yang harus dicapai oleh setiap pejabat harus jelas. Pekerjaan-pekerjaan yang memberikan kepada para karyawan wewenang untuk mengambil keputusan-keputusan, berarti menambah tanggung jawab. Hal ini akan cendrung meningkatkan perasaan dipercaya dan dihargai. 
d. Syarat kerja harus diuraikan dengan jelas, seperti alat-alat, mesin, dan bahan baku yang akan dipergunakan untuk melakukan pekerjaan tersebut. 
e. Ringkasan pekerjaan atau jabatan harus menguraikan bentuk umum pekerjaan dan mencantumkan fungsi-fungsi dan aktifitas utamanya. 
f. penjelasan tentang jabatan debawah dan diatasnya yaitu harus dijelaskan jabatan dari mana petugas di promosikan kejabatan mana pejabat akan dipromosikan.
B.               Merancang kerja untuk kelompok dan individu
   Produktivitas dan mutu kerja karyawan dipengaruhi faktor-faktor yang terkait dengan lingkungan kerja; antara lain beban kerja berlebihan yang tidak dapat diperkirakan, perubahan-perubahan di akhir waktu yang dirancang, kurangnya peralatan yang sempurna, dan tidak efisiennya alir kerja. Dengan demikian, penting untuk menjamin bahwa kerja itu dirancang untuk mencapai produktivitas dan mutu maksimum. Beberapa strategi  untuk merancang lingkungan kerja dalam memenuhi tujuan organisasi yaitu tercapainya mutu dan produktivitas tinggi. Strategi dimaksud antara lain; rancangan tempat kerja atau ergonomik, komputerisasi dan mesin otomatik, dan rancangan pekerjaan ( pengayaan, perluasan, dan rotasi pekerjaan),
Strategi Perancangan Kerja Kembali:
Perbaikan alur kerja yang jelas.
Pengurangan gerak fisik yang berulang-ulang yang menyebabkan mudah lelah.
Menyesuaikan sinar lampu dengan kondisi ruangan kerja.
Membolehkan karyawan untuk melakukan kegiatan pribadi di sekitar tempat kerja.
Menggunakan warna ruangan kerja yang menyenangkan.
Menyediakan kantor privat dan ruang kerja nyaman.
Menyediakan tempat atau ruang istirahat.
Penyusunan, penyesuaian dan pemindahan peralatan, bagian-bagian pokok dan ruang kerja.
Menempatkan sesama para anggota tim secara berdekatan  sehingga mereka dapat berinteraksi dengan mudah.
Menyediakan peralatan kursi, meja dan lemari  kantor yang sesuai dengan kondisi tubuh dan kegiatan kerja karyawan.
Komputerisasi dan Alat Otomatik:
Memberitahukan pada karyawan tentang manfaat komputer dan alat otomatik.
Melibatkan karyawan dalam keputusan untuk operasionalisasi  komputerisasi.
Mengkomunikasikan isu-isu implementasi kepada seluruh karyawan seperti bagaimana dan kapan komputer digunakan, pekerjaan apa yang dapat menggunakan komputer dan masalah-masalah yang dihadapi.
Melatih karyawan tertentu dalam mengunakan komputer dan alat otomatik dan mengevaluasi hasil pelatihannya.
Membolehkan  para karyawan memanfaatkan waktunya untuk mempraktikkan pengetahuannya dalam menggunakan komputer dan alat otomatik.
Memiliki staf pemelihara alat-alat baru yang tersedia setiap saat untuk memperbaiki alat.
Meningkatkan kualitas peralatan secara berkala.
Pendekatan Rancangan Pekerjaan:
Pengayaan Pekerjaan: Tujuannya adalah untuk meningkatkan motivasi, kepuasan dan kinerja karyawan. Ada lima  karakteristik inti dari pekerjaan yang dibangun sedemikian rupa dalam suatu pekerjaan  karyawan yaitu mengalami beberapa kondisi psikologis krusial, termasuk memperoleh pekerjaan yang bermanfaat, perasaan tanggungjawab, dan memiliki pengetahuan dari hasil aktual dari kegiatan bekerja. Dengan demikian akan diperoleh luaran  berupa motivasi yang lebih tinggi, peningkatan kepuasan kerja, dan rendahnya ketidakhadiran dan jumlah karyawan yang keluar. Lima hal inti tersebut yaitu:
Keragaman keterampilan; derajad dari tugas yang dilaksanakan dengan syarat kemampuan dan keterampilan berbeda.
Identitas tugas; melengkapi keseluruhan jenis pekerjaan yang dapat diidentifikasi yang memiliki hasil yang dapat dilihat seperti penyiapan laporan keuangan dan perakitan sebuah radio.
Signifikansi tugas; derajad suatu pekerjaan tertentu yang memiliki kepentingan dan manfaat.
Otonomi; derajad kebebasan dan keleluasaan yang dijinkan sesuai dengan skedul dan prosedur kerja.
Umpanbalik ; menunjukkan jumlah informasi langsung yang diterima dalam keefektifan kinerja pekerjaan.
Rotasi Pekerjaan: Suatu tehnik perancangan kembali suatu pekerjaan yang hanya diperuntukkan bagi karyawan yang punya kesempatan untuk pindah dari pekerjaan yang satu ke yang lainnya untuk belajar  dan memperoleh pengalaman dari keragaman tugas. Manfaatnya, antara lain meningkatkan keterampilan karyawan dalam melakukan pekerjaan lebih dari satu tugas.
Perluasan Pekerjaan: Pemberian pekerjaan tambahan kepada karyawan agar mereka mendapat pengetahuan dan pengalaman serta tanggungjawab baru. Syaratnya adalah beban kerja karyawan tidak menjadi berlebihan di atas standar operasi kerja organisasi. [18]
 Variabel organisasi, manusia dan teori management sangat berpengaruh terhadap rancangan pekerjaan, yang mana diuraikan sebagai berikut:
·                  Job Design pada Model Tradisional.
Job design pada model ini terdapat perbedaan tegas antara pemikir (thinking) dan pelaksana (doing). Prinsip dasarnya adalah bahwa pekerjaan-pekerjaan harus mengandung sejumlah tugas yang terkait/sejenis yang masing-masing menghendaki ketrampilan yang sejenis pula dan waktu belajar yang relatif singkat. Sehingga pekerja diharapkan dapat mempelajari dengan cepat dan mengikuti secara tepat metode dan aturan keputusan yang terinci yang akan diterapkan. Mekanisme hubungan kerja dan garis pertanggungjawaban menjadi tugas kewajiban atasan. Sedangkan bawahan hanya melakukan dan mematuhi aturan kerja.
·                  Job Design pada Model Human Relations.
Pada model ini job design mengalami sedikit perluasan nuansa dengan diberikannya perhatian pada human needs. Pengembangan hubungan yang baik sesama pekerja dan kesempatan untuk berkembang mulai mendapat tempat. Para atasan sudah mulai diberi tanggung jawab untuk dapat mengembangkan kelompok kerja yang bersatu padu suportif guna menghasilkan performa unit kerja yang baik. Para atasan juga dituntut untuk menciptakan suasana yang kondusif, akrab, bersatu padu, serta konsultatif.
·                  Job Design pada Model MSDM.
Pada model ini, dimulai dari asumsi bahwa hanya melalui pemanfaatan kemampuan self-directing dan self-control yang dimiliki oleh para anggota, dan melalui pemberian kesempatan yang lebih besar untuk terlibat aktif bersama-sama dengan atasan dalam proses penentuan dan penetapan tujuan atau sasaran organisasi. Dengan demikian para pekerja dan atasan bersatu padu menciptakan pekerjaan yang berorientasi pada tujuan bersama.[19]

·                  Studi kasus
           Perencangan shift kerja dibagi menjadi 3 shift kerja yaitu :shift 1, shift 2, shift 3, dengan mengasumsikan pekerja pada perusahaan tersebut di bagi menjadi 3 kelompok kerja, jadwal shift kerja yang kami ambil adalah :
1.               Shift 1 : 07.00-15.00 dengan waktu istirahat selama 60 menit yaitu pukul 12.00-01.00 yang digunakan oleh pekrja sebagai waktu shalat istirahat siang.
2.               shift II : 15.00-23.00 dengan waktu istirahat selama 60 menit dan di bagi 16.00-16.30 untuk waktu shalat ashar dan 18.30-19.30 wib untuk sholat magrib dan makan malam.
3.               shift III : 23.00-07.00 dengan waktu istirahat selamaa 90 menit yaitu pukul 04.00-05.30 yang digunakan pekerja untuk waktu istirahat dan shalat shubuh.
           Alas an shift malam lebih lama waktu istirahatnya karena beban kerja shift malam akan lebih berat disbanding shift lainnya. Hal tersebut di karenakan pukul 04 pagi, terjadi perubahan tingkat cortisol, suhu badan dan tingkat melatonin yang akan berpengaruh pada pekerja. Tidur sebentar dalam tugas shift malam berdampak positif untuk mengurangi kelelahan tanpa mengurangi kinerja(arora dkk, 2006). Waktu istirahat juga dapat mengurangi musculoskeletal discomfort(MSD), gangguan mata, mood dan kinerja pekerja (galainsky,dkk 2000).
           Alas an kami mengambil shift 1 di mulai dari pukul 07.00 adalah dengan mempertimbangkan waktu shift III yagn akan dijalani pekerja. Jika shift 1 dimulai dari pukul 08.00 maka shift II akan berakhir pukul 00.00 dan otomatis pekrjaan shift III dimulai pukul 00.00. disini kami mengasumsikan pekerja tersebut tidak seluruhnya tinggal dekat perusahaan tersebut. Jika shift III dimulai pukul 00.00 maka pekrja yang bertempat tinggal tidak dekat dengan perusahaan tersebut pasti akan mengalami beban fisikologis karena jika mereka pergi terlalu malam akan berdampak pada kesehatan pekerja tersebut.
Factor fisikologis dan lingkungan juga mempengaruhi karena diatas pukul 23.00 beban seperti mengantuk sudah mulai dirasakan oleh pekerja terlebih lagi jika pekerja tersebut pergi bekerja sendiri maka perasaan bosan akan muncul yang akan mengakibatkan ngantuk maka beban juga akan semakin berat, akibatnya factor timbulnya kecelakaan akan lebih besar. Akan tetapi jika pekerjaan shift III dimulai pukul 23.00 maka pekerja akan berangkat dari rumah mereka sebelum pukul 23.00 waktu tersebut jika di bandingkan dengan pukul 00.00 akan lebih baik dari segi psikologis dan fisiologis, setidaknya perasaan ngantuk yang dirasakan pekerja jika pergi bekerja sebelum pukul 23.00 akan lebih kecil disbanding bekerja pukul 23.00
           Perancangan rotasi kerja dilakukan dengan melakukan pergantian shift kerja setiap hari karena rotasi shift akan mempengaruhi tingkat kebosanan dari pekerja. Jika rotasi shift kerja terlalu lama maka tingkat kebosanan pekerja akan semakin tinggi dan stress akibat shift  kerja akan menyebabkan kelelahan ( fatique) yang dapat menyebabkan gangguan psikis pada pekerja, seperti ketidakpuasan dan iritasi.
           Rotasi shift kerja yang terlalu lama juga akan berpengaruh negative secara social terhadap hubungan keuarga seperti tingkat berkumpulnya anggota keluarga dan sering berakibat pada konflik keluarga. Oleh karena itu kami merancang rotasi shift kerja setiap harinya untuk menghindari terjadi kebosanan pada pekerja dan dampak lainnya. Perancangan rotasi kerja yang kami buat adalah sebagai berikut :
Minggu ke 1
Senin   Selasa   Rabu   Kamis  Jum’at  Sabtu    Minggu
A B C   A B C   A B C   A B C   A B C   A B C   A B C
1 2 3    3 1 2    2 3 1    1 2 3    3 1 2    2 3 1    1 2 3
Minggu ke 2
Senin   Selasa    Rabu  Kamis  Jum’at  Sabtu   Minggu
C B A    c b a    C B A   C B A   C B A   C B A   C B A
1 2 3    3 1 2    2 3 1    1 2 3    3 1 2    2 3 1    1 2 3
Minggu Ke 3
Senin   Selasa   Rabu   Kamis  Jum’at  Sabtu   Minggu
C A B   C A B   C A B   C AB    C A B   C A B   C A B
1 2 3    3 1 2    2 3 1    1 2 3    3 1 2    2 3 1    1 2 3
Minggu Ke 4 balik minggu ke 1
Senin   Selasa   Rabu   Kamis  Jum’at  Sabtu    Minggu
A B C   A B C   A B C   A B C   A B C   A B C   A B C
1 2 3    3 1 2    2 3 1    1 2 3    3 1 2    2 3 1    1 2 3
Dimana A  B  C         merupakan kelompok kerja
             1 2 3  Merupakan shift kerja
Alasan kami menggunakan rotasi kerja diatas adalah untuk mengoptimalkan pekerjaaan, danean memberikan waktu istirahat yang cukup bagi pekerja. Dengan skema rotasi diatas maka setiap kelompok kerja mempunyai waktu istirahat selama 8 jam sebelum mereka ekerja kembali. Pergantian shift juga akan dig anti setiap  minggunya, alasan mengapa setiap minggu dilakukan pergantian shift karena jika dimisalkan rotasi kerja seperti minggu pertama dan setiap minggunya tidak diganti, maka setiap minggunya kelompok C akan mendapatkan bekerja pada shift III sebanyak 3 kali, sementara kelompok kerja lain hanya mendapatkan kerja pada shift III sebanyak 2 kali. Oleh sebab itu untuk mencegah terjadinya ketidakadilan dalam pembagian rotsi shift kerja, maka setiap minggu juga dilakukan pergantian shift kerja jadi dalam setiap kelompok kerja setiap minggunya mendapatkan shift III sebanyak 3 kali. Hal itu dikarenakan bekerja pada shift III atau shift malam mendapatkan beban yang lebih berat dibanding kerja shift 1 atau II.
Pertanyaan :
1.                     apakah menurut anda Rotasi kerja atau pergantian shift kerja bisa efektif untuk menghilangkan rasa bosan atau suntuk bagi seorang karyawan ?
2.                     menurut anda ? jika anda sebagai seorang karyawan hal-hal seperti apa yang akan anda lakukan untuk menghindari kebosanan, kejenuhan,dan rasa ngantuk, jika bekerja pada shift malam hari??
3.                     Apa dampak positif dan dampak negative dari rotasi kerja atau pergantian shift tersebut? Jelaskan ?

2.11 PENGAMBILAN KEPUTUSAN
A.    Hakekat Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah tindakan pemilihan alternatif. Hal ini berkaian dengan fungsi manajemen.. Misalnya, saat manajer merencanakan, mengelola, mengontrol, mereka membuat keputusan. Akan tetapi, ahli teori klasik tidak menjelaskan peng keputusan tersebut secara umum. Pelopor teori manajemen seperti Fayol dan Urwick membahas pengambilan keputusan mengenai pengaruhnya pada delegasi dan otoritas, sementara bapak manajemen-Frederick W. Taylor- hanya menyinggung metode ilmiah sebagai pendekatan untuk pengambilan keputusan. Seperti kebanyakan aspek teori organisasi modern, analisis awal pengambilan keputusan dapat ditelusuri pada Chester Barnard. Dalam The Functions of the Exec Barnard memberikan analisis komprehensif mengenai pengambilan keputusan clan menyat "Proses keputusan ... merupakan teknik untuk mempersempit pilihan."
Kebanyakan pembahasan proses pengambilan keputusan terbagi dalam beberapa langkah. Hal ini dapat ditelusuri dari ide yang dikembangkan Herbert A. Simon, ahli teori kepufusan dan organisasi yang memenangkan hadiah Nobel, yang mengonseptualisasikan tiga tahap utama dalam proses, pengambilan keputusan:



l.      Aktivitas inteligensi. Berasal dari pengertian militer "intelligence," Simon mendeskripsikan tahap awal ini sebagai penelusuran kondisi lingkungan yang memerlukan pengambilan keputusan.
2.     Aktivitas desain. Selama tahap kedua, mungkin terjadi tindakan penemuan, pengembangan, dan analisis masalah.
3.     Aktivitas memilih. Tahap ketiga dan terakhir ini merupakan pilihan sebenarnya-memilih tindakan tertentu dari yang tersedia.

        Berhubungan dengan tahap-tahap tersebut, tetapi lebih empiris (yaitu, menelusuri keputwq sebenarnya dalam organisasi), adalah langkah pengambilan keputusan menurut Mintzberg a koleganya:
1.  Tahap identifikasi, di mana pengenalan masalah atau kesempatan muncul dan diagnosis dibuat Diketahui bahwa masalah yang berat mendapatkan diagnosis yang ekstensif dan sistematis, tep masalah yang sederhana tidak.
2.  Tahap pengembangan, di mana terdapat pencarian prosedur atau solusi standar yang ada as mendesain solusi yang baru. Diketahui bahwa proses desain merupakan proses pencarian d percobaan di mana pembuat keputusan hanya mempunyai ide solusi ideal yang tidak jelas.
3. Tahap seleksi, di mana pilihan solusi dibuat. Ada tiga cara pembentukan seleksi: dengan penilainn pembuat keputusan, berdasarkan pengalaman atau intuisi, bukan analisis logis; dengan analisis alternatif yang logis dan sistematis; dan dengan tnwar-menawar saat seleksi melibatkan kelompok pembuat keputusan dan semua manuver politik yang ada. Sekali keputusan diterima secara formal, otorisasi pun kemudian dibuat.
Gambar 1. Tahap Pengambilan Keputusan dalam Organisasi Menurut Mintzberg
Gambar 1  merangkum tahap pengambilan keputusan berdasarkan penelitian Mintzberg. Baik terekspresi dalam tahap Simon maupun Mintzberg, terdapat langkah awal yang dapat diidentifikasi yang menghasilkan aktivitas pemilihan dalam pengambilan keputusan. Perlu dicatat bahwa pengambilan keputusan merupakan proses dinamis, terdapat banyak celah berupa umpan balik dalam setiap tahap. "Celah umpan balik dapat disebabkan oleh masalah waktu, politik, ketidaksetujuan antarmanajer, ketidakmampuan untuk mengidentifikasi alternatif yang tepat atau mengimplementasikan solusi, pergantian manajer, atau munculnya alternatif baru secara tiba-tiba. Yang penting adalah pengambilan keputusan merupakan proses dinamis.
Proses dinamis ini mempunyai implikasi perilaku dan strategis pada organisasi. Penelitian empiris terbaru mengindikasikan bahwa proses keputusan yang mencakup pembuatan pilihan strategis menghasilkan keputusan yang baik dalam organisasi 6 tetapi masih terdapat banyak masalah, yakni manajer mengambil keputusan yang salah.' Kembali ke peranan dominan yang dimainkan teknologi informasi dalam analisis dan praktik pengambilan keputusan yang efektif,e relevansi studi dan aplikasi perilaku organisasi ini adalah apa yang disebut perilaku pengambilan keputusan.

B. Perilaku Pengambilan Keputusan
Perilaku pengambilan keputusan berkaitan dengan ahli teori perilaku organisasi seperti dalam buku March dan Simon, Organization, pada tahun 1958, tetapi bidang tersebut menjadi lebih menarik dengan topik seperti motivasi dan tujuannya, dan menekankan berkurangnya pengambilan keputusan. Bidang :perilaku pengambilan keputusn dikembangkan di luar jalur teori dan penelitian perilaku organisasi oleh psikolog kognitif dan ahli teori keputusan dalam ilmu ekonomi dan informasi. Akan tetapi, baru­baru ini muncul kembali minat mengenai perilaku pengambilan keputusan, dan kembali ke jalur bidang perilaku organisasi.
Meskipun teori pengambilan keputusan klasik berjalan dalam asumsi rasionalitas dan kepastian, tetapi tidak begitu halnya dengan teori keputusan perilaku. Ahli teori perilaku pengambilan keputusan sependapat bahwa individu mempunyai keterbatasan kognitif. Kompleksitas organisasi dan dunia secara umum menyebabkan individu bertindak dalam situasi ketidakpastian dan informasi begitu arnbigu dan tidak lengkap." Kadang-kadang risiko dan ketidakpastian ini menyebabkan pembuat kepuhisan organisasi mempunyai keputusan yang diragukan, atau tidak etis (lihat Contoh Aplikasi OB: Wengikuti Persaingan atau Tersingkir?) Dikarenakan ketidakpastian dan ambiguitas, sejumlah model pengambilan keputusan telah ada selama bertahun-tahun. Dasar dan titik awal untuk mengembangkan menganalisis berbagai model perilaku pengambilan keputusan adalah tetap mempertahankan tingkat dan arti rasionalitas.
C. Rasionalisasi Keputusan
           Definisi Rasionalisasi yang paling sering digunakan dalam pengambilan keputusan adalah bahwa hal tersebut merupakan rencana tujuan. Jika sebuah rencana dipilih untuk mencapai tujuan yang diinginkan, maka keputusan dikatakan rasional, tetapi, terdapat banyak komplikasi untuk tes rasionalitas yang sederhana. Pada awalnya, sulit untuk memisahkan rencana dari tujuan karena yang nyata mungkin hanya merupakan rencana untuk tujuan di masa depan. Ide ini umumnya disebut rangkaian atau hierarki rencana-tujuan. Simon menunjukkan bahwa "hierarki rencana-tujuan. merupakan rangkaian yang jarang terhubung dan terintegrasi sepenuhnya. Hubungan antara aktivitas organisasi dan tujuan akhir kerap kali tidak jelas, atau tujuan akhir tidak sepenuhnya dirumuskan, atau terdapat konflik internal dan kontradiksi antara tujuan akhir, atau antara rencana yang dipilih untuk mempertahankan tujuan.
           Selain komplikasi yang berhubungan dengan rangkaian rencana-tujuan, ada kemungkinan konsep tersbut tidak terpakai. Pengambilan keputusan yang relevan dengan ekonomi nasional mendukung posisi ini. Pembuat keputusan yang mencari penyesuaian rasional dalam sistem ekonomi mungkin menghasilkan hasil akhir yang tidak diinginkan atau yang tidak dapat diantisipasi. Simon juga memperingatkan bahwa analisis rencana-tujuan yang sederhana mungkin menghasilkan kesimpulan yang tidak akurat.
           Salah satu cara untuk mengklarifikasi rasionalitas rencana-tujuan adalah menggunakan kete­raagan tambahan yang tepat dan berkualitas pada berbagai jenis rasionalitas. Hal tersebut menunjukkan rasionalalisasi objektif dapat diterapkan pada keputusan yang memaksimalkan nilai dalam situasi tertentu. Rasionalisasi subjektif dapat digunakan jika keputusan memaksimalkan hasil dalam kaitannya  dengan pengetahuan subjek tertentu. Rasionalitas dengan sengaja dapat diterapkan pada keputusan di maana penyesuaian rencana untuk tujuan merupakan proses dengan sengaja. Keputusan dianggap rasional saat penyesuaian rencana pada tujuan dicari oleh individu atau organisasi; keputusan dianggap rasional secara organisasi jika dimaksudkan untuk tujuan organisasi; dan keputusan dianggap rasional secara personal jika diarahkan pada tujuan pribadi.




D. Model Perilaku Pengambilan Keputusan
     Terdapat banyak model deskriptif dari perilaku pengambilan keputusan. Akibatnya, hal ini menjadi model untuk banyak perilaku pengambilan keputusan manajemen. Model berusaha mendeskripsikan secara teoritis dan realistis bagaimana manajer praktik mengambil keputusan. Secara khusus, model berupaya menentukan seberapa rasional pembuat keputusan manajemen. Model berkisar dari rasionalitas lengkap, seperti dalam kasus model rasionalitas ekonomi klasik, sampai sepenuhnya tidak rasional, seperti dalam kasus model sosial
1.  Model Rasionalitas Ekonomi
Model ini berasal dari model ekonomi klasik di mana pembuat keputusan sepenuhnya rasional daam, segala hal. Berkaitan dengan aktivitas pengambilan keputusan, terdapat asumsi:
a. Keputusan akan sepenuhnya rasional dalam hal rencana-tujuan.
b. Terdapat sistem pilihan yang lengkap dan konsisten yang memungkinkan pemilihan alternatif
c.  Kesadaran penuh terhadap semua kemungkinan alternatif.
d. Tidak ada batasan pada kompleksitas komputasi yang dapat ditampilkan untuk menentukan alternatif terbaik.
e.  Probabilitas kalkulasi tidak menakutkan ataupun misterius.
Model rasionalitas ekonomi pembuat keputusan selalu berusaha memaksimalkan hasil dalam perusahaan bisnis, dan keputusan akan diarahkan kepada titik p maksimum di mana biaya marjinal sama dengan pendapatan marjinal (MC = MR).
Banyak ekonom dan ahli teori keputusan kuantitatif tidak menyatakan bahwa gambaran ini merupakan model perilaku pengambilan keputusan modern yang deskriptif dan realistis. tetapi banyak sekolah bisnis mengajarkan model rasional dan metode kuantitatif, karena itu banyak manajer masih menyamakan pengambilan keputusan manajemen yang "baik" dengan pendekatan tersebut. Akan tetapi, kesetiaan pada pendekatan ini bisa berbahaya dan mungkin menyebabkan banyak masalah. Seperti dinyatakan oleh Peters dan Waterman dalam buku In Search of Excellence: "Pendekatan alterratif dan rasional pada manajemen mendominasi sekolah bisnis. Pendekatan tersebut mencari pembenaran yang terpisah dan analitis untuk semua keputusan. Hal ini bisa saja salah dan membuat kita sangat tersesat.”
Secara jelas, Peters dan Waterman tidak mengatakan "buang yang buruk," dan tidak mengki model rasional. Model rasional telah terbentuk dan akan terus memberi kontribusi signifikan un pengambilan keputusan yang efektif. Misalnya, tenaga pemasaran yang paling sukses, seperti Pro & Gamble, Cheesebrough-Pond's, dan Ore-Ida, terkenal dengan pendekatan rasional mereka , menggunakan dukungan kuantitatif. Inti yang dicapai Peters dan Waterman adalah bahwa mc rasional bukan menjadi akhir pengambilan keputusan secara efektif dan jika terdapat perbedaan, tersebut menyebabkan kesalahpahaman dan mengganggu proses pengambilan keputusan.
2.      Teknik Rasional Modern: ABC, EVA, dan MVA
           Baru-baru ini, teknik akuntansi dan finansial tradisional yang berdasarkan model rasionalitas ekonomi telah mengalami perubahan radikal. Misalnya, perusahaan terkenal seperti Daimler-Chrysler, Union Carbide, Hewlett-Packard, dan General Electric telah beralih ke jenis akuntansi yang baru. Untuk mengelola biaya dengan lebih baik, mereka menggunakan activity-based costing, atau disebut ABC. Secara tradisional, akuntansi mengidentifikasi biaya menurut kategori pengeluaran (misalnya, gaji, suplai, dan biaya tetap). Sebaliknya, ABC menentukan biaya menurut apa yang dibayar untuk tugas berbeda yang dikerjakan karyawan. Dalam ABC, biaya yang berhubungan dengan aktivitas seperti memproses pesanan penjualan, mempercepat pesanan pemasok dan atau pelanggan, memecahkan masalah kualitas pemasok dan atau masalah pengantaran, dan memperlengkapi mesin, dihitung. Metode ABC dan tradisional mencapai biaya yang sama, tetapi ABC memberi pembuat keputusan rincian data biaya yang jauh lebih akurat. Misalnya, B2B (bisnis untuk bisnas menggunakan internet ternyata mengurangi akuisisi dan distribusi biaya perusahaan yang diidentifikasi, dan di Hewlet Packard, saat ABC menunjukkan bahwa pengujian desain dan bagian baru sangat mahal, maka tehnisi segera mengubah rencana pada komponen yang memerlukan sedikit pengujian, dengan demikian sangat memperkecil biaya.
          



3.  Model Sosial
           Pada sisi yang berlawanan dengan model rasionalitas ekonomi adalah model sosial yang digambarkan psikologi. Sigmund Freud memandang manusia sebagai sekumpulan perasaan, emosi, dan naluri, dengan perilaku yang dipandu oleh keinginan yang tidak disadari. Secara jelas, jika ini merupakan deskripsi  yang lengkap, maka orang akan tidak dapat membuat keputusan yang efektif.
Meskipun banyak psikolog kontemporer memperdebatkan deskripsi manusia Freudian, hampir semuanya sependapat bahwa pengaruh psikologi mempunyai dampak signifikan pada perilaku pengambilan keputusan. Selanjutnya, tekanan dan pengaruh sosial mungkin menyebabkan manajer membuat keputusan yang tidak rasional. Eksperimen konformitas yang dilakukan oleh Solomon Asch menunjukkan ketidakrasionalan manusia. Studinya menggunakan 7 kelompok dengan masing-masing 9 subjek. Mereka diberitahu bahwa tugas mereka adalah membandingkan panjang garis. Semua kecuali satu 'subjek' dalam setiap kelompok mempunyai eksperimenter yang diatur sebelumnya agar ada 12 jawaban yang salah dari 18 percobaan penilaian garis. Sekitar 37 persen dari 123 mahasiswa yang naif menyerah pada tekanan kelompok dan memberikan jawaban yang salah pada 12 situasi tes. Dengan kata lain, lebih dari sepertiga subjek eksperimen memberikan jawaban yang mereka tahn adalah salah.
Jika lebih dari sepertiga subjek Asch mengonformasikan kondisi "benar dan salah", "hitam dan putih" dengan membandingkan panjang garis, maka kesimpulan logis adalah dunia nyata yang "kelabu" ini penuh dengan konformis tidak rasional. Memerlukan sedikit imajinasi untuk menyamakan garis Asch dengan alternatif keputusan manajemen. Sepertinya terdapat sedikit keraguan mengenai pentingnya alternatif keputusan manajemen. Selain itu, terdapat banyak dinamika psikologi lainnya. Misalnya, terdapat kecenderungan pembuat keputusan tetap pada alternatif keputusan yang buruk meskipun ada kemungkinan bahwa sesuatu dapat diubah. Staw dan Ross mengidentifikasi empat alasan utama mengapa fenomena ini terjadi. Fenomena ini disebut eskalasi komitmen, yang terjadi karena:
Karakteristik proyek. Hal ini mungkin alasan utama untuk keputusan eskalasi. Karakterist& tugas atau proyek seperti keuntungan atau investasi tertunda atau masalah temporer mungkin menyebabkan pengambil keputusan tetap atau meningkatkan komitmen pada tindakan yang salah.


A.                Determinan psikologi. Jika keputusan menjadi buruk, manajer mempunyai kesalahan pemprosesan informasi (menggunakan faktor bias atau mengambil risiko lebih daripada pembenaran), karena pembuat keputusan melibatkan egonya, maka informasi negatif diabaikan dan perisai pertahanan pun dibangun.
B.                 Kekuatan sosial. Mungkin pengambil keputusan mendapat tekanan dari rekan kerja dan atau mereka perlu mempertahankan gengsi sehingga mereka terus atau mengeskalasi komitmen untuk tindakan yang salah.
C.                 Determinan organisasi. Bukan hanya karakteristik proyek yang mengalami eskalasi keputusan yang buruk-begitu juga kegagalan dalam komunikasi, disfungsi politik, dan bertahan pada perubahan.

Penelitian terbaru mendukung eskalasi komitmen sebagai hubungan pelengkap interaktif antara prediktor sunk cost (misalnya, dikarenakan sejumlah waktu dan jam yang dihabiskan sebelumn pembuat keputusan menjadi terhambat secara psikologis) dan penyelesaian proyek (misalnya, memutuskan untuk terus menghabiskan waktu dan uang akan meningkatkan kemungkinan penyelesaian proyek yang sukses).
Tentu saja, orang yang sepenuhnya tidak rasional, digambarkan oleh Freud terlalu eksteem Akan tetapi, eskalasi komitmen dan dinamika manusia lain yang dibahas pada buku ini menunjukkan bahwa terdapat sedikit keraguan mengenai peranan penting bahwa kompleksitas manusia d dan memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan manajemen. Beberapa perilaku manajemen tidak rasional, tetapi masih sangat realistis. Misalnya, penulis dan koleganya melakukan dua studi yang menunjukkan bahwa subjek dengan pengalaman di laboratorium dan lapangan yang tidak memiliki banyak pengalaman komputer lebih terpengaruh dalam aktivitas keputusan dengan informasi yang disajikan oleh komputer daripada dengan informasi yang disajikan oleh prosedur laporan nonkomputer. Sebaliknya, kenyataan yang berkebalikan berlaku pada subjek dengan pengalaman komputer. Dengan kata lain, aktivitas pilihan sang pembuat keputusan dipengaruhi, sekalipun dengan tipe format informasi yang disajikan kepada mereka. Manajer tanpa pengalaman komputer mungkin masih diintimidasi oleh teknologi informasi dan lebih menghargainya, sementara orang dengan pengalaman TI mungkin sangat skeptis dan meremehkan kepentingannya.


4.  Model Rasionalitas Terbatas dari Simon
Untuk mempresentasikan model rasionalitas ekonomi yang lebih realistis, Herbert Simon mengajukan Mode1 alternatif. Dia merasa bahwa perilaku pengambilan keputusan manajemen dapat dideskripsikan sebagai berikut:
Dalam memilih alternatif, manajer berusaha meminimalkan kepuasan, atau mencari sesuatu yang memuaskan atau "cukup bagus." Contoh kriteria kepuasan minimal adalah keuntungan yang memadai atau saham pasar dan harga yang adil.
a.          Mereka menyadari bahwa dunia yang mereka rasakan merupakan model dunia nyata yang disederhanakan secara drastis. Mereka puas dengan penyederhanaan tersebut karena mereka yakin dunia nyata adalah kosong.
b.         Karena mereka mengejar kepuasan minimal daripada yang maksimal, mereka dapat membuat pilihan tanpa menentukan semua kemungkinan alternatif perilaku dan tanpa memastikan bahwa ini sudah mencakup semua alternatif.
c.          Karena mereka memperlakukan dunia itu kosong, mereka dapat membuat keputusan hanya dengan metode pengalaman atau trik perdagangan atau kekuatan kebiasaan. Teknik tersebut tidak menuntut kemustahilan dari kapasitas pemikiran mereka.

Dalam perbandingannya dengan model rasionalitas ekonomi, model Simon juga rasional dan maksimal, tetapi terbatas. Pembuat keputusan berakhir dengan kepuasan minimal karena mereka tidak mempunyai kemampuan untuk memaksimalkan. Kasus pemaksimalan perilaku dirangkum dengan menyatakan bahwa tujuannya adalah dinamis, bukan statis; informasi kurang sempurna; terdapat sasasan waktu dan biaya; tawaran altematif kurang disukai; dan efek kekuatan lingkungan tidak dapat diabaikan. Model Simon menyatakan keterbatasan ini. Asumsi model rasionalitas ekonomi tradisional dipandang tidak realistis. Tetapi dalam analisis akhir, terdapat perbedaan antara model rasionalitas ekonomi dan model Simon karena dalam beberapa situasi pendekatan minimalis meningkat, sementara dalam kondisi lain, minimalisasi dan maksimalisasi merupakan hal yang jauh berbeda.
Banyak variabel ekonomi, sosial, dan organisasi memengaruhi tingkat di mana minimalisasi kepzuasan menjadi maksimal. Contoh variabel ekonomimya adalah struktur pasar. Semakin kompetitif pasar, minimalisasi kepuasan semakin maksimal. Dalam pasar komoditi agrikultur, minimalisasi perlu berubah menjadi maksimalisasi. Pada umumnya, ekonom menyadari bahwa dalam lingkungan yang sepenuhnya kompetitif, maksimalisasi keuntungan membuat perusahaan dapat bertahan. Dengan demikian, pembuat keputusan harus memaksimalkan keputusan. Dalam pasar oligopolistik (misalnya, industri otomotif dan baja), minimalisasi berbeda dengan maksimalisasi. Perusahaan oligopolistik dapat bertahan dalam keuntungan atau saham pasar. Mereka tidak harus berjalan pada titik di mana biaya marjinal sama dengan pendapatan marjinal.. Dalam kenyataannya, mereka mungkin terhindar dari maksimalisasi.
Selain batasan pasar ekonomi, dalam praktiknya terdapat banyak rintangan sosial yang mencegah maksimalisasi. Beberapa rintangan sosial tersebut tidak disadari oleh pembuat keputusan organisasi. Contohnya adalah daya tahan terhadap perubahan, keinginan akan status, memerhatikan citra, politik, organisasi, dan kebodohan. Sebaliknya, pembuat keputusan mungkin secara sadar menghindari maksimalisasi secara sadar. Contoh perilaku mencakup keputusan yang mengecilkan hati peserta kompetisi atau investigasi yang menentang penggabungan industri, mengendalikan permintaan serikat , atau mempertahankan kepercayaan konsumen.
5.  Heulistik Penilaian dan Model Bias
Bazerman menyatakan bahwa model rasionalitas terbatas dari Simon dan konsep minimalisasi merupakan perluasan penting dari model rasionalitas ekonomi, tetapi model tersebut tidak mendiskripsikan bagaimana penilaian akan dibiaskan. Dengan demikian, lebih jauh mengenai model rasionalitas terbatas, pada bidang perilaku organisasi muncul model kognitif yang bias sistematis memengaruhi penilaian.
Heuristik penilaian dan model bias berasal dari Kahneman dan Tversky, ahli teori yang menyatakan bahwa pembuat keputusan mengandalkan heuristik (penyederhanaan strategi atau metode berdasarkan pengalaman). Bersama dengan Herbert Simon, seorang ahli teori keputusan perilaku, Daniel Kahneman (dan jika belum meninggal pada tahun 1996 juga bersama kolabornya Amos Tversky) memenangkan hadiah Nobel atas karyanya pada tahun 2002. Mereka menekankan bahwa pembuat keputusan mempertimbangkan keadilan, kejadian masa lalu, keenganan untuk rugi, dan bagaimana keputusan dibingkai, yang dulunya diabaikan para ekonom. Sebagai contoh saat Kahneman dan Tversky secara hipotesis memutuskan langkah untuk menangani penyakit, banyak yang memilih langkah yang menyelamatkan 80 persen orang daripada langkah yang membunuh 20 persen. Heuristik penilai tersebut mengurangi permintaan kebutuhan informasi pembuat keputusan dan secara nyata membantu dengan cara berikut ini:

a.    Merangkum pengalaman masa lalu dan memberikan metode yang mudah untuk mengevaluasi masa sekarang
b.   Mengganti metode berdasarkan pengalaman atau "prosedur operasi standar" untuk mengumpulkan dan menghitung informasi yang lebih kompleks
c.    Menyelamatkan aktivitas mental dan proses kogniti

Akan tetapi, meskipun heuristik kognitif menyederhanakan clan membantu pembuat keputusan dalam situasi tertentu penggunaannya dapat menyebabkan eror dan hasil bias secara sistematis. Tuga bias utama yang teridentifikasi membantu menjelaskan bagaimana penilaian tersebut menyimpng dari proses rasional. Pertanyaan berikut ini akan membantu memahami dan memberikan bias:
a.       Apakah ada banyak kata dalam bahasa Inggris yang (a) dimulai dengan huruf r atau (b) mempunyai r sebagai huruf ketiga?
b.      Suatu hari dalam rumah sakit metropolitan yang besar, tercatat 8 kelahiran menurut dan waktu kelahiran. Urutan kelahiran mana yang paling mungkin untuk melaporkan tersebut (B = anak laki-laki; G = anak perempuan)?
a. BBBBBBBB         b. BBBBGGGG         c. BGBBGGGB
                       c.   Seorang teknisi yang baru diterima di sebuah perusahaan komputer di area metropolitan Bostom mempunyai pengalaman empat tahun dan kualifikasi yang bagus. Saat diminta memperkirakan gaji awal untuk karyawan ini, asisten staf saya (yang sedikit mengenal profesi atau insdustri) menebak gaji tahunan $23,000. Berapa perkiraan Anda? $ _per tahun 33






E. Gaya Pengambilan Keputusan
Selain model rasionalitas keputusan, pendekatan lain untuk perilaku pengambilan keputusan berfokus pada gaya yang digunakan manajer dalam memilih alternatif. Misalnya, contoh tipologi gaya keputusan yang menggunakan manajer sebagai representatif mengidentifikasi: (1) Karismatik (antusias, menarik, banyak bicara, dominan): Richard Bronson dari Virgin Atlantic atau Herb Kelleher, pendiri Southwest Airlines; (2) Pemikir (kekuatan otak, pintar, logis, akademis): Michael Dell dari Dell Computer aim Bill Gates dari Microsoft; (3) Skeptis (banyak permintaan, mengganggu, tidak menyenangkan, suka melawan): Steve Case dari AOL-Time Warner atau Tom Siebel dari pengembang perangkat Siebel Systems; (4) Pengikut (tanggung jawab, berhati-hati, mengikuti tren, tawar-Menawar)Peter Coors dari Coors Brewery atau Carly Fiorina dari Hewlett Packard; dan (5) Pengendali (logis, tidak emosional, bijaksana, cermat, akurat, analitis): Mantan CEO Ford Jacques Nasser atau Martha Stewart dari Omnimedia) Gaya-gaya ini merefleksikan sejumlah dimensi psikologi termasuk bagaimana pembuat keputusan merasakan apa yang terjadi di sekitar mereka dan bagaimana mereka memproses informasi
Matriks gaya perilaku pengambilan keputusan 2 x 2 dapat dikategorikan menjadi dua dimensi orientasi nilai dan toleransi untuk ambiguitas. Orientasi nilai berfokus pada perhatian pembuatan keputusan terhadap masalah tugas dan teknis yang berlawanan dengan perhatian pada manusia manusia dan sosial. Toleransi orientasi ambigu mengukur berapa banyak struktur dan control yang diperlukan pembuat keputusan (keinginan untuk ambigu yang rendah) berlawanan dengan perjuangan dalam situasi tidak menentu (keinginan untuk ambigu yang tinggi). Dua orientasi dengan dimensi rendah dan tinggi digambarkan dalam matriks yang ditunjukkan pada Gambar 11.3, dengan empat gaya pengambilan keputusan: direktif, analitik, konseptual, dan perilaku.

     1.   Gaya Direktif
           Pembuat keputusan gaya direktif mempunyai toleransi rendah pada ambiguitas, dan berorienytasi pada tugas dan masalah teknis. Pembuat keputusan ini cenderung lebih efisien, logis, pragmatis dan sistematis dalam memecahkan masalah. Pembuat keputusan direktif juga berfokus pada fakta dan menyelesaikan segala sesuatu dengan cepat. Mereka berorientasi pada tindakan, cenderung mempunyai fokus jangka pendek, suka menggunakan kekuasaan, ingin mengontrol, dan secan menampilkan gaya kepemimpinan otokratis.

     2.   Gaya Analitik
           Pembuat keputusan gaya analitik mempunyai toleransi yang tinggi untuk ambiguitas dan tugas yang  kuat serta orientasi teknis. Jenis ini suka menganalisis situasi; pada kenyataannya, mereka cenderung terlalu menganalisis sesuatu. Mereka mengevaluasi lebih banyak informasi dan alternatif darpada pembuat keputusan direktif. Mereka juga memerlukan waktu lama untuk mengambil kepuputusan mereka merespons situasi baru atau tidak menentu dengan baik. Mereka juga cenderung mempunyai gaya kepemimpinan otokratis.

     3.   Gaya Konseptual
           Pembuat keputusan gaya konseptual mempunyai toleransi tinggi untuk ambiguitas, orang yang kuat dan peduli pada lingkungan sosial. Mereka berpandangan luas dalam memecahkan masalah dan suka mempertimbangkan banyak pilihan dan kemungkinan masa mendatang. Pembuat keputusan ini membahas sesuatu dengan orang sebanyak mungkin untuk mendapat sejumlah informasi dan kemudian mengandalkan intuisi dalam mengambil keputusan. Pembuat keputusan konseptual juga berani mengambil risiko dan cenderung bagus dalam menemukan solusi yang kreatif atas masalah. Akan tetapi, pada saat bersamaan, mereka dapat membantu mengembangkan pendekatan idealistis dan ketidakpastian dalam pengambilan keputusan..

4.   Gaya Perilaku
           Pembuat keputusan gaya perilaku ditandai dengan toleransi ambiguitas yang rendah, orang yang kuat dan peduli lingkungan sosial. Pembuat keputusan cenderung bekerja dengan baik dengan orang lain dan menyukai situasi keterbukaan dalam pertukaran pendapat. Mereka cenderung menerima saran, sportif dan bersahabat, dan menyukai informasi verbal daripada tulisan. Mereka cenderung menghindari konflik dan sepenuhnya peduli dengan kebahagiaan orang lain. Akibatnya, pembuat keputusan mempunyai kesulitan untuk berkata 'tidak' kepada orang lain, dan mereka tidak membuat keputusan yang tegas, terutama saat hasil keputusan akan membuat orang sedih.

F. Implikasi Gaya Keputusan
Penelitian menunjukkan bahwa pembuat keputusan cenderung mempunyai lebih dari satu gaya dominan. Pada umumnya, manajer mengandalkan dua atau tiga gaya keputusan, dan hal ini akan bervariasi menurut pekerjaan, tingkat kerja, dan budaya. Gaya tersebut dapat digunakan untuk menentukan kekuatan dlan kelemahan pembuat keputusan. Misalnya, pembuat keputusan analitis membuat keputusan yang cepat, tetapi mereka juga cenderung otokrat dalam cara melakukan sesuatu. Sama halnya, pembuat keputusan konseptual bersifat inovatif dan berani mengambil risiko, tetapi mereka sering tidak tegas. Gaya ini membantu menjelaskan mengapa manajer yang berbeda membuat keputusan yang berbeda setelah mengevaluasi informasi yang sama. Secara keseluruhan, analisis gaya pembuat keputusan berguna dalam memberikan pemikiran mengenai bagaimana menghadapi berbagai gaya pengambilan keputusan.
G. Teknik Pengambilan Keputusan

1.   Teknik Partisipatif
Kebanyakan teknik berorientasi pada perilaku, setidaknya secara tradisional, masuk dalam kategori partisipatif. Sebagai teknik pengamhilan keputusan, partisipatif mencakup individu atau kelompok aalam proses 46 la dapat dilakukan secara formal maupun informal, dan memerlukan keterlibatan intelektual, emosional, dan fisik. Sejumlah partisipasi dalam pengambilan keputusan berkisar dari tidak ada partisipasi pada satu sisi, di mana manajer membuat keputusan dan tidak meminta bantuan atau :de dari siapapun, sampai partisipasi penuh pada sisi lainnya, di mana setiap orang yang berhubungan Jan terpengaruh oleh keputusan, sepenuhnya terlibat. Dalam praktiknya, tingkat partisipasi ditentukan, oleh faktor pengalaman individu atau kelompok dan sifat tugas. Semakin banyak pengalaman, semakin terbuka, serta semakin tidak terstrukturnya tugas, partisipasi di dalamnya pun semakin banyak
Partisipasi semakin diminati dalam organisasi saat ini,. Teknik partisipasi telah dibicarakan sejak awal gerakan hubungan manusia. Dan sekarang, karena tekanan kompetisi, eliminasi hubungan, herarki bawahan-atasan, dan munculnya tim, struktur horisontal, dan teknologi informasi terbatas, maka organisasi, tim, dan manajer individu secara efektif menggunakan teknik tersebut: misalnya, melalui penggunaan teknologi informasi, insinyur Raython di Dallas dihadapkan dengan keputusan teknis. Setelah mencari masalah yang sesuai dengan proyek perpustakaan online, insinyur tersebut mengirim e-mail ke koleganya yang berkantor di West Coast yang mencoba menjawab pertanyaan yang sama dan mereka bersama-sama memecahkan masalah tersebut.
Teknik partisipasi diterapkan secara informal pada individu atau tim atau secara formal pada .program. Teknik partisipasi individu adalah di mana karyawan memengaruhi pengambilan keputusan manajer. Partisipasi kelompok menggunakan teknik konsultasi dan demokrasi. Manajer meminta dan menerima keterlibatan karyawan dalam partisipasi konsultasi, tetapi manajer mempertahankan hak untuk membuat keputusan. Dalam bentuk demokrasi, terjadi partisipasi total, dan kelompok, bukan per individu, membuat keputusan akhir dengan konsensus atau suara terbanyak.
Terdapat banyak atribut positif clan negatif dari pengambilan keputusan partisipasi. Menye­imbangkan atribut tersebut dalam mengevaluasi keefektifan pengambilan keputusan partisipasi merupakan hal yang sulit karena keterlibatan faktor-taktor seperti gaya kepemimpinan atau kepribadian. Faktor situasional, lingkungan, dan kontekstual  serta ideology. Meskipun terdapat juga dukungan penelitian umum, bentuk teknik partisipasi yang berbeda mempunyai hasil yang berbeda. Misalnya, partisipasi informal mempunyai efek positif pada produktivitas dan kepuasan karyawan; partisipasi representasi mempunyai dampak positif pada kepuasan, tetapi tidak pada produktivitas; dan partisipasi jangka pendek tidak efektif pada kedua criteria.
Persoalanya adalah kecenderungan terhadap pseudo-partisipasi (partisipasi palsu). Banyak manajer meminta partisipasi, tetapi saat bawahan menanggapinya dengan memberi saran atau coba memberi masukan pada sebuah keputusan, mereka diabaikan dan tidak pernah menerima umpan balik apa pun. Dalam beberapa kasus, manajer mencoba membuat orang terlibat dalam tugas, tetapi tidak dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini dapat menyebabkan bumerang pada kepuasan karyawan. Jika manajer menginginkan partisipasi karyawannya, tetapi tidak pernah melibatkan mereka secara intelektual atau emosional serta tidak pernah menggunakan saran mereka, maka hasilnya negatif. Partisipasi juga menghabiskan waktu dan mempunyai beberapa kerugian umum seperti pelemparan tanggung jawab. Akan tetapi, dari sudut pandang perilaku, keuntungan pengambilan keputusan partisipasi lebih banyak daripada kerugiannya. Mungkin keuntungan terbesarnya adalah teknik partisipasi pengambilan keputusan menyatakan bahwa setiap orang dapat membuat kontribusi signifikan terhadap pencapaian sasaran organisasi.

2. Teknik Keputusan Kelompok
Sejauh ini, kemajuan yang terjadi dalam pengambilan keputusan selama beberapa tahun belakan ini dikarenakan teknologi informasi. Sistem informasi manajemen (SIM), sistem pendukung keputusan (DSS) terkomputerisasi, data warehousing dan mining, dan sistem canggih dan para ahli semakin ban} digunakan untuk membantu manajer membuat keputusan yang lebih baik. Pendekatan berdasarkan informasi mempunyai dampak dan kesuksesan besar. Akan tetapi terdapat beberapa kesimpulan penelitian terbaru yang mengindikasikan bahwa teknologi informasi seperti DSS mungkin bukan solusi akhir untuk pengambilan keputusan yang efektif. Misalnya, suatu studi menemukan bahwa lebih banyak informasi disediakan dan dipertukarkan oleh kelompok den menggunakan DSS, tetapi saat dibandingkan dengan kelompok tanpa DSS, tidak ada keputusan lebih baik yang dihasilkan. Studi lain, meskipun DSS mengembangkan organisasi dalam proses pengambilan keputusan, tetapi DSS juga menghasilkan diskusi yang kurang kritis dan mendalam, akan tetapi, manajemen pengetahuan sekarang sedang mengembangkan proses informasi nyata tidak nyata yang lebih efektif dan peralatan teknologi sehari-hari (e-mail, pengolah kata, spreadsheet, desktop, alat presentasi terkomputerisasi/PowerPoint, dan program database) menjadi nomor dua. Kunci untuk pembuat keputusan yang efektif adalah bukan menjadi seorang ahli teknologi informasi, tetapi menjadi pembuat keputusan yang dapat menggunakan teknologi informasi efisien dan efektif untuk mengambil keputusan yang lebih baik.
Selain dampak teknologi informasi yang semakin maju dalam pengambilan keputusan, terdapat kebutuhan penting untuk teknik pengambilan keputusan yang berorientasi perilaku. Sayangnya, hanya teknik perilaku partisipasi yang dibahas sejauh ini yang tersedia untuk manajer. Tidak banyak usaha untuk mengembangkan teknik yang membantu membuat keputusan pemecahan masalah yang lebih kreatif. Seperti diakui manajemen pengetahuan, keputusan kreatiflah yang merupakan tantangan utama yang dihadapi manajemen modern.
Kreativitas pengambilan keputusan dapat diterapkan pada individu atau kelompok karena pengambilan keputusan individu membantu pengambilan keputusan dalam organisasi saat ini, maka pemahaman dinamika kelompok dan tim, menjadi relevan dengan pengambilan keputusan, sebagai contoh, pembahasan masalah dan fenomena kesesuaian nilai dan etika kelompok seperti perubahan risiko (bahwa kelompok mungkin membuat keputusan lebih berisiko daripada anggota individu) membantu seseorang memahami kompleksitas pengambilan keputusan kelompok dengan lebih baik. Kenyataannya, belakangan ini sejumlah skema keputusan sosial muncul dari penelitian psikologi sosial. Skema tersebut antara lain sebagai berikut:
a.    Skema kemenangan mayoritas.
Skema yang lazim digunakan kelompok sampai kepada keputusan yang didukung oleh mayoritas. Skema ini muncul untuk memandu pengambilan keputusan saat tidak ada keputusan yang benar secara objektif. Contohnya adalah model mobil apa yang dibuat saat berbagai model populer belum diuji dalam "pengadilan" pendapat publik.
b.   Skema kemenangan sebenarnya.
     Saat semakin banyak informasi diberikan dan pendapat dibahas dalam skema ini, kelompok menyadari bahwa ada satu pendekatan yang benar secara objektif. Misalnya, kelompok memutuskan apakah penggunaan nilai tes untuk menyeleksi karyawan akan berguna dan apakah informasi nilai tersebut mampu memprediksi kinerja.
c.                Skema mayoritas dua per tiga.
Skema ini sering digunakan juri yang cenderung menghukum terdakwa saat dua per tiga juri menyetujui.
d.               Aturan perubahan pertama.
Skema ini, kelompok cenderung menggunakan keputusan yang mencerminkan perubahan pertama dalam pendapat yang diekspresikan anggota kelompok. Jika kelompok produsen mobil terbagi dalam kelompok memproduksi mobil touring atau tidak, maka kelompok cenderung melakukan ide awal setelah salah satu kelompok yang awalnya menolak ide tersebut menyetujui perubahan. Jika juri mengalami jalan buntu, anggota akhirnya mengikuti ketua juri untuk mengubah posisi.
Selain skema tersebut, terdapat juga fenomena lain seperti kecenderungan status quo (saat individu atau kelompok dihadapkan dengan keputusan, mereka menolak perubahan dan cenderung bertahan dengan tujuan atau rencana yang ada) yang memengaruhi pengambilan keputusan kelompok.
Saran seperti berikut ini dapat digunakan untuk membantu mengurangi dan melawan kekuasaan status quo dan dengan demikian keputusan kelompok menjadi lebih efektif. Saran tersebut sebagai berikut:
a.    Saat segalanya berjalan dengan baik, pembuat keputusan sebaiknya tetap mewaspadai dan meninjau kemungkinan alternatif.
b.   Sungguh baik jika memiliki kelompok terpisah yang mengawasi lingkungan, mengembangkan teknologi baru, dan menghasilkan ide baru.
c.    Untuk mengurangi kecenderungan mengabaikan informasi negatif jangka panjang, manajer sebaiknya mengumpulkan skenario kasus yang buruk dan prediksi yang mencakup biaya jangka panjang.
d.   Membuat checkpoint dan batasan untuk semua rencana.
e.    Ketika batasan sudah dilewati, perlu mempunyai tinjauan rencana lain yang independen atau terpisah.
f.    Nilailah orang berdasarkan cara mereka mengambil keputusan, bukan hanya pada keputusannya, terutama ketika hasil di luar kontrol.
g.   Menekankan kualitas proses pengambilan keputusan tidak berarti sebaiknya manajer tidak menampilkan konsistensi keberhasilan saat keadaan belum menunjukkan perubahan.
h.   Organisasi dapat menetapkan tujuan, insentif, dan sistem pendukung yang mendorong eksperimen dan pengambilan risiko.
Selain panduan sederhana di atas, teknik keputusan kelompok seperti Delphi dan pengelompokan nominal juga dapat digunakan untuk membantu menghilangkan disfungsi kelompok dan membantu membuat keputusan yang lebih efektif.

3.  Teknik Delphi
Meskipun Delphi pertama kali dikembangkan bertahun-tahun yang lalu di perusahaan Rand Corporation, tetapi teknik tersebut baru dipopulerkan belakangan ini sebagai teknik pengambilan keputusan kelompok untuk prediksi jangka panjang. Saat ini, berbagai organisasi bisnis, pendidikan, pemerintahan, kesehatan, dan militer menggunakan Delphi. Tidak ada teknik keputusan yang dapat memprediksi masa depan sepenuhnya, tetapi teknik Delphi sepertinya sebaik bola kristal dalam meramal.
Teknik ini, yang dinamakan seperti ramalan di Delphi pada masa Yunani kuno, mempunyai ebberapa variasi, tetapi umumnya bekerja sebagai berikut:

a. Sebuah kelompok (biasanya terdiri dari para ahli, tetapi dalam kasus ini bukan para ahli pun mungkin sengaja menggunakannya) dibentuk, tetapi anggota tidak berinteraksi langsung (tatap muka) satu sama lain. Dengan demikian, biaya pengeluaran untuk mempertemukan kelompok dapat dikurangi.
a.    Setiap anggota diminta membuat prediksi atau input tanpa mencantumkan nama untuk keputusan kelompok.
b.   Setiap anggota k'emudian menerima umpan balik gabungan dari orang lain. Dalam beberapa variasi, alasan dkcantumkan (tanpa nama), tetapi kebanyakan hanya data dan daftar gabungan yang digunakan.
c.    Pada umpan balik, dilakukan babak lain dari input anonim. Pengulangan terjadi pada sejumlah waktu yang telah ditetapkan atau sampai umpan balik gabungan tetap sama, yang berarti setiap orang masuk dalarn posisinya.

Kunci utama keberhasilan teknik ini adalah anonimitasnya. Meneruskan respons anggota ke­lompok Delphi yang tanpa nama menghapus masalah "menjaga gengsi" dan mendorong para ahli untuk lebih fleksibel dan diuntungkan dari penilaian orang lain. Pra ahli mungkin lebih memerhatikan pembelaan posisi mereka daam teknik pengambilan keputusan kelompok yang berinteraksi secara tradisional dari ada membuat keputusan yang baik.
Banyak organisasi membuktikan diri sukses dengan teknik Delphi. Weyerhaeuser, perusahaan suplai bangunan, menggunakan teknik tersebut untuk memprediksi apa yang akan terjadi pada bisnis konstruksi, dan G1axoSmithKline, manufaktur obat, menggunakan teknik tersebut untuk mempelajari ketidakpastian obat. TRW, perusahaan berorientasi teknologi yang sangat beragam, mempunyai 14 panel Delphi, masing-masing 17 anggota. Panel menyarankan produk dan layanan yang mempunyai potensi pemasaran dan memprediksi perkembangan teknologi dan peristiwa politik, ekonomi, sosial, Jan budaya yang signifikan. Selain aplikasi bisnis, teknik berhasil digunakan pada berbagai masalah dalarn pemerintahan, pendidikan, kesehatan, dan militer. Dengan kata lain, Delphi dapat diterapkan pada berbagai perencanaan program dan masalah keputusan dalarn berbagai organisasi.
Kritik utama terhadap teknik Delphi berpusat pada konsumsi waktu, biaya, clan efek papan Ouija. iietiga kritik tersebut mengimplikasikan bahwa Delphi tidak memiliki basis atau dukungan ilmiah. Unuk menghadapi kritik tersebut, Rand berusaha menvalidasi Delphi melalui eksperimen terkontrol. Peusahaan mengatur panel non-ahli yang menggunakan teknik Delphi untuk menjawab pertanyaan, "Berapa banyak suara untuk Lincoln ketika dia pertama kali menjadi presiden?" dan "Berapa harga rata-rata yang diterima petani untuk apel pada tahun 1940?" Pertanyaan khusus ini digunakan karena rata-rata orang tidak tahu jawaban yang tepat, tetapi mengetahui subjeknya. Hasil studi menunjukkan bahwa perkiraan awal oleh panel non-ahli hampir benar, tetapi dengan teknik umpan balik anonim. Delphi, perkiraan akan lebih mendekati.

4.  Teknik Kelompok Nominal
Berhubungan dekat dengan Delphi adalah pendekatan kelompok nominal untuk pengambilan ke­putusan kelompok. Kelompok nominal telah digunakan oleh ahli psikologi sosial dalam penelitian mereka selama bertahun-tahun. Kelompok nominal hanyalah "kelompok di atas kertas". Ini hanya nama kelompok karena tidak ada interaksi verbal antaranggota. Dalam penelitian dinamika kelompok, ahli psikologi sosial akan mengadu kelompok yang berinteraksi dengan kelompok nominal (sebuah kelompok individu yang dikumpulkan bersama-sama, tetapi tidak berinteraksi secara verbal). Dalam konteks jumlah ide, keunikan ide, dan kualitas ide, penelitian menemukan bahwa kelompok nominal lebih unggul dibanding kelompok riil. Kesimpulan umum adalah kelompok yang berinteraksi mem­punyai disfungsi tertentu yang menghalangi kreativitas. Sebagai contoh, sebuah studi menemukan bahwa kinerja peserta dalam kelompok interaktif lebih serupa dan lebih sesuai daripada kinerja kelompok nominal." Akan tetapi, kompleksitas bertambah ketika sebuah studi terbaru menemukan bahwa (1) kelompok interaktif lebih memerhatikan input anggota berkinerja paling tinggi dan (2) kelompok interaktif mempunyai kinerja pada tingkat terbaik dari sejumlah individu yang sama.18 Tetapi, kecuali untuk mendapatkan ide, efek anggota kelompok yang berinteraksi'diketahui memiliki efek positif yang lebih signifikan pada sejumlah variabel. Jenis efek selanjutnya dibahas pada Bab 14, mengenai dinamika dan tim.
Saat pendekatan kelompok nominal murni dikembangkan menjadi teknik khusus untuk peng­ambilan keputusan dalam organisasi, pendekatan ini dinamakan nominal group technique (NGT) dan terdiri dari langkah berikut ini:
a.    Pembangkitan ide yang tidak terucapkan melalui tulisan
b.   Umpan balik round-robin dari anggota kelompok, yang mencatat setiap ide dalam frasa pendek pada flip chart atau papan tulis
c.    Pembahasan setiap ide yang tercatat untuk klarifikasi dan evaluasi
d.   Voting individu mengenai ide prioritas, dengan keputusan kelompok diambil secara matematis menurut rating"

Perbedaan antara pendekatan tersebut dan metode Delphi adalah anggota NGT biasanya diperkenalkan satu sama lain, mempunyai kontak langsung, dan berkomunikasi secara langsung dalam langkah ketiga.
Meskipun diperlukan lebih banyak penelitian, terdapat beberapa bukti bahwa kelompok NGT muncul dengan lebih banyak ide daripada kelompok yang berinteraksi secara tradisional dan me­lakukan dengan lebih baik, atau sedikit lebih baik, daripada kelompok yang menggunakan Delphi. Sebuah studi menemukan bahwa kelompok NGT mencapai kinerja pada tingkat akurasi yang sama dengan anggota yang paling pandai, akan tetapi, studi lain menemukan bahwa kelompok NGT tidak memiliki kinerja, kelompok pesertanya secara pervasif juga menyadari permasalahan kelompok dan saat di mana tidak ada orang dominan yang menghalangi orang lain untuk mengomunikasikan ide. Sebuah studi menemukan bahwa individu yang bekerja sendiri dan kemudian masuk dalam kelompok nominal menjadi superior, tetapi untuk pembangkitan ide melalui komputer, kelompok yang utuh (seperti kelompok kerja reguler) menghasilkan lebih banyak ide (dengan kualitas tinggi) daripada orang yang bekerja dalam subkelompok atau individu dalam kelompok nominal.

2.12MEMASUKI ORGANISASI
A. Pemilihan Pekerjaan Perspektif Individu         
·                  Karakteristik Individu (Individual Characteristics).
Mengingat prestasi organisasi tergantung atas prestasi individu, manajer seperti Ted Johnson harus memiliki pengetahuan yang lebih memadai dan bukan hanya pengetahuan yang pas-pasan tentang faktor yang menentukan prestasi individu. Psikologi dan psikologi sosial menyumbang pengetahuan yang sangat besar berkenaan dengan hubungan antara sikap, persepsi, kepribadian, nilai-nilai, dan prestasi individu.
Kapasitas individu untuk belajar dan menanggulangi stress telah menjadi topik yang semakin penting pada tahun-tahun belakangan ini. Manajer tidak dapat mengabaikan kebutuhan untuk belajar dan bertindak tentang pengetahuan karakteristik individu, baik dari bawahannya maupun di antara manajer sendiri.

·                  Motivasi Individu (Individual Motivation).
           Motivasi dan kemampuan bekerja mempengaruhi prestasi kerja. Teori motivasi mencoba menerangkan dan meramal bagaimana perilaku individu itu muncul, mulai berlanjut dan berhenti. Tidak seperti Ted Johnson, tidak semua manajer dan sarjana perilaku setuju tentang teori motivasi “terbaik”. Sebenarnya, motivasi itu begitu rumit sehingga mustahil memiliki satu teori yang mencakup keseluruhan tentang bagaimana hal tersebut terjadi. Akan tetapi, para manajer harus terus mencoba memahaminya. Mereka harus menaruh perhatian terhadap motivasi karena mereka harus mempertahankan prestasi. 
·                  Imbalan (Rewards)
Salah satu pengaruh yang paling kuat atas prestasi individu ialah sistem imbalan dalam organisasi. Manajemen dapat menggunakan “imbalan” (atau hukuman) untuk meningkatkan prestasi karyawan.  Manajemen dapat juga menggunakan imbalan untuk menarik karyawan-karyawan terlatih masuk dalam organisasi itu. Gaji dan kenaikannya serta bonus adalah aspek-aspek yang penting dalam sistem imbalan, tetapi bukan satu-satunya aspek. Ted Johnson memperhitungkan masalah ini dengan jelas dalam pertimbangannya ketika ia mengatakan, “saya tahu rahasianya untuk memperoleh suatu prestasi”. Prestasi dari pekerjaan itu sendiri menjamin karyawan mendapat imbalan; terutama jika prestasi kerja tersebut mengarah kepada rasa tanggung jawab pribadi, otonomi, dan keberartian.
·                  Stress (Ketegangan Mental).
           Stress merupakan hasil (yang penting) dari interaksi antara tugas pekerjaan dengan individu-individu yang melaksanakan pekerjaan itu. Stress dalam hal ini ialah suatu keadaan ketidakseimbangan di dalam diri individu yang bersangkutan, yang sering tercermin dalam gejala-gejala seperti tak bisa tidur, keringat berlebihan, gugup dan sufat lekas marah. Apakah ketegangan itu bersifat positif atau negatif tergantung pada tingkat toleransi individu bersangkutan. Orang memberikan reaksi yang berbeda terhadap situasi yang dari luar nampaknya menyebabkan tuntutan fisik dan psikologis yang sama. Beberapa individu menanggapi positif peningkatan motivasi dan tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas pekerjaan. Individu lain menanggapi negatif, malahan mencari jalan keluar lain seperti menjadi alkoholik dan menggunakan obat-obatan secara salah. Ted Johnson akan menanggapi secara positif ketegangan dalam pekerjaan barunya.
Tanggung jawab manajemen dalam menanggulangi stress belum jelas didefinisikan, tetapi makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa oeganisasi terus berupaya mengadakan program untuk menangani pekerjaan yang menyebabkan stress.
B.  Seleksi Perspektif Organisasi

·                  ASUMSI – ASUMSI  PERSPEKTIF ORGANISASI

            Dalam kajian Stephen W Littlejohn memberikan satu bentuk metafora lain yang mengibaratkan bahwa organisasi adalah sebagai sebuah jaringan (Organizational Network). Jaringan adalah struktur-struktur sosial yang diciptakan melalui komunikasi di antara individu-individu dan kelompok-kelompok. Sewaktu orang berkomunikasi dengan orang lain, sebenarnya ia sedang membuat kontak-kontak dan pola-pola hubungan dan saluran-saluran ini menjadi instrumen dalam semua bentuk fungsi sosial, dalam organisasi-organisasi dan dimasyarakat luas. Organisasi dipahami mampu membangun realita sosial. Jaringan adalah saluran-saluran melalui mana pengaruh dan kekuasaan dijalankan, tidak hanya oleh manajemen dengan cara formal tetapi juga informal diantara para anggota organisasi.2  Sementara itu, Peter Monge dan Eric Eisenberg3 melihat teori jaringan sebagai suatu cara  untuk mengintegrasikan tiga tradisi dalam studi organisasi. Pertama tradisi posisional, relasional, dan kultural. 2 Stephen W Littlejohn, Teories of Human Communication ,Thomson Learning,USA. 7th.ed. 2001. 3 ibid..p.282. “Satu-satunya cara yang bermakna untuk mempelajari organisasi adalah sebagai suatu sistem” (Scott, 1961)

Beberapa teori teori organisasi antara lain :
A.   ASUMSI TEORI  KLASIK

      Konsep tentang organisasi telah berkembang mulai 1880-an dan dikenal sebagai teori klasik (classical theory). Dampak teori ini terhadap organisasi masih sangat besar. Sebagai contoh organisasi yg didasarkan birokrasi dan banyak bagian dari teori klasik Menurut teori organisasi klasik, rasionalitas, efisiensi, dan keuntungan ekonomis merupakan tujuan organisasi. Teori ini juga menyatakan bahwa manusia diasumsikan bertindak rasional sehingga secara rasional dengan menaikkan upah, produktivitas akan meningkat.
      Asumsi teori klasik tentang Perspectif Organisasi dipahami sebagai tempat (wadah) berkumpulnya orang-orang yang diikat dalam sebuah aturan-aturan yang tegas  dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang telah terkoordinir secara sistematis dalam sebuah struktur guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
 Max Weber dengan konsep birokrasi idealnya menekankan pada konsep otoritas dan kekuasaan yang sah untuk melakukan kontrol kepada pihak lain yang berada di bawahnya sehingga organisasi akan terhindar dari penyalahgunaan kekuasaan dan ketidakefisienan.  Frederick Taylor mengajukan konsep "manajemen ilmiah" yang inti gagasannya adalah "bagaimana cara terbaik untuk melakukan pekerjaan". Untuk ini Taylor membuat standardisasi mulai dari seleksi (rekruitmen) dan penempatan yang menurutnya merupakan sistem hubungan kerja antara manusia dengan mesin sehingga pekerjaan dapat dianalisis secara ilmiah. 
      Henry Fayol mengembangkan teori yang memusatkan perhatiannya pada pemecahan masalah-masalah fungsional kegiatan administrasi. Fayol mengajukan konsep planning, organizing, command, coordination, dan control yang menjadi landasan bagi fungsi dasar manajemen. Fayol juga mengemukakan empat belas prinsip yang sangat fleksibel yang digunakan sebagai dasar bagi manajer dalam mengelola organisasi. Keempat belas prinsip itu adalah pembagian kerja, wewenang dan tanggung jawab, disiplin, kesatuan perintah, kesatuan arah, mengutamakan kepentingan umum, pemberian upah, sentralisasi, rantai perintah, ketertiban, keadilan, kestabilan masa kerja, inisiatif, dan semangat korps. Gagasan Fayol sendiri didukung oleh koleganya di AS yaitu Gulick, Urwick, Mooney dan Reiley.   Menurut James D. Mooney terdapat empat prinsip dasar untuk merancang organisasi, yaitu :

a.      Koordinasi, yang meliputi wewenang, saling melayani, serta perumusan tujuan dan   disiplin.
b.      Prinsip skalar, meliputi prinsip, prospek, dan pengaruh sendiri, tercermin dari kepemimpinan, delegasi dan definisi fungsional.
c.       Prinsip fungsional, yaitu funsionalisme tugas yang berbeda.
d.      Prinsip staf, yaitu kejelasan perbedaan antara staf dan lini Meskipun mendapat banyak kritik yang menganggap bahwa teori-teori klasik itu telah mengabaikan faktor humanistik, deterministik, dan tertutup, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa teori klasik merupakan peletak dasar dari teori-teori organisasi modern.

B.   ASUMSI TEORI MODREN
      Teori mutakhir atau modern merupakan pengembangan aliran hubungan manusiawi sekaligus sebagai pandangan baru tentang perilaku manusia dan sistem sosial. Asumsi modren Tentang perspectif organisasi : Organisasi sebagai sebuah jaringan sistem yang terdiri dari setidak-tidaknya 2 (dua) orang atau lebih dengan kesalingtergantungan, input, proses dan output. Menurut pandangan ini, orang-orang (komunikator) bekerjasama dalam sebuah sistem untuk menghasilkan suatu produk dengan menggunakan energi, informasi dan bahan-bahan dari lingkungan
     
      Proses pengorganisasiaan akan menghasilkan organisasi. Pengorganisasian adalah sebuah proses dan aktivitas/kegiatan. Walaupun organisasi memiliki struktur namun bagaimana organisasi bertindak dan bagaimana organisasi tersebut tampil ditentukan oleh struktur yang ditetapkan oleh pola-pola reguler perilaku yang saling bertautan. (Weick, 1979, hal 90).
      Dalam teori ini konsep manusia yang mewujudkan diri (motivasi manusia) sangat penting bagi manajemen organisasi. Terdapat empat prinsip dasar perilaku organisasi, yaitu:
a.  Manajemen tidak dapat dipandang sebagai proses teknik secara ketat (peranan, prosedur, dan prinsip).
b.  Manajemen harus sistematis dan pendekatan yang digunakan dengan pertimbangan  secara hati-hati.
c.   Organisasi sebagai suatu keseluruhan dan pendekatan manajer individual dalam pengawasan harus sesuai dengansituasi.


d.  Pendekatan motivasional yang menghasilkan komitmen pekerja terhadap tujuan organisasi sangat perlu. Berdasarkan berbagai teori yang dikemukakan, baik teori klasik, teori tradisional, maupun teori mutakhir mengindikasikan bahwa kinerja lembaga atau organisasi sangat ditentukan oleh sistem komunikasi yang diterapkan, baik menyangkut praktik komunikasi, pola pendekatan, media komunikasi, maupun ketersediaan sarana umpan balik. Variabel-variabel tersebut akan menentukan produktivitas kinerja lembaga. Demikian pula dalam praktiknya, kegiatan komunikasi hendaknya memperhatikan beragam bentuk komunikasi, seperti komunikasi ke bawah, komunikasi ke atas, komunikasi horizontal, komunikasi lintas saluran dan komunikasi informal. Semakin kreatif dan variatif organisasi itu menggunakan bentuk komunikasi, maka akan semakin tinggi tingkat produktivitas kinerja lembaga tersebut.

C.   ASUMSI TEORI  PERALIHAN

      Teori tradisional (teori peralihan)  Teori tradisional muncul sebagai reaksi atas konsep-konsep yang dikemukakan oleh para ahli teori klasik meskipun tidak sepenuhnya mengabaikan prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh teori klasik. Pendekatan yang dilakukan oleh ahli teori ini adalah pendekatan perilaku atau bahavioral approach (Human Relation Approach). Pendekatan ini dilakukan dengan mengadakan eksperimen yang dikenal dengan Hawthorne Experiment yang secara garis besar dibagi dalam 4 tahap Antara Lain :
a.      Mengkaji efek lingkungan dari produktivitas pekerja
b.      Melakukan konsultasi dengan pekerja yang ikut eksperimen
c.       Melakukan wawancara dengan pekerja (yang tidak ikut eksperimen) melalui pertanyaan terbuka
d.    Eksperimen yang dikenal dengan bank - Wiring - Room Experiment.

Hasil eksperimen tersebut adalah :
-       Sistem sosial para pekerja ikut berperan dalam organisasi formal.
-       Imbalan nonfinansial dan sanksi berperan dalam mengarahkan perilaku pegawai
-       Kelompok ikut berperan dalam menentukan kinerja dan sikap anggota kelompok
-       Munculnya pola kepemimpinan informal.
-       Komunikasi yang makin intensif.
-       Kepuasan dan kenyamanan bekerja meningkat.
-       Pihak manajemen dituntut untuk lebih memahami situasi sosial.


             Experiment Hawthorne menjadi pemicu munculnya beberapa pemikiran baru (yang masih dalam kerangka humanistik). Termasuk munculnya teori sistem yang melihat organisasi sebagai suatu sistem yang memiliki antara lain :
a.    Sub sistem teknis
b.    Sub sistem sosial
c.    Sub sistem kekuasaan.  Kemudian juga muncul teori kontingensi yang dibangun atas dasar prinsip-prinsip yang telah dikembangkan oleh pendekatan sistem. Teori kontingensi ini pada prinsipnya melihat bahwa organisasi harus berlandaskan pada sistem yang terbuka (open system concept)

PERSPEKTIF YANG MENDASARI KOMUNIKASI ORGANISASI

Dalam suatu organisasi baik yang berorientasi komersial maupun sosial, tindak komunikasi dalam organisasi atau lembaga tersebut akan melibatkan empat fungsi/peranan, yaitu:
1. Covering Law Theories
Pespektif ini berangkat dari prinsip sebab-akibat atau hubungan kausal. Rumusan umum dari prinsip ini antara lain dicerminkan dalam pernyataan hipotesis. Menurut Dray penjelasan Covering Law Theories didasarkan pada dua asas:
-       Teori berisikan penjelasan yang berdasarkan pada keberlakuan umum/hukum umum.
-       Penjelasan teori berdasarkan analisis keberaturan.
C. Interview Pekerjaan
Keberhasilan suatu wawancara dapat diperoleh dengan menggunakan suatu perangkat wawancara berupa Pedoman Wawancara yang dibantu dengan penggunaan beberapa teknik wawancara sebagai berikut:
Pedoman wawancara (interview Guide) yang memuat semua yang anda perlukan untuk menyiapkan dan melakukan wawancara, termasuk pertanyaan-pertanyaan yang telah dipertimbangkan dengan baik, bersifat menggali, serta direncanakan secara khusus untuk pekerjaan sasaran.
Pertanyaan tindak-lanjut (follow up question) yang membantu anda untuk mengumpulkan perilaku yang lengkap dan cukup jumlahnya, yang akan dipergunakan untuk mengevaluasi kandidat. – Keterampilan membuat catatan membantu anda untuk mencatat informasi wawancara secara akurat dan lengkap.
Membina hubungan baik (building raport) dengan kandidat membantu agar ia merasa nyaman dan terdorong untuk lebih terbuka dalam wawancara.Teknik mengelola wawancara untuk membantu anda menjaga proses wawancara berjalan dengan baik dan lancer, sehingga anda dapat mencakup latar belakang kandidat secara lengkap.
·                  Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara merupakan rencana tindakan selama wawancara dan merupakan perangkat wawancara yang paling berharga. Pedoman ini memuat hal-hal yang anda perlukan untuk menyiapkan dan melakukan wawancara.
·                  Isi Pedoman Wawancara
Pedoman Wawancara dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang ada dari setiap organisasi. Namun sebagian besar pedoman memuat beberapa komponen dibawah ini:

1.               Daftar Persiapan (Preparation Check List) memberikan instruksi bagi anda untuk menyiapkan proses wawancara
2.               Garis Besar untuk Membuka Wawancara (outline for opening the interview) memberikan format yang harus anda ikuti dalam membuka sebuah wawancara, dan menjelaskan tujuan serta rencana wawancara tersebut.Bagian Tinjauan latar belakang (key background review) memuat pertanyaan –pertanyaan mengenai pendidikan dan riwayat pekerjaan kandidat.
3.               Bagian Pertanyaan perilaku Terencana (planned behavioral questions) memuat pertanyaan-pertanyaan mendalam mengenai perilaku kandidat dalam dimensi sasaran.
4.               Penutup wawancara (interview close) memberikan peluang bagi anda untuk memeriksa catatan wawancara, untuk menanyakan pertanyaan tambahan serta untuk menjwab pertanyaan kandidat mengenai jabatan dan organisasi.
5.               Instruksi pasca-wawancara (post-interview instructions) membimbing anda dalam mengevaluasi informasi yang telah anda kumpulkan, dan dalam menilai kandidat menurut dimensi yang ditugaskan kepada anda.
6.               Table cakupan dimensi (dimensi coverage Grid) mengingatkan para pewawancara akan dimensi-dimensi apa saja yang harus dicakup dalam sistem seleksi.
7.               Pertanyaan Tindak Lanjut
Pertanyaan – pertanyaan tindak lanjut membantu anda untuk meneliti pengalaman kandidat secara mendalam, memberikan informasi yang anda perlukan serta memberi kesempatan kepada kandidat untuk mendemonstrasikan kompetensinya dalam dimensi sasaran. Karena alasan ini, maka tindak-lanjut merupakan ketrampilan wawancara yang utama.

·                  Tiga jenis Pertanyaan
Pertanyaan-pertanyaan tindak-lanjut tergolong dalam salah satu dari tiga jenis:
Mengenai perilaku Pertanyaan mengenai perilaku meminta kandidat untuk memberikan informasi spesifik tentang bagian-bagian perilaku. Pertanyaan mengenai perilaku meminta kandidat untuk menguraikan “pengalaman yang pernah dialaminya”, “suatu saat ketika”, “suatu situasi dimana”, atau “sebuah contoh ketika”.
·                  Teoritis
Pertanyaan teoritis menanyakan kandidat mengenai teori, pendapat, atau tindakan umum, yaitu apa yang ia pikir tentang suatu topic atau situasi atau apa yang ia ingin lakukan atau biasanya lakukan, bukan apa yang sesungguhnya telah ia lakukan dalam suatu situasi yang spesifik. Pertanyaan teoritis tidak efektif karena orang umumnya menjawab dengan teori dan pendapat, bukan informasi perilaku yang anda perlukan.
·                  Mengarahkan
Pertanyaan mengarahkan mendorong kandidat untuk memberikan jawaban yang ia piker anda ingin dengar. Kata-kata pertanyaan ini disusun untuk menunjukkan adanya “jawaban yang benar”, dan mendorong kandidat untuk membuat jawaban seperti itu.
Langkah – langkah Interview Berbasis Perilaku :
1.Sebelum interview
- Memeriksa (ulang ) seluruh materi yang berhubungan dengan lamaran pekerjaan tersebut.
- Memeriksa (ulang) definisi tiap-tiap Dimensi dan Tindakan utama
- Hubungkan pertanyaan-pertanyaan wawancara dengan pengalaman calon/kandidat.
- Estimasi waktu yang diperlukan untuk tiap bagian dari pedoman wawancara.
2. Saat Wawancara
Gunakan pertanyaan tindak-lanjut untuk membangun perilaku yang lengkap dan untuk merubah perilaku yang palsu menjadi perilaku yang asli.
3. Setelah interview
- Identifikasikan perilaku yang lengkap diseluruh pedoman wawancara
- Kategorisasikan perilaku sesuai dengan dimensi masing-masing
- Identifikasikan perilaku tersebut sebagai yang efektif (+) atau yang tidak efektif (-)
- Berikan nilai masing-masing perilaku (dari aspek kepentingannya) dengan mempertimbangkan :
a. Kesamaan, seberapa dekat kesamaan situasi tersebut dengan pekerjaan yang ditargetkan.
b. Dampak , seberapa penting situasi/hasil tersebut?
c. Kebaruan, Kapan perilaku tersebut terjadi?
d. Nilailah seluruh dimensi, dengan mempertimbangkan perilaku yang paling signifikan.

·         TEKNIK TAMBAHAN
Disamping Pedoman proses, tiga teknik lain akan membantu anda mengelola wawancara sehingga anda memperoleh informasi selengkap mungkin dalam waktu yang telah dialokasikan.
- Petunjuk non-verbal
Petunjuk nonverbal berguna untuk mendorong kandidat yang pendiam untuk memberikan lebih banyak informasi dan mendorong kandidat yang terlalu banyak bicara untuk berbuat sebaliknya.
- Diam
Semua pertanyaan dalam targeted selection tidak mudah untuk dijawab.Kadang-kadang menunggu sambil diam selama beberapa detik dapat mendorong kandidat untuk menjawab. Kandidat seringkali memberi jawaban yang paling bermakna bila ia diberi sedikit waktu untuk mengingat suatu kejadian.
Banyak pewawancara sulit sekali untuk diam, ia ingin mengisi kevakuman itu dengan pertanyaan lain atau mengulang kembali pertanyaan pertama dalam ungkapan yang lain. Sebaiknya anda tunggu beberapa detik untuk mendapatkan jawaban. Diam harus digunakan dengan seperlunya, namun jangan digunakan untuk menimbulkan stress pada diri kandidat. Bila kandidat jelas-jelas tidak dapat menjawab, lanjutkan ke pertanyaan lain. Catatlah bahwa kandidat ini tidak dapat atau tidak menjawab, tetapi tunggulah satu atau dua menit sebelum membuat catatan, karena kandidat dapat mengartikan ketidakmampuan untuk menjawab sebagai suatu hal negative.


-                   Membuat catatan
Membuat catatan, salah satu bentuk dari komunikasi nonverbal, dapat anda gunakan untuk mengelola wawancara. Membuat catatan mengatakan kepada kandidat, “ bicaralah terus. Apa yang anda katakan penting”. Tidak membuat catatan mengirimkan pesan sebaliknya. Membuat catatan adalah cara yang untuk memberitahu kandidat bila anda menginginkan dia untuk melanjutkan atau berhenti memberikan informasi.
-                   Mengelola Waktu dalam Wawancara
Langkah pertama yang baik dalam mengatur setiap wawancara ialah menyusun jadwal waktu wawancara. Pertama-tama perkirakan waktu yang diperlukan untuk mencakup tiap segmen wawancara, lalu susun jadwal dengan sasaran waktu untuk tiap segmen. Bawalah jadwal itu ketika mengadakan wawancara atau tuliskan waktunya dalam pedoman wawancara anda. Dengan memonitor, jadwal itu dapat memberitahukan anda bagaimana mengatur laju wawancara, apakah anda perlu memotong sesuatu bidang sehingga menjadi lebih singkat agar dapat mencakup semua dimensi terpenting secara mendalam.
2.13. STRES PEKERJAAN
A. DEFINISI STRES
Stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Pengertian lainnya yaitu pengalaman yang bersifat internal yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dn psikis dalam diri seseorang sebagai akibat dari faktor lingkungan eksternal, organisasi, atau orang lain (Szilagyi,1990).
Menurut Anwar (1993:93) Stres kerja adalah suatu perasaan yang menekan atau rasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaannya.
Yoder dan Staudohar (1982 : 308) mendefinisikan Stres Kerja adalah Job stress refers to a physical or psychological deviation from the normal human state that is caused by stimuli in the work environment. yang kurang lebih memiliki arti suatu tekanan akibat bekerja juga akan mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi fisik seseorang, di mana tekanan itu berasal dari lingkungan pekerjaan tempat individu tersebut berada.
Beehr dan Franz (dikutip Bambang Tarupolo, 2002:17), mendefinisikan stres kerja sebagai suatu proses yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang karena pekerjaan, tempat kerja atau situasi kerja yang tertentu.
Menurut Pandji Anoraga (2001:108), stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkunganya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.
Gibson dkk (1996:339), menyatakan bahwa stres kerja adalah suatu tanggapan penyesuaian diperantarai oleh perbedaan- perbedaan individu dan atau proses psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar (lingkungan), situasi, atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan kepada seseorang.
B.                       Sifat Dan Stres Kerja
Banyak orang sekarang ini yang mengalami stress. Dengan kondisi perekonomian yang makin sulit. Lapangan pekerjaan yang semakin menyempit. Bertambahnya pengangguran akibat krisis global. Wajarlah jika sekarang banyak dari kita yang begitu berat memikirkan kehidupan sehari-hari. Tak hanya masalah ekonomi yang menjadi beban pikiran. Pekerjaan yang menumpuk dan tak kunjung selesai juga berakibat yang sama. Apalagi saat dalam usia-usia beranjak dewasa. Pasti akan banyak pikiran-pikiran yang akan membebani sampai-sampai terbawa saat tidur. Sebagai contoh, maslah dengan pacar, masalah dengan teman di kampus atau sekolah, masalah dengan dosen atau guru, atau bahkan masalah dengan orangtua. Ya..semua itu juga bisa menimbulkan stress. Sangatlah tidak nyaman jika hidup ini dikejar-kejar oleh hal-hal yang menganggu pikiran. Apa bisa menikmati hidup dengan cara seperti ini??? Dengan stress yang sangat mengganggu??? Dengan pikiran yang selalu saja tegang dan tak bisa tenang???
Jika stress yang kita alami adalah stress yang baik itu tidak ada masalah. Nah, masalahnya bagaimana bisa membedakan antara stress baik dan stress jahat?? Secara umum, stress yang baik adalah stress yang dapat memberikan energi positif dan dapat mengangkat motivasi untuk diri sendiri. Perbedaan ciri-ciri antara stress baik dan stress jahat adalah sebagai berikut:
Ciri-ciri stress yang baik:
1.       Mengahadapi sesuatu dengan penuh harapan untuk melawan rasa takut dalam diri.
2.       Memiliki jadwal yang sangat padat, tetapi didalam sela-sela jadwal yang padat itu ada aktivitas yang sangat diharapkan dan sangat dinikmati.
3.       Memiliki komitmen yang lebih terhadap apa yang Anda sayangi. Misalnya: pernikahan, menjadi seorang ayah/ibu, menjadi pekerja, atau menjadi pegawai negeri.
4.       Bekerja dengan tujuan tertentu dan Anda tahu kecepatan Anda saat bergerak akan berkurang saat tujuan itu tercapai atau bahkan saat baru akan tercapai.
5.       Merasa tertantang, siap dan bersemangat untuk menerima dan menyelesaikan tugas yang akan Anda hadapi.
6.       Merasakan kondisi badan yang cukup lelah namun akhirnya akan menikmati tidur yang lelap dan nyaman
Ciri-ciri stress yang jahat:
1.       Menghadapi segala sesuatu dengan perasan takut, resah, gelisah dan khawatir.
2.       Memiliki jadwal yang sangat padat, tetapi tak ada satupun yang dapat Anda nikmati dan mau tidak mau, harus Anda penuhi kewajiban itu.
3.       Merasa bahwa semua yang Anda lakukan tidaklah penting, tidak memenuhi seluruh kebutuhan Anda, dan tak sebanding dengan tenaga, pikiran dan waktu yang Anda curahkan.
4.       Merasa tidak memegang kendali dan selalu merasa panik seakan-akan tidak ada jalan keluar untuk menyelesaikan tugas, merasa tidak ada selesainya, dan merasa tidak ada yang membantu menyelesaikannya.
5.       Merasa lebih baik bekerja daripada berhenti/istirahat sejenak saat jam kerja.
6.       Memiliki tidur yang tidak lelap, tidur yang resah, sering sakit maag, sakit punggung dan mempunyai sakit yang sifatnya menahun.
C.     Sumber-Sumber Stres Pekerjaan
Ada tiga faktor potensial yang bisa menyebabkan stress pekerjaan, yaitu :
1.                  Faktor Lingkungan
Ketidakpastian ekonomis, politik, dan teknologi cenderung menciptakan stress. Ekonomi yang menurun menjadikan orang semakin mencemaskan keamanan mereka. Depresi besar dalam dasawarsa 1930-an serta resesi kecil menaikkan tingkat stress. Inovasi baru dapat membuat keterampilan dan pengalaman seorang karyawan usang dalam waktu pendek. Komputer, rebotika otomatisasi dan aneka ragam lain dari inovasi teknologis merupakan ancaman bagi banyak orang dan menyebabkan mereka stress.

2.                  Faktor Organisasional
Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stress. Tekanan untuk menghindari kekeliruan dan menyelesaikan tugas dalam suatu kurun waktu yang terbatas, beban kerja yang berlebihan, serta rekan kerja yang tidak menyenangkan. Kita telah mengkategorikan faktor-faktor ini disekitar tuntutan tugas, tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan antar pribadi, struktur organisasi, kepemimpinan organisasi, dan tingkat hidup organisasi itu.
3.                  Faktor Individual
Riset terbaru dalam tiga organisasi yang sangat berlainan menemukan bahwa gejala stress yang dilaporkan sebelum memulai suatu pekerjaan dapat membuat kita paham akan kebanyak varians dalam gejala stress yang dilaporkan. Ini mendorong para peneliti menyimpulkan bahwa beberapa orang mempunyai kecenderungan yang inheren untuk menekankan aspek negatif dari dunia ini secara umum. Jika benar maka suatu faktor individual penting yang mempengaruhi stress adalah kodrat kecenderungan dasar dari seseorang. Artinya, gejala stress yang diungkapan pada pekerja itu sebenarnya mungkin berasal dari dalam kepribadian orang tersebut.
·         Konsekuensi-Konsekuensi Stres Pekerjaan
1.               Gejala Fisiologis
Kebanyak perhatian dini atas stress diarahkan pada gejala fisiologis. Dalam riset disimpulkan bahwa stress dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme. Tautan antara stress dan gejala fisiologis tertentu tidaklah jelas. Tapi yang lebih relevan adalah fakta bahwa gejala fisiologis mempunyai relevansi langsung.
2.               Gejala Psikologis
Stress menyebabkan ketidakpuasan. Stress yang berkaitan dengan pekerjaan dapat menimbulkan ketidakpuasan yang berakitan dengan pekerjaan. Itulah efek psikologis yang paling sederhana dan paling jelas dari stress.
3.               Gejala Prilaku
Gejala stress yang dikaitkan dengan prilaku mencakup perubahan dalam produktivitas, absensi dan tingkat keluarnya karyawan, juga perubahan dalam kebiasaan makan, meningkatnya meroko dan konsumsi alkohol, serta gangguan tidur.

·         Perbedaan-Perbedaan Individu Dalam Stres
1.               Persepsi.
Pada dasarnya setiap karyawan bereaksi untuk menanggapi persepsi mereka terhadap realitas dan bukannya realitas itu sendiri. Oleh karena itu persepsi dapat memperlunak hubungan antara suatu kondisi stress potensial dan reaksi seorang karyawan terhadap kondisi itu.
2.   Pengalaman Kerja.
Dikatakan orang bahwa pengalaman merupakan guru yang terbaik, pengalaman juga merupakan pengurang stress yang sangat baik. Orang yang tetap lebih lama berada dalam organisasi mereka adalah mereka dengan ciri yang lebih tahan stress atau lebih tahan terhadap karakteristik stress dari organisasi mereka. Kedua, pada akhirnya orang mengembangkan mekanisme untuk mengatasi stress. Karena pengembangan ini memakan waktu, anggota senior organisasi lebih besar kemungkinannya untuk menyesuaikan diri sepenuhnya dan seharusnya mengalami lebih sedikit stress.
3.   Dukungan Sosial.
Banyak bukti yang menunjukkan bahwa dukungan sosial dapat menyangga dampak stress. Logika yang mendasari variabel lunak ini adalah bahwa dukungan sosial bertindak sebagai suatu pereda, yang mengurangi efek negatif bahkan dari pekerjaan yang bertegangan tinggi.
·         Mengatasi Stres Pekrjaan
Penanggulangan stress penting dilakukan karena dapat mempengaruhi kehidupan, kesehatan, produktivitas, dan penghasilan. Bagi organisasi tidak saja karena alasan kemanusian tetapi juga karena pengaruhnya terhadap prestasi semua aspek dari organisasi dan efektivitas organisasi secara keseluruhan. Sedangkan cara yang paling efektif untuk membantu karyawan yang stress adalah dengan program konseling, yaitu pembahasan suatu masalah dengan seorang karyawan agar karyawan tersebut dapat menangani masalah secara lebih baik.
1.               Fungsi-Fungsi Konseling
Di bawah ini adalah fungsi dari adanya konseling yaitu :
1.                             Pemberian nasihat
2.            Penentram hati
3.            Komunikasi
4.            Pengenduran ketegangan emosional
5.            Penjernihan pemikiran
6.            Reorientasi
2.               Tipe-Tipe Konseling
a.                Directive Couseling
Proses mendengarkan masalah-masalah emosional karyawan, memutuskan dengan karyawan apa yang harus dilakukan, dan memotivasi karyawan untuk melaksanakan hal tersebut.
b.      Non-Directive Couseling
Proses mendengarkan dan mendorong karyawan untuk menjelaskan masalah-masalah mereka, memahami dan menentukan penyelesaian yang tepat.
c.       Cooperative Counseling
Hubungan timbal balik antara pembimbing dan karyawan yang mengembangkan pertukaran gagasan secara kooperatif untuk membantu pemecahan masalah-masalah karyawan.
3.               KiatUntuk Menghindari Stress
Salah satu penyebab utama stress dalam bekerja adalah perasaan seolah tidak mampu menyelesaikan pekerjaan apapun dan juga tekanan dari pekerjaan itu sendiri. Ada sejumlah tip praktis untuk menghindari dari stress yang berlebihan.
a)               Luangkan waktu secara teratur untuk menarik napas dan menghirup udara segar. Selipkan kegiatan ini disela waktu sibuk anda.
b)               Jangan memulai pekerjaan, kecuali jika anda dapat menyelesaikannya.
c)               Prioritaskan kegiatan yang penting dan mendesak. Jangan tanda hal penting sampai ia menjadi ancaman bagi hidup anda.
d)              Simpan barang penting dengan rapi, karena terkadang kita membutuhkan waktu lebih dari 30 menit untuk menemukan suatu barang.
e)               Manfaatkan waktu makan siang untuk menghirup udara segar, dan cobalah untuk keluar ruangan atau kantor barang sejenak.
f)                Rawat ruang kerja. Ruangan yang tidak teratur dan jorok dapat membuat pikiran semakin suntuk.
g)               Cukup tidur. Stress dan isomania ternyata mempunyai keterkaitan yang erat. Cobalah bersantai disetiap akhir aktivitas.
h)               Hindari hal yang membuat anda tertekan. Buatlah sebisa mungkin anda menikmati hidup dan pekerjaan anda sehingga anda tidak akan merasa terbebani oleh apapun.

2.14 . KARIR DALAM ORGANISASI
 A.  Definisi Karir
Para pakar lebih sering mendefinisikan karir sebagai proses suatu konsep yang tidak statis dan final. Mereka  cenderung mendefinisikan karir sebagai “perjalanan pekerjaan seorang pegawai di dalam organisasi”. Perjalanan ini dimulai sejak ia diterima sebagai pegawai baru, dan berakhir pada saat ia tidak bekerja lagi dalam organisasi tersebut. 
Haneman et al. (1983) mengatakan bahwa “Perjalanan karir seorang pegawai dimulai pada saat ia menerima pekerjaan di suatu organisasi. Perjalanan karir ini mungkin akan berlangsung beberapa jam saja atau beberapa hari, atau mungkin berlanjut sampai 30 atau 40 tahun kemudian. Perjalanan karir ini mungkin berlangsung di satu pekerjaan di satu lokasi, atau melibatkan serentetan pekerjaan yang tersebar di seluruh negeri atau bahkan di seluruh dunia”.
Konsep karir adalah konsep yang netral (tidak berkonotasi positif atau negatif). Karena itu karir ada yang baik, ada pula karir yang buruk. Ada perjalanan karir yang lambat, ada pula yang cepat. Tetapi, tentu saja semua orang mendambakan memiliki karir yang baik dan bila mungkin bergulir dengan cepat. Karir dapat diletakkan dalam konteks organisasi secara formal, tetapi karir dapat pula diletakkan dalam konteks yang  lebih longgar dan tidak formal.
Apapun artinya, karir amatlah penting bagi pegawai maupun bagi organisasi. Menurut Walker (1980), bagi pegawai, karir bahkan dianggap lebih penting daripada pekerjaan itu sendiri. Seorang pegawai bisa meninggalkan pekerjaannya jika merasa prospek keriernya buruk. Sebaliknya, pegawai mungkin akan tetap rela bekerja di pekerjaan yang tidak disukainya asal ia tahu ia mempunyai prospek cerah dalam karirnya.
Sebaliknya, bagi organisasi, kejelasan perencanaan dan pengembangan karir pegawai akan membawa manfaat langsung terhadap efisiensi manajemen. Dikemukakan oleh Walker (1980) bahwa turn over pegawai cenderung lebih kecil di perusahaan-perusahaan yang sangat memperhatikan pengembangan karir pegawainya. Di samping itu, penanganan karir yang baik oleh organisasi akan mengurangi tingkah frustasi yang dialami oleh pegawai serta meningkatkan motivasi kerja mereka. Oleh karena itu, manajemen karir bukan hanya menjadi kewajiban bagi organisasi, tetapi juga merupakan  kebutuhan yang sama pentingnya dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Karir (career) memiliki pengertian ”Semua jabatan dan pekerjaan yang dilakukan seseorang selama masa usia kerjanya”. Pertanyaannya sekarang adalah sampai usia berapa Anda ingin berkarir? Seumur hidupkah? Apakah Anda ingin menjadi long life employee atau Anda merencanakan membuka usaha sendiri pada usia tertentu?
 Karir dapat terbagi dalam 4 tipe (Driver, 1982) :
1.    Steady State: Pilihan karir untuk mengabdikan diri dalam satu jenis pekerjaan tertentu. Misalnya terus-menerus bekerja di satu profesi, sebagai programmer saja.
2.    Linear : Adanya peningkatan ke atas pada satu jenis pekerjaan. Misalnya saat ini Anda bekerja sebagai programmer, kemudian meningkat menjadi System Analyst.
3.    Spiral : Tetap menekuni satu bidang pekerjaan dalam 7-10 tahun, kemudian beralih bidang pekerjaan, dimana tetap menggunakan keterampilan dan pengalaman yang sudah ada. Misalnya setelah bekerja selama 7 tahun di bidang IT, Anda berminat membuka usaha pribadi ”software house”, dengan memanfaatkan skill dan pengalaman Anda sebelumnya.
4.    Transitory: Memilih beralih karir dalam jangka waktu yang cepat, dimana keinginan untuk menggeluti aneka ragam profesi menjadi tujuan utamanya. Misalnya setelah bekerja sebagai programmer, Anda ingin beralih menjadi web designer, kemudian Anda memutuskan untuk menjadi instruktur dan sebagainya.

B.Kriteria yang Menentukan Efektivitas Karir
·                  Kinerja
Gaji dan posisi adalah indikator yang lebih populer dari kinerja karir. Jelasnya, semakin cepat gaji seseorang meningkat, dan semakin tinggi kedudukannya, maka semakin tinggi pula kinerja karirnya. Derajat pertumbuhan gaji dan posisi tercermin dalam seberapa banyak tindakan pekerja yang memberikan kontribusi demi pencapaian kinerja organisasi


·                  Sikap
Konsep sikap karir (career attitudes) mengacu pada cara orang – orang memandang dan mengevaluasi karir mereka. Orang – orang yang memiliki sikap karir yang positif juga akan memiliki persepsi dan evaluasi yang positif tentang karir mereka. Sikap positif memiliki implikasi penting terhadap organisasi, karena orang – orang yang memiliki sikap positif lebih memiliki komitmen karir dan keterlibatan jabatan yang tinggi. 
·                  Kemampuan adaptasi
Sedikit sekali profesi yang bersifat stagnan dan tidak mengalami perubahan. Perubahan itu sendiri membutuhkan pengetahuan dan keahlian baru untuk mempraktikkannya. Orang – orang yang tidak mampu beradaptasi dengan perubahan itu dan tidak dapat mempraktikkannya dalam karir mereka akan segera mengalami kesulitan dan kehilangan pekerjaan. 
·                  Identitas
Identitas karir (career identity) mencakup dua unsur penting. Pertama, wawasan yang menyebabkan orang – orang memiliki kesadaran yang jelas dan konsisten terhadap minat, nilai – nilai, dan harapan mereka untuk masa yang akan datang. Kedua, wawasan yang menyebabkan orang – orang memandang kehidupan mereka tetap konsisten sepanjang waktu, wawasan yang menyebabkan mereka melihat diri mereka sendiri sebagai perpanjangan dari masa lalu mereka. Ide yang terwujud dalam konsep ini adalah, “ingin jadi itu ?” orang – orang yang mampu menjawab pertanyaan ini secara memuaskan biasanya memiliki karir yang efektif, dan mampu memberikan konribusi kepada organisasi yang mempekerjakan mereka.
 C. Tahap Karir
Menurut James L. Gibson (1996; 320), tahap – tahap karir terbagi menjadi :
·                  Pembentukan karir
Orang – orang memberikan perhatian lebih pada kebutuhan akan keamanan kerja. Selama masa pembentukan, mereka membutuhkan dan mencari dukungan dari orang lain, terutama manajer mereka. Penting bagi para manajer untuk menyadari kebutuhan ini dan menanggapinya dengan melakukan pembinaan.

·                  Pengembangan karir
Para manajer menunjukkan perhatian yang lebih kecil terhadap kebutuhan akan rasa aman, dan lebih memperhatikan masalah prestasi, aktualisasi diri, dan otonomi. Promosi dan kemajuan untuk meraih jabatan yang lebih tinggi, sebagaimana peluang untuk menguji pendapat dengan bebas, merupakan karakteristik tahap ini. 
·                  Pemeliharaan karir
Tahap pemeliharaan karir ditandai dengan upaya menjaga stabilitas penghasilan yang diperoleh sebelumnya. Aktualisasi diri merupakan kebutuhan terpenting pada tahap ini. Banyak orang yang mengalami krisis karir madya selama fase pemeliharaan. Sebgian orang tidak dapat mencapai kepuasan dari pekerjaannya dan, sebagai konsekuensinya, menjadi kurang berprestasi. Mereka lalu kehilangan dukungan dari para manajer, sehingga kondisi kesehatan dan masalah yang berhubungan dengan pekerjaan mereka semakin buruk.
Para manajer yang berada dalam pemeliharaan diharapkan dapat membina pekerja yang ada di tahap awal. Mereka juga didorong untuk memperluas minat mereka dan lebih banyak berhubungan dengan orang – orang di luar organisasi. Jadi, pusat kegiatan para manajer dalam tahap ini adalah menjalani pelatihan dan interaksi denan pihak lain. Mereka menilai prestasi kerja orang lain yaitu karakteristik dalam tahap ini yang mampu memunculkan tekanan psikologis. Seseorang yang tidak mampu tuntutan baru dan berbeda ini, bisa jadi akan kembali ke tahap sebelumnya. Sedangkan yang lain mungkin merasa puas dengan melihat beberapa rekan kerja mereka terus bergerak untuk meraih jabatan yang lebih baik. Mereka akan tetap berada dalam fase pemeliharaan sampai pensiun.
           Di samping program pembinaan, manajer tahap pemeliharaan dapat memperkaya pengembangan karirnya dengan membangun hubungan sepergaulan (peer relationship). Hubungan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai information peer (saling berbagi informasi), collegial peer (saling memeberikan bantuan dalam mengerjakan tugas – tugas, persahabatan), dan special peer (saling memberikan dukungan emosional, konfirmasi.


·                  Penarikan diri dari karir
Fase penarikan diri menindaklanjuti fase pemeliharaan. Dalam hal ini seseorang bisa menuntaskan sebuah karir atau pindah ke karir yang lain. Seseorang yang tidak melakukan perpindahan karir dalam tahap ini, akan mengalami proses aktualisasi diri melalui kegiatan yang tidak mungkin dapat dilakukan ketika dia masih aktif bekerja.
Menurut Hall and Morgan ( 1977), ada  Empat Tahapan Karir  yang biasa dilalui seorang
pegawai yaitu :
•  tahap coba- coba,
•  tahap kemapanan,
•  tahap pertengahan,
•  tahap lanjut.

Menurut Male Emporium, tahap karir terbagi menjadi :
1. Tahap Membangun Identitas
Setelah menyelesaikan studinya, seseorang mulai memasuki tahap pencarian jati diri. Biasanya usianya di bawah tiga puluh tahun. Mereka mencoba menemukan apa kira-kira pekerjaan yang terbaik bagi dirinya. Untuk menjawab pertanyaan ini, mereka kadang-kadang suka berpindah-pindah karier dan pekerjaan. Mereka juga sering meminta pendapat dari banyak orang seputar karier dan pekerjaan. Sebagian besar orang pada tahap ini belum menyadari nilai-nilai, kekuatan serta kelemahan yang dimiliki.
Seseorang yang masih berada pada tahap ini biasanya memiliki motivasi untuk memperoleh keahlian-keahlian mendasar yang diperlukan dalam pekerjaan, serta memahami struktur, fungsi, dan budaya organisasi. Mereka juga mulai membangun hubungan dan network dengan rekan-rekan kerja yang ada, serta menelusuri dinamika profesional. Namun jika seseorang menjalani fase ini dengan kerangka berpikir yang positif, mereka dapat mempelajari dan menelusuri berbagai kemungkinan yang sebelumnya mungkin tidak terpikirkan.
Pada sekitar awal sampai pertengahan 30-an, mereka membangun identitas professional serta mulai diterima sebagai bagian dari kelompok profesional tersebut. Fase ini ditandai dengan sikap penuh semangat (excitement) , di mana seseorang merasa bangga karena dapat melakukan pekerjaan yang bermanfaat bagi kemajuan organisasi. Keahlian baru terus dipelajari dan diperoleh, lalu seseorang mulai menetapkan tujuan dan membangun mindset yang bersifat success-oriented . Namun hendaknya seseorang jangan cepat berpuas diri, karena sebetulnya masih banyak hal yang bisa dicapai.

2. Tahap Mencari Tanggung Jawab
Pada masa usia sekitar pertengahan 30-an sampai dengan umur 40-an, mereka telah mulai merasa menemukan jati dirinya. Mereka ingin menerima tanggung-jawab yang lebih besar untuk mengatur orang lain dalam organisasi. Dengan kata lain, banyak dari mereka yang mencari posisi sebagai pemimpin, serta tidak jarang telah memiliki reputasi dalam dunia bisnis, balk pada tingkat lokal, nasional, bahkan global.
Mereka mulai memahami bahwa kesuksesan bukan hanya ditentukan oleh kerja individu, namun juga perlu adanya peran saling ketergantungan, serta menyelesaikan pekerjaan mereka melalui usaha-usaha yang dilakukan orang lain. Network yang dimiliki pun semakin meluas dan mereka semakin mendapatkan penghormatan dari para anggota organisasi yang lain.
 3. Tahap Inovasi & Pengambilan Resiko
Pada usia 40-an seseorang telah merasa nyaman dengan karier yang dijalani, dengan pemahaman yang semakin mendalam mengenai industri yang digeluti. Seseorang tetap ingin menjaga komitmen dengan karier yang dijalaninya pada tahap ini dan pada saat yang sama berusaha secara terus-menerus meng-update pengetahuan dan keahlian yang dimiliki sesuai dengan standar industri, sehingga mereka memiliki keahlian yang semakin beragam.

Suatu aktivitas yang tidak akan dan tidak boleh berhenti sampai kapanpun. Seseorang pada tahap ini termotivasi untuk terlibat dalam perencanaan strategis, inovasi, dan pengambilan resiko bagi kepentingan organisasi. Mereka memiliki kemampuan untuk menggunakan pengaruhnya, baik internal maupun eksternal dalam proses pengambilan keputusan. 
4. Tahap Persiapan Pensiun
Setelah tahap ini dilewati mereka mulai merasakan ketidaknyamanan menjelang memasuki masa pensiun akibat ketidakpastian mengenai apa yang akan dilakukan setelah pensiun. Pensiun berarti seseorang akan kehilangan berbagai fasilitas-fasilitas dan reputasi yang selama ini ia nikmati. Oleh karenanya, mereka perlu melakukan persiapan yang matang, baik secara finansial maupun secara mental, karena tahapan ini adalah tahapan yang mau tidak mau harus dialami, berbeda dengan tahapan-tahapan lainnya. 
Menurut Robert L. Mathis, tahap karir terbagi menjadi :
·                  Tahap Pertumbuhan. Tahap ini berlangsung kurang lebih dari saat lahir hingga seseorang berumur 14 tahun dan merupakan periode di mana seseorang mengembangkan suatu citra pribadi dengan mengidentifikasikan dirinya dan berinteraksi dengan orang lain seperti keluarga, kawan, dan guru. Pada awal periode ini, permainan peranan adalah penting, dan anak-anak menerapkan peranan yang berbeda-beda. Hal ini membantu mereka untuk membentuk impresi tentang bagaimana reaksi orang lain terhadap prilaku yang berbeda-beda dan memberi kontribusi pada upaya mereka mengembangkan citra pribadi atau identitas tersendiri. Pada saat mulai berakhirnya periode ini, si remaja mulai berfikir realistik tentang alternatif keahlian.
·                     Tahap Eksplorasi. Dalam periode ini kurang lebih berlangsung pada saat seseorang berusia 15 hingga 24 tahun, seseornag berusaha menggali berbagai alternatif keahlian secara serius, dengan upaya membanding-bandingkan alternatif tersebut dengan hal-hal yang telah dipelajarinya tentang alternatif tersebut dan tentang minat dan kemampuannya sendiri di sekolah, aktivitas waktu senggang, gan hobi. Biasanya, pada saat-saat awal periode ini terbentu beberapa pilihan keahlian tentatif yang luas. Pilihan ini kemudian disempurnakan pada saat seseorang mempelajari lebih banyak tentang pilihan itu dan tentang dirinya sendiri sampai pada saat akan berakhirnya tahap ini., ditetapkannya kemungkinan pilihan yang sesuai dan orang yang bersangkutan mencoba suatu pekerjaan awal. Barangkali tugas yang paling penting yang dimiliki seseorang dalam tahap ini dan tahap selanjutnya adalah mengembangkan pemahaman yang realistik tentang kemampuan dan bakatnya. Demikian juga halnya, seseorang harus mampu menemukan dan mengembangkan nilai-nilai positif, dan ambisinya serta mengambil keputusan yang baik berdasarkan atas sumber informasi yang dapat dipercaya mengenai alternatif keahlian.
·                  Tahap Pemantapan. Tahap ini berlangsung sejak seseorang berusia 24 hingga 44 tahun. Tahap ini merupakan inti kehidupan kerja setiap orang pada umumnya. Tahap pemantapan ini terdiri dari tiga subtahap. – Subtahap percobaan berlangsung sejak seseorang berusia 25 hingga 30 tahun. Selama periode ini orang yang bersangkutan menentukan apakah bidang yang dipilih cocok atau tidak, apabila tidak mungkin diupayakan beberapa perubahan. – Subtahap Stabilisasi yang berlangsung pada usia 30 – 40 tahun. Pada tahap ini tujuan pekerjaan perusahaan ditetapkan dan orang yang bersangkutan merencanakan karir secara lebih eksplisit untuk menentukan urutan promosi, perubahan pekerjaan, dan/atau aktivitas pendidikan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Akhirnya pada usia 40 – 44 tahun orang tersebut mengalami masa subtahap krisis karir pertengahan. Dalam subtahap ini orang sering melakukan penilaian kembali kemajuan mereka dalam hubungannya dengan ambisi dan tujuan semula. Mereka mungkin merasa bahwa mereka tidak akan dapat mencapai cita-cita, atau setelah melakukan hal-hal yang direncanakan, hasil yang dicapai tidak sebagaimana yang diharapkan. Orang-orang harus memutuskan sejauh mana kadar penting pekerjaan dan karir mereka seharusnya dalam kehidupan. Sering dalam subtahap krisis karir pertengahan ini, untuk pertama kalinya menghadapi kesukaran untuk memutuskan hal-hal yang sesungguhnya diinginkan, hal-hal yang dapat dicapai, dan seberapa banyak yang harus dikorbankan untuk mencapai hal itu. Biasanya dalam subtahap ini sebagian orang untuk mempertama kali menyadari bahwa mereka memiliki jenjang karir, misalnya perhatian pokok pada rasa aman, atau pada kemandirian dan kebebasan di mana mereka tidak akan menyerah untuk mencapainya apabila pilihan harus dilakukan.
·                  Tahap Pemeliharaan. Antara usia sekitar 45 – 65, banyak orang yang hanya sekedar menyelip dari subtahap stabilisasi de dalam tahap pemeliharaan. Dalam tahap ini seseorang telah menciptakan suatu tempat dalam dunia kerja dan semua upaya umumnya sekarang diarahkan untuk mengamankan tempat tersebut.
·                  Tahap Kemunduran. Pada saat usia pensiun mendekat, sering terdapat suatu periode perlambatan di mana banyak orang menghadapi prospek untuk harus menerima keadaan menurunnya level kekuasaan dan tanggung jawab dan pada saat seperti ini mereka harus belajar menerima dan mengembangkan peranan baru sebagai mentor dan orang kepercayaan bagi mereka yang lebih muda. Selanjutnya orang memasuki masa pensiun yang tidak dapat dihindari, setelah orang menghadapi prospek menemukan alternatif penggunaan waktu dan upaya yang diadakan sebelumnya atas pekerjaan.

D.                Jalur Karir
Jalur karir adalah pola urutan pekerjaan (Pattern of Work Sequence) yang harus dilalui pegawai untuk mencapai suatu tujuan karir. Tersirat di sini, jalur karir selalu bersifat formal, dan ditentukan oleh organisasi (bukan oleh pegawai). Jalur karir selalu bersifat ideal dan normatif. Artinya dengan asumsi setiap pegawai mempunyai kesempatan yang sama dengan pegawai lain, maka setiap pegawai mempunyai kesempatan yang sama  untuk mencapai tujuan karir tertentu.
Meskipun demikian, kenyataan sehari-hari tidak selalu ideal seperti ini. Ada pegawai yang bagus karirnya, ada pula pegawai yang mempunyai karir buruk meskipun prestasi kerja yang ditunjukkannya bagus.Dalam organisasi yang baik dan mapan,  jalur karir pegawai selalu jelas dan eksplisit, baik titik-titik karir yang dilalui maupun persyaratan yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan karir tertentu.
Jalur karir adalah pola pekerjaan berurutan yang membentuk karir seseorang. Jalur karier adalah garis kemajuan yang fleksibel yang secara khusus digunakan oleh karyawan untuk melakukan perpindahan jabatan selama bekerja dengan suatu perusahaan.
Jalur karier memiliki suatu fokus secara historis pada mobilitas ke atas di dalam suatu pekerjaan tertentu. Terdapat empat jalur karier yang biasa digunakan oleh organisasi, yaitu :
1.       Jalur karier tradisional adalah suatu tipe jalur karier di mana karyawan mengalami kemajuan secara vertikal ke atas di dalam suatu organisasi dan suatu jabatan tertentu ke jabatan berikutnya.
2.      Jalur karier jaringan adalah jalur karier yang meliputi urutan urutan (sekuensi) jabatan secara vertikal dan horizontal. Jalur karier ini mengakui adanya saling pertukaran pengalaman pada level tertentu dan kebutuhan pengalaman yang luas pada suatu level sebelum promosi ke level yang lebih tinggi.
3.       Jalur karier lateral adalah jalur karier yang memungkinkan seseorang memperoleh revitalisasi dan menemukan tantangan baru pada jenjang posisi yang sama karena jumlah jabatan yang akan ditempati sangat terbatas. Dalam hal ini tidak ada promosi dan kenaikan upah, namun nilai seseorang menjadi lebih tinggi dengan ditempatkannya pada posisi yang lebih menantang.
4.      Jalur karier rangkap adalah jalur karir ganda yang diberikan kepada seseorang karena pengetahuan teknisnya sebagai penghargaan kepadanya. Hal ini biasanya terjadi pada perusahaan berteknologi tinggi dan karyawan tersebut tidak masuk dalam jajaran manajemen struktural.
 Menurut James L. Gibson, jalur karir ini ada beberapa macam, di antaranya :
·                  Puncak datar (plateau)
Puncak datar merupakan titik akhir dalam akhir pendakian seseorang. Dewasa ini, para pekerja mencapai puncak datarnya lebih cepat. Sebuah puncak datar merupakan dilema yang menimbulkan rasa putus asa bagi kebanyakan pekerja yang merasa bahwa karir mereka telah berakhir. Selain itu, banyak yang mengalami perasaan kegagalan pribadi.
·                  Jalur karir berliku
Sebagian pekerja memberi tanggapan dengan mengambil jalur karir berliku, mereka meninggalkan tempat kerja dan mencoba bergerak ke atas dengan berpindah – pindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain, bahkan kadangkala dari satu industri ke industri lain. 
Para pekerja puncak datar yang enggan untuk pindah dapat melakukan mutasi lateral guna memperluas keahlian manajerial mereka dan untuk mengatasi tantangan – tantangan baru. Kadang – kadang, sebuah mutasi lateral dapat membuka jalur ke ata yang baru. Beberapa pekerja menjadi lebih merasa terlibat dalam melatih para manajer yang lebih muda atas bidang keahlian mereka. Sementara yang lain lebih memusatkan perhatian ‘harga’ mereka dengan melanjutkan studi yang lebih tinggi dan selanjutnya mengembangkan kehidupan sosial mereka. Semakin banyak perusahaan yang mengembangkan pelatihan dan seminar karir dengan tujuan meningktkan kepuasan manajer atas jabatannya yang sekarang, selain terus berupaya menyesuaikan aspek – aspek dalam jabatan dengan kegemaran dan bakat manajer dengan memberikan tanggung jawab yang lebih besar




·                  Jalur karir rangkap
Perusahaan juga mengakui adanya jalur karir rangkap (dual career path), suatu konsep yang mulai dikenal pada pertengahan tahun 1970-an. Jalur karir rangkap dirancang untuk memberikan peluang bagi para profesional nonmanajerial untuk mencapai jenjang karir yang lebih tinggi, dan memberikan penghargaan serta prestise yang sama sebagaimana mitra kerja manajerial mereka, sementara meeka tetap bekerja di bidang profesional mereka. Jalur karir rangkap diharapkan dapat memeprtahankan para profesional berbakat yang merasa kecewa karena kurangnya peluang kemajuan dalam organisasi, kecuali jika mereka masuk ke dalam manajemen (sesuatu yang tidak mereka inginkan). 
·                  Jalur Ibu
Jalur ibu memberi manfaat yang mendasar bagi organisasi, para manajer, dan profesional. Jalur ibu memungkinkan perusahaan mempertahankan banyak wanita ‘karir dan keluarga’ yang berbakat, yang akan meninggalkan pekerjaannya karena tuntutan keluarga bila kebutuhannya tidak terpenuhi. Organisasi yang fleksibel akan dapat mempertahankan kontribusi para pekerja wanita untuk jangka panjang dan mencegah lenyapnya sejumlah investasi dalam latihan dan pengembangan jika mereka dikeluarkan. 
Bagi kaum wanita, jalur ibu memberi peluang untuk mencurahkan waktu bagi keluarga dan melanjutkan karir mereka. Jalur ibu juga memberi kesempatan bagi lebih banyak wanita untuk memiliki anak, sebuah pilihan yang tidak bisa diambil para eksekutif wanita karena akan mengganggu karir mereka.
E.     Perencanaan Karir dalam Manajemen
Perencanaan karir adalah salah satu  fungsi manajemen karir. Perencanaan karir adalah perencanaan yang dilakukan  baik oleh individu pegawai maupun oleh organisasi berkenaan dengan karir pegawai, terutama mengenai persiapan yang harus dipenuhi seorang pegawai untuk mencapai tujuan karir tertentu. Yang perlu digarisbawahi, perencanaan karir pegawai harus dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu pegawai yang bersangkutan dan organisasi. Jika tidak, maka perencanaan karir pegawai tidak akan menghasilkan rencana yang baik dan realistis.

Perencanaan karir merupakan kegiatan atau usaha untuk mengatakan perjalanan karir pegawai serta mengidentifikasi hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan karir tertentu. 
A. Perencanaan Karir di Tingkat Organisasi
Perencanaan karir di tingkat organisasi dilakukan dengan tujuan untuk
mengadakan atau mengidentifikasi hal-hal berikut :
a.  Profil Kebutuhan Pegawai
Semua organisasi mempunyai dinamika tersendiri dalam hal mobilitas pegawai-pegawainya. Pegawai baru datang, pegawai lama pergi, dipromosikan, direlokasikan, dipensiunkan, pindah, dan seterusnya. Jelas, dinamika ini harus dicatat dan dipetakan agar mudah dibaca setiap kali diperlukan. Pemetaan itu sendiri ada dua macam, yaitu pemetaan deskripsi (catatan kuantitas pegawai) dan pemetaan normatif (kualitatif).Perlu diingat kembali, profil kebutuhan pegawai adalah gambaran (kuantitatif dan kualitatif) pegawai yang diperlukan oleh organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien.
Pemetaan kebutuhan pegawai adalah satu hal, sedangkan cara-cara memenuhi kebutuhan tersebut adalah hal lain lagi. Dalam hal ini kebutuhan pegawai; antara lain adalah melalui penarikan (rekrutmen) pegawai baru, relokasi pegawai dari unit ke unit lain, menyesuaikan beban kerja dengan pegawai yang ada, memsubkontrakkan pekerjaan ke lembaga lain, menambah beban kerja sampai ambang batas tertentu, dan sebagainya.

b.  Deskripsi Jabatan
Selain membuat profil kebutuhan pegawai, organisasi juga harus membuat deskripsi jabatan/pekerjaan. Pembuatan deskripsi jabatan ini cukup rumit. Namun pada prinsipnya, sebuah organisasi seharusnya mempunyai daftar untuk semua jenis pekerjaan/jabatan tersebut, lengkap dengan persyaratan untuk mengerjakannya (job requirement).


c.  Peta Jalur Karir
Peta jalur karir adalah gambaran yang berisi berbagai nama jabatan (Job title) beserta alur- alur yang menghubungkan satu jabatan dengan jabatan yang lain. Alur-alur ini berarti kemungkinan beralihnya pegawai dari satu jabatan ke jabatan lainnya. Dengan melihat peta-peta ini, pegawai akan segera tahu dan mengerti masa depan karirnya sendiri.
d.      Mekanisme Penilaian Kinerja Pegawai
Karir pegawai berkaitan erat dengan kinerja pegawai. Karena itu, kinerja pegawai harus dinilai secara akurat. Untuk itu diperlukan suatu mekanisme penilaian yang jelas.
e.        Perencanaan Karir Individual Pegawai
Bagi pegawai, perencanaan karir ditingkat organisasi tidak akan dianggap penting bila tidak ada sangkut pautnya dengan karir sipegawai tersebut. Karena itu, perencenaan karir ditingkat organisasi harus bisa “ diterjemahkan” menjadi perencanaan karir ditingkat individu pegawai. Telah dijelaskan bahwa perjalanan karir seorang pegawai dimulai sejak dia masuk kesebuah organisasi, dan berakhir ketika ia berhenti bekerja diorganisasi itu. Dan hal ini berlaku bagi siapapun yang bekerja diorganisasi tersebut, dari pegawai ditingkat yang paling rendah sampai ke tingkat pimpinan yang paling tinggi.
Pada dasarnya tujuan perencanaan karir untuk seorang pegawai adalah mengetahui sedini mungkin prospek karir  pegawai tersebut dimasa depan, serta menentukan langkah-langkah yang perlu diambil agar tujuan karir tersebut dapat dicapai secara efektif-efisien.
 Lima Syarat Utama Perencanaan Karir Pegawai
1.  Dialog
Urusan karir adalah urusan pegawai. Karena itu perencanaan karir harus melibatkan pegawai. Pegawai harus diajak berbicara, berdialog, bertanya jawab mengenai prospek mereka sendiri. Ini kelihatannya mudah. Tetapi di negara timur seperti Indonesia, karir jarang didialogkan denga pegawai. Pegawai sering kali merasa malu dan risih jika diajak bicara tentang karir mereka sendiri. Mereka takut dianggap terlalu memikirkan karir dan ambisius. Karena itu, karir sering kali tabu dibicarakan.  Meskipun demikian dialog tentang karir  ini harus diusahakan terjadi antara organisasi (misalnya diwakili seorang pimpinan) dengan pegawai. Melalui dialog inilah diharapkan timbul  saling pengertian antara pegawai dan organisasi tentang prospek masa depan si pegawai.
2.  Bimbingan
Tidak semua pegawai memahami jalur karir dan prospek karirnya sendiri. Karena itu, organisasi harus membuka kesempatan untuk melakukan bimbingan karir terhadap pegawai. Melalui bimbingan  inilah pegawai dituntun untuk memahami berbagai informasi tentang karir mereka. Misalnya, pegawai dibimbing untuk mengetahui tujuan karir yang dapat mereka raih (jangka pendek atau jangka panjang), persyaratan untuk mencapai tujuan karir tersebut, serta usaha-usaha apa yang harus dilakukan agar tujuan tersebut dapat dicapai secara efisien. 
3.  Keterlibatan Individual
Dalam rangka hubungan kerja yang manusiawi (humanistic) pegawai tidak boleh dianggap sebagai sekrup dari sebuah mesin bisnis yang besar, yang boleh diperlakukan semena- mena termasuk dalam penentuan nasib karir mereka. Setiap individu pegawai seharusnya dilibatkan dalam proses perencanaan karir. Mereka harus diberi kesempatan berbicara dan memberikan masukan dalam proses tersebut. Jika tidak maka perencanaan karir akan berjalan timpang karena hanya dilihat dari sisi kepentingan organisasi belaka. 
4.  Umpan Balik
Sebenarnya, proses pemberian umpan balik selalu terjadi jika ada dialog. Tetapi dalam hal ini ingin ditegaskan bahwa setiap pegawai mempunyai hak untuk mengetahui setiap keputusan yang berkenaan dengan karir mereka. Jika dipromosikan, mereka berhak tahu mengapa mereka dipromosikan. Bila tidak terjadi perubahan karir dalam waktu yang cukup lama, mereka juga berhak tahu mengapa hal ini terjadi. Pegawai berhak bertanya. Organisasi berkewajiban menjawab pertanyaan tersebut.



5.  Mekanisme Perencanaan Karir
Yang maksud di sini adalah tata cara atau prosedur yang ditetapkan agar proses perencanaan karir dapat dilaksanakan sebaik- baiknya. Dalam mekanisme perencanaan karir ini harus diusahakan agar empat hal di atas (dialog, bimbingan, keterlibatan individual, dan umpan balik) dapat terwadahi. Di samping itu, mekanisme seyogyanya dilengkapi dengan aturan atau prosedur yang lebih rinci, formal, dan tertulis.

Mekanisme Perencanaan Karir Pegawai
Ada beberapa tahap yang perlu kita lakukan dalam proses perencanaan karir pegawai.
1.  Analisis Kebutuhan Karir Individu
Analisis kebutuhan karir individu, dalam hubungannya dengan karir pegawai, adalah proses mengidentifikasi potensi (kekuatan) dan kelemahan yang dimiliki oleh seorang pegawai,  agar dengan demikian karir pegawai yang bersangkutan dapat direncanakan dan dikembangkan sebaik- baiknya.
Pada dasarnya, analisis kebutuhan karir individu ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu atasan langsung dan pegawai itu sendiri. Kedua belah pihak ini harus bekerja sama sebaik-baiknya sehingga kebutuhan karir pegawai dapat diidentifikasi sebaik- baiknya Sedikitnya ada dua cara untuk mengidentifikasi kebutuhan karir pegawai yaitu career by objective (CBO) dan analisis peran kompotensi.
a) Career By Objective
Melalui cara pertama (CBO), pegawai dibimbing untuk menjawab beberapa
pertanyaan tentang dirinya sendiri, yaitu :
•  Dimana saya saat ini ? Pertanyaan ini dimaksudkan untuk membantu pegawai mengingat kembali apa saja yang pernah dicapainya di masalalu, dan kegagalan apa saja yang pernah dialaminya. Dengan kata lain,pertanyaan ini menggiring si pegawai untuk mengkaji kembaliperjalanan hidup yang pernah ia lalui, serta memberi tanda pada bagian  bagian terpenting dalam perjalanan hidup itu, di mana ia sukses, dimana pula ia gagal.
•  Siapa saya ? Pertanyaan ini dimaksudkan untuk membantu pegawai
menemukan jati dirinya. Pegawai dibimbing untuk menjenguk isi
jiwanya sendiri dan menjawab:
•  Apa kelebihan dan kekurangan saya  ? Apa bakat saya ? Apakah saya
punya bakat menjadi pemimpin ? Apakah saya    pemberani ? Penakut ?
Jujur ? dan seterusnya.
•  Apa yang sebenarnya ingin saya capai ? Pertanyaan ini dimaksud untuk
membantu pegawai memformulasikan cita-citanya sendiri secara
realistis. Ia dibantu untuk menjawab: Apakah dengan kemampuan yang
saya miliki ini, saya tanpa sadar mendambakan sesuatu yang terlalu
muluk ? Apakah justru cita- cita saya terlalu rendah ? Pesimis ? Kurang
ambisius ?
•  Pekerjaan apakah yang paling cocok bagi saya? Pertanyaan ini
mendorong pegawai untuk berpikir lebih realistis dan praktis. Ia dituntut
untuk memilih. Ia dituntut untuk menentukan nasibnya sendiri. Apakah
saya cocok bekerja dilapangan yang membutuhkan keterampila
keterampilan teknis? Apakah saya cukup punya bakat dan kemauan
untuk bekerja “ dibelakang meja”,  untuk memikirkan hal- hal yang
teoritis dan    konseptual ?
•  Jabatan apa yang paling cocok untuk  saya ? Pertanyaan ini sudah
menjurus ke jabatan-jabatan yang ada didalam organisasi tempat si
pegawai bekerja. Cocokkah saya staf marketing ? Atau saya justru lebih
cocok bekerja sebagai staf keuangan dan sebagainya.

b) Analisis Peran – Kompetensi
Yang dimaksud dengan analisis peran – kompetensi disini adalah analisis untuk mengetahui peran (atau jabatan) apa yang paling sesuai untuk seorang pegawai, kemudian mengkaji kompetensi apa saja yang telah dikuasi oleh si pegawai dan kompetensi mana yang belum dikuasi.Melalui analisis peran-kompensasi ini, pegawai digiring untuk melihat prospek karirnya sendiri, serta mengkaji secara jujur dan kritis, kompensasi apa saja yang sudah dia kuasai, dan kompetensi mana saja yang belum dia kuasai, dalam rangka menjalankan peran-peran yang ada. 
2.  Pemetaan Karir Individu
Jika analisis kebutuhan karir individu sudah dilakukan, maka hal ini diharapkan telah melahirkan profil (gambaran) yang lengkap tentang seorang pegawai. Jika hal ini telah tercapai,  maka “peta kerier” pegawai tersebut seharusnya sudah dapat dibuat.Jadi, pemetaan karir individu adalah suatu proses untuk menggambarkan prospek karir seorang pegawai termasuk penjelasan tentang tingkat kesiapan di pegawai itu untuk memangku jabatan tertentu. 
3.  Penilaian Kinerja Individu
Pemetaan karir individu tidak menjamin seorang pegawai untuk menduduki jabatan tertentu di masa depan. Jelasnya, peta tersebut masih harus dibuktikan secara empiris (nyata) apakah pegawai tersebut benar-benar punya bakat dan kemampuan yang menunjang jabatan-jabatan yang  tersebut dalam peta keriernya.Penilaian kinerja individu sesungguhnya merupakan usaha untuk mencari bukti-bukti nyata tentang kualitas kinerja seorang pegawai. Tentu saja bukti-bukti nyata yang didapat dari proses penilaian kinerja tidak hanya berguna untuk keperluan pembinaan karir pegawai, tetapi juga untuk keperluan lain seperti menentukan bonus, mencari masukan untuk menentukan suatu kebijakan, dan lain-lain.

4.  Identifikasi Usaha Untuk Mencapai Tujuan Karir
Dikatakan bahwa suatu jabatan tidak datang begitu saja kepada seorang pegawai, tetapi si pegawai itulah yang harus berusaha mencapai jabatan yang dicita-citakannya. Hal ini tentu dapat mengundang perdebatan pro-kontra untuk menentukan sikap mana yang paling benar.Pegawai sebaiknya tidak perlu memusingkan prospek karirnya sendiri, ataukah si pegawai harus cukup “ambisius” untuk mengejar karirnya sendiri ? Yang jelas baik organisasi  maupun pegawai yang bersangkutan mempunyai kewajiban untuk berusaha agar perjalanan karir pegawai tidak tersendat, apalagi mandeg. Umum diketahui, tersendatnya karir pegawai cepat atau lambat akan menimbulkan masalah bagi semua pihak.








BAB III
PENUTUP

3.1           KESIMPULAN
Perilaku Organisasi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang perilaku tingkat individu dan tingkat kelompok dalam suatuorganisasi serta dampaknya terhadap kinerja (baik kinerja individual, kelompok,Kinerja merupakan penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas.
Motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan organisasi.
Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidang nya masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja.
Komunikasi adalah kegiatan perilaku atau kegiatan penyampaian pesan atau     informasi tentang pikiran atau perasaan (Roben.J.G).
Kelompok Kerja adalah kelompok yang terutama berinteraksi untuk membagi informasi dan mengambil keputusan untuk membantu tiap anggota dalam bidang tanggung jawabnya. Tujuan Berbagi info, Tanggung Jawab. Individual, Keterampilan Beragam/acak.

3.2           SARAN
Makalah ini bermaksud untuk setiap individu atau mahasiwa selalu berprilaku organisasi untuk mencapai tujuan bersama secara cepat, tepat dan efisien. Adapun saran yang yang lain semoga makalah ini berguna bagi individu atau kelompok dalam kehidupan berorganisasi dan segala krtik dan saran tentang makalah ini kami terima dengan lapang dada.




DAFTAR PUSTAKA
Deborah Tannen, 1996, Seni komunikasi Efektif: membangun relasi dengan membina gaya percakapan, (alih bahasa dra. Amitya Komara), PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Muchlas, M. 2005. Prilaku Organisasi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press

Marnis. 2011. Pengantar Manajemen. Pekanbaru : PT Arjuna Riau Grafindo

Gitosudarno, Indriyo & Nyoman Sudita. 1997. Prilaku Keorganisasian, BPFE, Yogyakarta

Joseph A. Devito,1997, Komunikasi antar manusia (edisi kelima), Profesional Books, Jakarta.

Larry King, Bill Gilbert, 2002, Seni Berbicara: kepada siapa saja, kapan saja, dimana saja (editor Tanti Lesmana), PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Prof. Dr. Astrid S. Susanto-Sunarto, 1995, Globalisasi dan komunikasi, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.






[1]1986:42
[2] http://www.damandiri.or.id/file/ahmadrajaulunairbab2.pdf
[3]http://goenable.wordpress.com/2012/01/06/motivasi-dalam-organisasi/
[4] http://desiwidiasari.wordpress.com/2011/04/15/motivasi-dalam-perilaku-organisasi/
[5] http://arhieword.wordpress.com/2012/04/05/makalah-perilaku-organisasi-kepribadian-dan-emosi/


[7] desiwidiasari
Tema: Andreas04 oleh Andreas Viklund. Blog pada WordPress.com
[8] Robbins,Stephen p :edisi Bhs Indonesia (1996). Perilaku organisasi,Jakarta:PT.prenhallindo
[9] Seravine
tugaskuliahanakmenej.blogspot.com/.../motivasi-perilaku-organisasi....
[10] Seravine
tugaskuliahanakmenej.blogspot.com/.../motivasi-perilaku-organisasi....

[11] Levi (2002)
[12] Asad (2004, hal 113)
[13] Asad (2004, p.115)
[14] Robbins (1996)
2 Dedi S., Tanya Jawab Psikologi Umum, hal.19
[16] elib.unikom.ac.id/download.php?id=17982(3 desember 2012 jam 11.30 wib)
[17] abdulghoni-asykur.blogspot.com/2012/03/tugas-3.html)(03 desember 2012)

[18] ronawajah.wordpress.com/2008/05/27/merancang-lingkungan-kerja/

[19] belajarmanagement.wordpress.com/.../rancangan-pekerjaan-job-desig...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar