PERILAKU ORGANISASI
DISUSUN
OLEH
NAMA : AYU FARDILLA
FAKULTAS/PRODI: EKONOMI AKUNTANSI
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya dan inayahnya hingga penulis bisa
menyelesaikan tugas makalah ini, dan selanjutnya Solawat beriring Salam buat
Junjungan Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membimbing manusia kejalan yang
benar.
Makalah
yang berjudul PERILAKU ORGANISASI ini
berisi tentang konsep perilaku organisasi.
Namun
demikian penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu
kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan di kemudian hari.
AYU
FARDILLA
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. 2
DAFTAR ISI........................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang................................................................................................... 4
1.2
Rumusan Masalah............................................................................................... 5
1.3
Tujuan dan Manfaat Penulisan........................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sifat Organisasi
………………………………………………………………..7
2.2
Determinan-determinan Kerja Individu………………………………………12
2.3Motivasi............................................................................................................ 15
2.4Kepuasan
Kerja................................................................................................ 26
2.5Kepemimpinan................................................................................................. 28
2.6Komunikasi
..................................................................................................... 31
2.7
Kelompok Dalam Organisasi........................................................................... 32
2.8
Konflik Antar Kelompok................................................................................ 34
2.9
Sistem Imbalan................................................................................................ 40
2.10
Merancang Pekerjaan.................................................................................... 47
2.11
Pengambilan Keputusan................................................................................ 58
2.12
Memasuki Organisasi.................................................................................... 78
2.13
Stres pekerjaan.............................................................................................. 88
2.14
Karir Dalam Pekerjaan.................................................................................. 94
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................. 112
3.2 Saran........................................................................................................... 112
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 113
BAB
I
PEDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Perilaku Organisasi adalah suatu disiplin ilmu yang
mempelajari tentang perilaku tingkat individu dan tingkat kelompok dalam suatuorganisasi serta
dampaknya terhadap kinerja (baik kinerja individual, kelompok, maupun
organisasi). Perilaku organisasi juga dikenal sebagai studi tentang organisasi. Studi ini adalah sebuah bidang
telaah akademik khusus yang mempelajari organisasi,dengan
memanfaatkan metode-metode dari ekonomi, sosiologi, ilmu politik, antropologi dan psikologi.
Disiplin-disiplin lain yang terkait dengan
studi ini adalah studi tentang sumber daya manusia dan psikologi industri.Organisasi dalam pandangan beberapa pakar seolah-olah menjadi suatu
“binatang” yang berwujud banyak, namun tetap memiliki kesamaan konseptual. Atau
dengan kata lain, rumusan mengenai organisasi sangat tergantung kepada konteks
dan perspektif tertentu dari seseorang yang merumuskan tersebut.
Setiap manusia mempunyai
tujuan yang berbeda dalam hidupnya, karena pengaruh pengetahuan dan
pengalamannya yang berbeda. Namun setiap manusia akan sama dalam satu hal yaitu
ingin mempertahankan hidup dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Bagi masyarakat pada era industrialisasi
sekarang ini, pekerjaan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat penting.
Bagi masyarakat modern bekerja merupakan suatu tuntutan yang mendasar, baik
dalam rangka memperoleh imbalan berupa uang atau jasa, ataupun dalam rangka
mengembangkan dirinya.
Komunikasi
mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima
pesan, terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan
ada kesempatan untuk melakukan umpan balik. hal Ini mengandung elemen-elemen yang ada dalam setiap tindak
komunikasi, terlepas dari apakah itu bersifat intrapribadi, antarpribadi, kelompok
kecil, pidato terbuka, atau komunikasi masa. Dalam komunikasi ini kita juga
akan menyinggung sedikit tentang Perhatian, Pemahaman dan Mengingat Informasi.
2.1 RUMUSAN MASALAH
Masalah-masalah yang akan di pecahkan dalam makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.
Apakah pengertian dari PERILAKU ORGANISASI?
2.
Penjelasan elemen-elemen penting yang ada didalam PERILAKU
ORGANISASI?
1.3 TUJUAN
DAN MANFAAT
Tujuan dalam pembuatan makalah ini dibagi kedalam dua tujuan yakni dilihat dari
tujuan secara umum dan secara khusus.
Tujuan secara umum yaitu untuk
memberikan pemahaman mengenai Perilaku Organisasi
.
Tujuan secara khusus yaitu Tujuan
dibuatnya makalah ini yaitu untuk memenuhi salah satu tugas mata Perilaku
Organisasi. Yang diharapakan mahasiswa dapat memahaminya secara mendalam.
Manfaat pembuatan makalah ini yaitu:
1.
Bagi penulis manfaatnya yakni menambah wawasan serta dapat memahami tentang
Perilaku organisasi.
2.
Bagi UNISI, manfaat dibuatnya makalah
ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang
Perilaku Organisasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
SIFAT
ORGANISASI
Ada
3 hubungan dasar dalam hubungan formal :
1.
Tanggung jawab
Hal ini
merupakan kewajiban individu untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Barang kali
bisa diarahkan dengan terjadinya spesialisasi dalam bekerja.
2.
Wewenang
Wewenang adalah
hak untuk mengambil keputusan mengenai apa yang dijalankan oleh seseorang dan
merupakan hak untuk meminta kepada orang lain untuk melakukan sesuatu.
3.
Pertanggungjawaban
Apabila wewenang
berasal dari pimpinan ke bawahan, maka pertanggung jawaban berasal dari bawahan
ke pimpinan. Pertanggung jawaban merupakan laporan hasil dari bawahan kepada
yang berwenang (atasan).
Unsur-unsur
organisasi terdiri dari :
1.
Manusia (Human Faktor),
artinya organisasi baru ada, jika ada unsur manusia yang bekerjasama, ada
pemimpin dan ada yang dipimpin.
2.
Sasaran, artinya
organisasi baru ada jika ada tujuan yang ingin dicapai.
3.
Pekerjaan, menunjukkan
bahwa organisasi baru ada jika ada pekerjaan yang akan dikerjakan serta adanya
pembagian pekerjaan.
4.
Teknologi, ini artinya
organisasi itu baru ada jika terdapat unsur-unsur teknis.
5.
Tempat kedudukan,
organisasi itu ada jika ada tempat kedudukannya.
6.
Struktur, organisasi
tersebut baru ada jika ada hubungan antara manusia yang satu dengan manusia
yang lain, sehingga tercipta organisasi.
7.
Lingkungan (Enviromental External Sosial System),
artinya organisasi baru ada jika ada lingkungan yang saling mempengaruhi,
misalnya ada sistem kerja sama sosial.
·
Sistem Organisasi
Formalisasi (formalization) mengacu sejauh mana
pekerjaan-pekerjaan di dalam organisasi dibakukan. Jika sebuah pekerjaan sangat
formal, pemangku pekerjaan akan memiliki sedikit sekali kebebasan untuk memilih
apa yang harus dikerjakan, kapan harus dikerjakan, dan bagaimana dikerjakan. Di
organisasi dengan tingkat formalisasi tinggi, ada deskripsi rendah tugas yang
jelas, beragam aturan organisasi, dan prosedur yang didefinisikan relatif tidak
terprogram dan karyawan memiliki banyak kebebasan untuk menjalankan diskresi
mereka terkait dengan pekerjaan.
Kadar
formalisasi bisa sangat beragam antarorganisasi dan di dalam organisasi.
Pekerjaan-pekerjaan tertentu, misalnya, memiliki sedikit formalisasi.
·
Desain Organisasi yang Umum
1.
Struktur Sederhana
Struktur
Sederhana dicirikan dengan apa yang bukan dan bukan yang sebenarnya. Struktur
ini tidak rumit. Struktur Sederhana yang dicirikan dengan kadar
departementalisasi yang rendah, rentang kendali yang luas, wewenang yang
terpusat pada seseorang saja, dan sedikit formalisasi.
Struktur
sederhana adalah sebuah organisasi “rata”; biasanya hanya memiliki dua atau
tiga tingkatan vertikal, badan karyawan yang longgar, dan satu individu yang
kepadanya wewenang pengambilan keputusan dipusatkan.
Kekuatan
dari struktur ini terletak pada kesederhanaannya. Cepat, fleksibel, tidak mahal
untuk dikelola, dan akuntabilitasnya jelas. Kelemahannya adalah struktur ini
sulit dijalankan di mana pun selain di organisasi kecil. Struktur sederhana
menjadi semakin tidak memadai tatkala sebuah organisasi berkembang karena
formalisasinya yang rendah dan sentralisasinya yang tinggi cenderung
menciptakan kelebihan beban (overload)
informasi di puncak, struktur ini berisiko segalanya bergantung pada satu
orang.
2.
Birokrasi
Birokrasi sebuah struktur dengan
tugas-tugas operasi yang sangat rutin yang dicapai melalui spesilisasi, aturan
dan ketemtuan yang sangat formal, tugas-tugas yang dikelompokkan ke dalam
berbagai departemen fungsional, wewenang terpusat, rentang kendali yang sempit,
dan pengambilan keputusan yang mengikuti rantai komando.Standarisasi merupakan
konsep kunci yang mendasari semua birokrasi.Birokrasi adalah sebuah kata yang
memiliki konotasi tak menyenangkan di benak kebanyakan orang. Namun, birokrasi
memiliki keunggulan. Kekuatan utama birokrasi terletak pada kemampuannya
menjalankan kegiatan-kegiatan yang berstandar secara sangat efisien. Kelemahan
dari biokrasi adalah sesuatu yang kita semua pernah alami suatu kali ketika
harus berhadapan dengan mereka yang bekerja di organisasi-organisasi seperti
berlebihan dalam mengikuti aturan.
3.
Struktur matriks
Struktur
matriks adalah sebuah struktur yang menciptakan garis wewenang ganda dan
menggabungkan departementalisasi fungsional dan produk.Pilihan desain
organisasi lain yang populer adalah struktur matriks (matrix structure). Pada hakikatnya, struktur matriks menggabungkan
dua bentuk departementalisasi: fungsional dan produk.
Kekuatan
departementalisasi fungsional terletak, misalnya, pada penyatuan para
spesialisasi, yang meminimalkan jumlah yang diperlukan sembari memungkinkan
pengumpulan dan pembagian sumber-sumber daya khusus untuk seluruh produk.
Kelemahan terbesarnya adalah sulitnya mengoordinasi tugas para spesialisasi
fungsional yang beragam agar kegiatan mereka rampung tepat waktu dan sesuai
anggaran.
Karakteristik
struktural paling nyata dari matriks adalah bahwa ia mematahkan konsep kesatuan
komando. Kekuatan matriks terletak pada kemampuannya untuk memfasilitasi
koordinasi manakala organisasi tersebut memiliki banyak aktivitas yang rumit
dan saling tergantung. Kelemahan matriks terletak pada kebingungan yang
diciptakannya, kecenderungannya untuk menumbuhkan perjuangan meraih kekuasan,
dan stres yang dirasakan pada individu.
·
Desain Organisasi
Struktural
1.
Struktur Tim
Ketika
manajemen menggunakan tim sebagai alat koordinasi sentral, anda memiliki sebuah
organisasi horizontal atau struktur tim (team
structure), Struktur tim adalah Pemanfaatan tim sebagai perangkat sentral
untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan kerja. karakteristik struktur tim
adalah bahwa struktur ini meniadakan kendala-kendala departemental dan
mendesentralisasi pengambilan keputusan ke tingkat tim kerja.
2.
Organisasi Virtual
Organisasi
virtual (virtual organization),
terkadang juga di sebut organisasi jaringan atau modular, yang biasanya
merupakan organisasi inti kecil yang menyubkontrakkan fungsi-fungsi utama
bisnis. Dalam bahasa struktural, organisasi virtual sangat sentralistis dengan
sedikit departementalisasi atau tidak sama sekali.
3.
Organisasi Nirbatas
Mantan
pemimpin General Electric, Jack Welch, menciptakan istilah organisasi nirbatas
(boundaryless organization) untuk
menggambarkan impiannya bagi GE di masa depan. Organisasi nirbatas adalah
sebuah organisasi yang berusaha menghapus rantai komando, memiliki rentang kendali
tak terbatas, dan mengganti departemen dengan tim yang diberdayakan.
·
Tingkatan
Analisis
Sebelummembahas tingkatan dalam
analisis organisasi sebaiknya kita ketahui dulu apa saja yang menjadi acuan
dalam pembahasan teori organisasi, pada bahasan disini adalah pengertian
organisasi menurut pendekatan modern dan dapatdilihatpada :
1.
LingkunganOrganisasi
2.
Organisasi
secara keseluruhan
3.
Bagian
– bagian Organisasi
4.
Kumpulan
individu (group) yang terdapat dalam setiap bagian orgnaisasi
Ke empat tingkatan tersebut harus diperhatikan dalam meninjau
permasalahan organisasi sesuai urutannya. Pada
tingkatan analisis organisasi ini tidak membahas masalah individu yang
merupakan anggota organisasi, tetapi maslah individu dinyatakan sebagai
analisis perilaku. Analisis Perilaku ini adalah suatu pendekatan psikologis
yang mempelajari motivasi kepemimpinan dan sebagai aspek kepribadian individual
lainnya.Seperti kita ketahui bahwa pendekatan dalam teori organisasi adalah
pendekatan klasik, pendekatan neo-klasik dan pendekatan modern. Tingkatan
analisis organisasi ini merupakan pandangan dari pendekatan modern karena
organisasi menurut pendekatan ini adalah bagian atau subsistem lingkungan yang
sekaligus juga dipengaruhi oleh lingkungannya. Pandangan tersebut menunjukkan bahwa
lingkungan merupakan salah satu elemen penting yang harus diperhatikan dalam
analisis organisasi.
·
Efektivitas Organisasi
Menurut
Soekarno K.[1]efektif
adalah pencapaian tujuan atau hasil dikehendaki tanpa menghiraukan
faktor-faktor tenaga, waktu, biaya, fikiran alat dan lain-alat yang telah
dikeluarkan/ digunakan. Hal ini berarti bahwa pengertian efektivitas yang
dipentingkan adalah semata-mata hasil atau tujuan yang dikehendaki. Jadi
pengertian efektivitas kinerja organisasi adalah pencapaian tujuan atau hasil
yang dilakukan dikerjakan oleh setiap individu secara bersama-sama.
§ Pendekatan-Pendekatan Keefektifan
Organisasi
1.
Pendekatan
Pencapaian Tujuan (goal attainment approach)
Pendekatan
pencapaian tujuan mengasumsi bahwa organisasi adalah kesatuan yang dibuat
dengan sengaja, rasional, dan mencari tujuan. Oleh karena itu, pencapaian
tujuan yang berhasil menjadi sebuah ukuran yang tepat tentang keefektifan.
Namun demikian agar pencapaian tujuan bisa menjadi ukuran yang sah dalam
mengukur keefektifan organisasi, asumsi-asumsi lain juga harus diperhatikan.
Pertama, organisasi harus mempunyai tujuan akhir. Kedua, tujuan-tujuan tersebut
harus diidentifikasi dan ditetapkan dengan baik agar dapat dimengerti. Ketiga,
tujuan-tujuan tersebut harus sedikit saja agar mudah dikelola. Keempat, harus
ada consensus atau kesepakatan umum mengenai tujuan-tujuan tersebut.
2.
Pendekatan
Sistem (system approach)
Pendekatan
system terhadap efektifitas organisasi mengimplikasikan bahwa organisasi
terdiri dari sub-sub bagian yang saling berhubungan. Jika slah satu sub bagian
ini mempunyai performa yang buruk, maka akan timbul dampak yang negative
terhadap performa keseluruhan system.
Keefektifan
membutuhkan kesadaran dan interaksi yang berhasil dengan konstituensi
lingkungan. Manajemen tidak boleh gagal dalam mempertahankan hubungan yang baik
dengan para pelanggan, pemasok, lembaga pemerintahan, serikat buruh, dan
konstituensi sejenis yang mempunyai kekuatan untuk mengacaukan operasi
organisasi yang stabil.
Kekurangan
yang paling menonjol dari pendekatan system adalah hubungannya dengan
pengukuran dan masalah apakah cara-cara itu memang benar-benar penting.
Keunggulan akhir dari pendekatan system adalah kemampuannya untuk diaplikasikan
jika tujuan akhir sangat samara atau tidak dapat diukur.
3.
Pendekatan Konstituen-Strategis (strategic-constituencies
approach)
Pendekatan
konstituensi-strategis memandang organisasi secara berbeda. Organisasi
diasumsikan sebagai arena politik tempat kelompok-kelompok yang berkepentingan
bersaing untuk mengendalikan sumber daya. Dalam konteks ini, keefektifan
organisasi menjadi sebuah penilaian tentang sejauh mana keberhasilan sebuah
organisasi dalam memenuhi tuntutan konstituensi kritisnya yaitu pihak-pihak
yang menjadi tempat bergantung organisasi tersebut untuk kelangsungan hidupnya
di masa depan.
Kekurangan
dari pendekatan ini adalah dalam praktik, tugas untuk memisahkan konstituensi
strategis dari lingkungan yang lebih besar mudah untuk diucapkan, tetapi sukar
untuk dilaksanakan. Karena lingkungan berubah dengan cepat, apa yang kemarin
kritis bagi organisasi mungkin tidak lagi untuk hari ini. Dengan mengoperasikan
pendekatan konstituensi strategis, para manajer mengurangi kemungkinan bahwa
mereka mungkin mengabaikan atau sangat mengganggu sebuah kelompok yang
kekuasaannya dapat menghambat kegiatan-kegiatan sebuah organisasi secara nyata.
4.
Pendekatan Nilai-nilai Bersaing (Competing-values
approach)
Nilai-nilai
bersaing secara nyata melangkah lebih jauh dari pada hanya pengakuan tentang
adanya pilihan yang beraneka ragam. Pendekatan tersebut mengasumsikan tentang
adanya pilihan yang beraneka ragam. Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa
berbagai macam pilihan tersebut dapat dikonsolidasikan dan diorganisasi.
Pendekatan nilai-nilai bersaing mengatakan bahwa ada elemen umum yang mendasari
setiap daftar criteria Efektifitas Organisasi yang komprehensif dan bahwa
elemen tersebut dapat dikombinasikan sedemikian rupa sehingga menciptakan
kumpulan dasar mengenahi nilai-nilai bersaing. Masing-masing kumpulan tersebut
lalu membentuk sebuah model keefektifan yang unik.
·
Suatu Model Perilaku dan Prestasi Kerja
§ Perilaku
individu
Perilaku individu adalah sebagai suatu fungsi dari
interaksi antara individu dengan lingkungannya. Individu membawa tatanan dalam
organisasi berupa kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan, kebutuhan, dan
pengalaman masa lainnya. Sementara itu, karakteristik individu akan dibawa
memasuki suatu lingkungan baru, yaitu organisasi atau lainnya. Selain itu, organisasi juga memiliki
karakteristik dan merupakan suatu lingkungan bagi individu. Karakteristik
organisasi, antara lain reward system dan pengendalian. Selanjutnya,
karakteristik individu berinteraksi dengan karakteristik organisasi yang akan
mewujudkan perilaku individu dalam organisasi.
Dalam kaitan antara individu dengan organisasi, maka
ia membawa karakteristik individu ke dalam organisasi, sehingga terjadilah
interaksi antara karakteristik individu dengan karakteristik organisasi.
Interaksi keduanya mewujudkan perilaku individu dalam organisasi. Perilaku
individu dalam organisasi dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar
1.1 Karakteristik Perilaku Individu dalam Organisasi
§ Dasar-Dasar
Perilaku Individu
Semua perilaku individu pada dasarnya
dibentuk oleh kepribadian dan pengalamannya. Sajian berikut ini akan diarahkan
pada empat variabel tingkat-individual, yaitu karakter biografis, kemampuan,
kepribadian, dan pembelajaran. Berikut ini adalah penjelasan dari keempat
variabel tersebut.
1.
Karakteristik Biografis
Karakteristik biografis merupakan
karakteristik pribadi yang terdiri dari:
a.
Usia
Ada
keyakinan yang meluas bahwa produktivitas merosot sejalan dengan makin tuanya usia seseorang.
b.
Jenis Kelamin
Perbedaan
antara pria dan wanita dapat mempengaruhi kinerja, terapi ada juga yang berpendapat tidak ada perbedaan
yang konsisten antara pria dan wanita dalam kemampuan memecahkan masalah , keterampilan analisis,
dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, atau kemampuan belajar.
c.
Status Perkawinan
Perkawinan
biasanya akan meningkatkan rasa tanggung jawab seorang karyawan terhadap
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, karena pekerjaan nilainya lebih
berharga dan penting karena bertambahnya tanggung jawab pada keluarga.
d.
Masa Kerja
Masa
kerja yang lebih lama menunjukkan pengalaman yang lebih seseorang dibandingkan
dengan rekan kerjanya yang lain.
§ Prestasi
kerja
Pengertian prestasi kerja disebut
juga sebagai kinerja atau dalam bahasa Inggris disebut dengan performance.
Pada prinsipnya, ada istilah lain yang lebih menggambarkan pada “prestasi”
dalam bahasa Inggris yaitu kata “achievement”. Tetapi karena kata tersebut
berasal dari kata “to achieve” yang berarti “mencapai”, maka dalam bahasa
Indonesia sering diartikan menjadi “pencapaian” atau “apa yang dicapai”.
Bernardin dan Russel memberikan
definisi tentang prestasi kerja sebagai berikut
“performance is defined as the
record of outcome produced on a specified job function or activity during a
specified time period” (Prestasi
kerja didefinisikan sebagai catatan dari hasil-hasil yang diperoleh
melalui fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama tempo
waktu tertentu).
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa prestasi kerja
lebih menekankan pada hasil atau yang diperoleh dari sebuah pekerjaan sebagai
kontribusi pada perusahaan.[2]
Rahmanto menyebutkan prestasi kerja
atau kinerja sebagai tingkat pelaksanaan tugas yang bisa dicapai oleh
seseorang, unit, atau divisi, dengan menggunakan kemampuan yang ada dan
batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan perusahaan. (www.
Feunpak. web. Id/ jima/isna.txt). Model perilaku dan prestasi kerja individu
dalam organisasi sangat dipengaruhi oleh bebrapa faktor, faktor-faktor tersebut
dijelaskan dalam sub pokok bahasan berikutnya.
2.3 MOTIVASI
Motivasi
merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang atau
menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu atau kegiatan yang dilakukannya
sehingga ia dapat mencapai tujuannya. Menurut J.P. Chaplin Motivasi
adalah suatu variabel perantara yang digunakan untuk menerangkan faktor-faktor
dalam diri individu, yang dapat membangkitkan, mempertahankan dan menyalurkan
tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu.
Motivasi
berhubungan dengan kekuatan (dorongan) yang berada di dalam diri manusia.
Motivasi tidak dapat terlihat dari luar. Motivasi dapat menggerakkan manusia
untuk menampilkan suatu tingkah laku kearah pencapaian suatu tujuan. Tingkah
laku dapat dilandasi oleh berbagai macam motivasi.[3]
Hubungan Antara Motivasi dan Perilaku
1.
Sebuah
perilaku dapat hanya dilandasi oleh sebuah motivasi;
2.
Sebuah
perilaku dapat pula dilandasi oleh bebrapa motivasi;
3.
Perilaku
yang sama dapat dilandasi oleh motivasi yang sama;
4.
Perilaku
yang sama dapat dilandasi oleh motivasi yang berbeda;
5.
Perilaku
yang berbeda dapat dilandasi oleh motivasi yang sama;
6.
Perilaku yang berbeda dapat dilandasi oleh
motivasi yang berbeda.
2.3.
Kemampuan
Kapasitas
individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan tidak sama satu
dengan yang lainnya. Setiap manusia mempunyai kemampuan berfikir masing-masing.
Seluruh kemampuan seorang individu pada hakekatnya tersusun dari dua faktor,
yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.
a.
Kemampuan Intelektual
Ada tujuah dimensi yang paling sering
dikutip yang membentuk kemampuan intelektual, yaitu:
·
Kecerdasan Numerik
Kemampuan untuk
berhitung dengan cepat dan tepat.
·
Pemahaman Verbal
Kemampuan
memahami apa yang dibaca dan didengar serta menghubungkan kata satu dengan yang
lain.
·
Kecepatan Konseptual
Kemampuan
mengenali kemiripan dan beda visual dengan cepat dan tepat.
·
Penalaran Induktif
Kemampuan
mengenali suatu urutan logis dalam suatu masalah dan kemudian memecahkan
masalah itu.
·
Penalaran Deduktif
Kemampuan
menggunakan logika dan menilai implikasi dari suatu argumen.
·
Visualilasi Ruang
Kemampuan
membayangkan bagaimana suatu objek akan tampak seandainya posisinya dalam ruang
diubah.
·
Ingatan
Kemampuan
menahan dan mengenang kembali pengalaman masa lalu.
b.
Kemampuan fisik
Kemampuan fisik memiliki makna
penting khusus untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang kurang menuntut
keterampilan. Ada sembilan kemampuan fisik dasar, yaitu kekuatan dinamis,
kekuatan tubuh, kekuatan statis, kekuatan, keluwesan extent, keluwesan dinamis,
koordinasi tubuh, keseimbangan, dan stamina
§ Persepsi
Persepsi adalah proses dimana
individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kessan sensoris mereka guna
memberikan arti bagi lingkungan mereka. Ada beberapa teknik dalam menilai orang
yang memungkinkan kita membuat persepsi yang lebih akurat dengan cepat dan
memberikan data yang valid (sahih) untuk membuat ramalan. Namun teknik-teknik
ini akan menceburkan kita dalam kesulitan karena tidak ‘foolproof’. Karena itu,
pemahaman akan jalan pintas ini dapat membantu kita mewaspadai bila
teknik-teknik ini menghasilkan distorsi.
·
Persepsi
selektif : orang-orang secara selektif menafsirkan apa yang mereka saksikan
berdasarkan pengalaman, latar belakang, kepentingan, dan sikap. Hal ini
dikarenakan kita tidak dapat mengamati semua yang berlangsung disekitar kita.
Misalnya saja, seperti diatas tadi, orang yang menyenangi hasil seni akan
cenderung memperhatikan lukisan daripada orang yang menyenangi teknologi.
Dengan selektivitas sebagai jalan pintas, kita mencerna sedikit demi sedikit
dari apa yang ingin kita nilai, dan tentu saja kita mencernanya sesuai dengan
latar belakang, pengalaman, kepentingan, dan minat kita. Tentu saja, kesalahan
sangat mungkin terjadi dengan jalan pintas ini.
·
Efek
halo : yaitu menarik eksan umum mengenai seorang individu berdasarkan suatu
karakteristik tunggal, misalnya pendiam, sangat bersemangat, pintar, dls. Orang
yang menilai dapat mengisolasi hanya karakteristik tunggal. Suatu ciri tunggal dapat mempengaruhi
seluruh kesan oarng dari individu yang sedang dinilai.
·
Efek
kontras : yaitu evaluasi atas karakteristik-karakteristik seseorang yang
dipengaruhi oleh pembandingan-pembandingan dengan orang lain yang baru saja
dijumpai yang berperingkat lebih tinggi atau lebih rendah pada karakteristik
yang sama. Contohnya adalah orang yang diwawancara dapat memperoleh evaluasi
yang lebih menguntungkan jika sebelumnya ia telah didahului oleh banyak pelamar
yang kurang bermutu.
·
Proyeksi
: Yaitu menghubungkan karakteristik kita sendiri ke orang lain. Misalnya saja
orang yang bekerja dengan cepat dan ulet akan menganggap orang lain sama
dengannya
·
Berstereotipe
: yaitu menilai seseorang bedasarkan persepsi seorang terhadap kelompok
seseorang itu. Misalnya kita menilai bahwa orang yang gemuk malas, maka kita
akan mempersepsikan semua orang gemuk secara sama. Generalisasi seperti ini
dapat menyerdehanakan dunia yang rumit ini dan memungkinkan kita mempertahankan
konsistensi, namun sangat mungkin juga bahwa stereotipe itu tidak mengandung
kebenaran ataupun tidak relevan.
Penerapan Khusus dalam Organisasi
Penilaian memiliki banyak konsekuensi bagi organisasi.
Didalamnya orang-orang selalu saling menilai. Berikut ini adalah beberapa
penerapannya yang lebih jelas :
- Wawancara karyawan : bukti menunjukkan bahwa wawancara
sering membuat penilaian perseptual yang tidak akurat. Pewawancara yang
berlainan akan melihat hal-hal yang berlainan dalam diri seorang calon yang
sama. Jika wawancara merupakan suatu masukan yang penting dalam keputusan
mempekerjakan, perusahaan harus mengenali bahwa faktor-faktor perseptual
mempengaruhi siapa yang dipekerjakan dan akhirnya mempengaruhi kualitas dari
angkatan kerja suatu organisasi.
- Pengharapan kinerja : Bukti menunjukkan bahwa orang akan
berupaya untuk mensahihkan persepsi mereka mengenai realitas, bahkan jika
persepsi tersebut keliru. Pengharapan kita mengenai seseorang/sekelompok orang
akan menentukan perilaku kita. Misalnay manager memperkirakan orang akan
berkinerja minimal, mereka akan cenderung berperilaku demikian untuk memenuhi
ekspektasi rendah ini.
- Evaluasi kinerja : penilaian kinerja seorang
karyawan sangat bergantung pada proses perseptual. Walaupun penilaian ini
bisa objektif, namun banyak yang dievaluasi secara subjektif. Ukuran subjektif
adalah berdasarkan pertimbangan, yaitu penilai membentuk suatu kesan umum
mengenai karyawan. Semua persepsi dari penilai akan mempengaruhi hasil
penilaian tersebut.
- Upaya karyawan : Dalam banyak organisasi,
tingkat upaya seorang karyawan dinilai sangat penting, jadi bukan hanya kinerja
saja. Namun penilaian terhadap upaya ini sering merupakan suatu pertimbangan
subjektif yang rawan terhadap distorsi-distorsi dan prasangka (bias)
perseptual.
- Kesetiaan karyawan : pertimbangan lain yang sering
dilakukan manager terhadap karyawan adalah apakah karyawan tersebut setia atau
tidak kepada organisasi. Sayangnya, banyak dari penilaian kesetiaan tersebut
bersifat pertimbangan. Misalnya saja individu yang melaporkan tindakan tak etis
dari atasan dapat dilihat sebagai bertindak demi kesetiaan kepada organisasi
ataupun sebagai pengacau.
§ Kepribadian
Kepribadian merupakan pola
khas seseorang dalam berpikir, merasakan dan berperilaku yang relatif
stabil dan dapat diperkirakan. Kepribadian juga merupakan jumlah total
kecenderungan bawaan atau herediter dengan berbagai pengaruh dari
lingkungan serta pendidikan, yang membentuk kondisi kejiwaan seseorang
dan mempengaruhi sikapnya terhadap kehidupan. Berdasarkan
pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepribadian meliputi segala
corak perilaku dan sifat yang khas dan dapat diperkirakan pada diri
seseorang, yang digunakan untuk bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap
rangsangan, sehingga corak tingkah lakunya itu merupakan satu kesatuan
fungsional yang khas bagi individu itu.[5] Menurut Gordon Allport kepribadian
adalah organisasi dinamis dalam sistem psikofisiologis individu yang menentukan
caranya untuk menyesuaikan diri secara unik terhadap lingkungannya.[6] Untuk tujuan kita , Anda hendaknya
menganggap bahwa kepribadian merupakan
keseluruhan cara dimana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan
individu lain
Menilai
Kepribadian
Menilai
kepribadian seseorang dalam perekrutan karyawan sangatlah penting karena
membantu para manajer untuk memilih calon yang terbaik. Terdapat tiga cara
untuk menilai kepribadian seseorang, diantaranya:
1.Survei
mandiri
Merupakan
cara yang paling umum yang digunakan untuk menilai kepribadian. Kekurangan dari
survei mandiri adalah kebohongan dari individu, mungkin mereka lebih
menunjukkan kesan yang lebih baik dari pada faktanya. Kekurangan selanjutnya
adalah akurasi, dimana seorang yang memiliki talenta yang baik sedang dalam
suasana hati yang tidak bagus, sehingga dapat mempengaruhi survei mandiri.
2.Survei
peringkat oleh pengamat
Dikembangkan
untuk memberikan penilaian bebas mengenai kepribadian. Survei dilakukan oeh
rekan kerja dengan sepengetahuan individu yang dinilai ataupun bisa tidak. Dari
survei peringkat oleh pengamat bisa memberi tahu sesuatu yang unik mengenai
perilaku seorang individu di tempat kerja.
3.Ukuran
proyeksi
Ukuran
proyeksi dianggap sebagai tantangan karena seseorang ahli sering kali menilai
hasil-hasil tersebut secara berbeda satu sama lain. Maka dari itu, ukuran
proyeksi sangat tidak efektif sehingga jarang digunakan.
§ Sifat
Kepribadian Utama yang Mempengaruhi Perilaku Organisasi
Sifat
kepribadian yang menjadi indikator kuat perilaku di organisasi / tempat kerja,
yaitu :
1.Evaluasi
inti diri
Tingkat
di mana individu menyukai atau tidak menyukai diri mereka sendiri, apakah
mereka menganggap diri mereka cakap dan efektif, dan apakah mereka merasa
memegang kendali atau tidak berdaya atas lingkungan mereka.
2.Marchiavellinisme
Tingkat
di mana seorang individu pragmatis, mempertahankan jarak emosional, dan yakin
bahwa hasil lebih penting daripada proses.
3.Narsisme
Kecenderungan
menjadi arogan, mempunyai rasa kepentingan diri yang berlebihan, membutuhkan
pengakuan berlebih, dan mengutamakan diri sendiri.
4.Pemantauan
diri
Kemampuan
seorang individu untuk menyesuaikan perilakunya dengan faktor-faktor
situasional eksternal.
5.Pengambilan
resiko
6.Kepribadian
tipe A
Keteribatan
secara agresif dalam erjuangan terus-menerus untuk mencapai lebih banyak dalam
waktu yang lebih sedikit dan bila perlu melawan upaya-upaya yang menentang dari
orang atau hal lain.
7.Kepribadian
Proaktif
Sikap
yang cenderung oportunis, berinisiatif, berani bertindak, dan tekun hingga
berhasil mencapai perubahan yang berarti.
§ Pengertian Motivasi
Motivasi
adalah keinginan untuk melakukan sesuatu dan menentukan kemampuan bertindak
untuk memuaskan kebutuhan individu. Suatu kebutuhan (need), dalam terminologi
berarti suatu kekurangan secara fisik atau psikologis yang membuat keluaran
tertentu terlihat menarik (Robinns,S, 2002: 55). Motivasi adalah keseluruhan
proses pemberian motivasi (dorongan) kepada para pegawai agar mereka mau dan
suka bekerja sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan
efisien (Wursanto, 2003: 267).[7]
Motivasi
adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan
organisasi, yang di kondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu
kebutuhan individual.[8]
a. Hubungan Antara Motivasi dan Perilaku
Hubungan
antara motivasi dan perilaku dapat terwujud dalam enam variasi berikut
(Sutarto, 1984; 275):
1.
Sebuah perilaku dapat hanya dilandasi
oleh sebuah motivasi
2.
Sebuah perilaku dapat pula dilandasi
oleh bebrapa motivasi
3.
Perilaku yang sama dapat dilandasi oleh
motivasi yang sama
4.
Perilaku yang sama dapat dilandasi oleh
motivasi yang berbeda
5.
Perilaku yang berbeda dapat
dilandasi oleh motivasi yang sama
6.
Perilaku yang berbeda dapat dilandasi
oleh motivasi yang berbeda
b.
Motivasi sebagai pendorong individu
Motivasi
digunakan individu untuk mendorong mereka dalam :
a.
menentukan kebutuhan atau kesenjangan
kebutuhan
b.
pencarian jalan keluar bagi memenuhi dan
memuaskan kebutuhan
c.
pilihan perilaku untuk memenuhi dan
memuaskan kebutuhan
d.
penentuan kebutuhan dimasa yang akan
datang pencarian bagi cara pemenuhannya
e.
evaluasi atas pemuasan kebutuhan
c.
Beberapa pendekatan mengenai Motivasi
a.
pendekatan tradisional atau dikenal
sebagai traditional Model of motivations theory
b.
pendekatan relasi manusia atau human
relation model
c.
pendekatan sumber daya manusia atau
human resources model
d.
indicator motivasi individu
Dalam konteks
studi psikologi abin syamsudin (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami
motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indicator, diantaranya :
a.
Durasi kegiatan
b.
Frekuensi kegiatan
c.
Persistensi pada kegiatan
d.
Ketabahan,keuletan dan kemampuan dalam
menghadapi rintangan dan kesulitan
e.
Pengorbanan untuk mencapai tujuan
f.
Tingkat aspirasi yang hendak di capai
dengan kegiatan yang dlakukan
g.
Tingklat kualifikasi frestasi atau
produk (out put) yang di capai dari kegiatan yang dilakukan
h.
Arah sikap terhadap sasaran kegiatan[9]
§ Teori-Teori
Motivasi
Dasarwarsa
1950an adalah kurun waktu yang berhasil dalam perkembangan konsep-konsep
motivasi. Hendaknya anda mengetahui teori-teori dini ini sekurang-kurangya
untuk dua alasan :
a.
Teori-teori ini mewakili suatu fundasi
dari situlah tumbuh teori-teori kontemporer,
b.
Manajer-manajer praktik secara teratur
menggunakan teori-teori ini dan peristilahan mereka dalam menjelaskan motivasi
karyawan.
1. Teori Hirarki
Kebutuhan
Teori motivasi
yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat
bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan,yaitu:
a.
kebutuhan faali ( fisiologis ) : antara
lain rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan perumahan,seks dan kebutuhan
ragawi lainnya.
b.
Keamanan : antara lain keselamatan dan
perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.
c.
Kebutuhan social : mencakup kasih
sayang, rasa dimiliki, diterima-baik, dan persahabatan.
d.
Kebutuhan penghargaan: mencakup factor
rasa hormat internal seperti harga diri, otonomi dan prestasi dan factor hormat
eksternal seperti misalnya status, pengakuan, dan perhatian.
e.
Aktualisasi diri (selp actualization) :
dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi ; mencakup pertumbuhan,
mencpaai potensialnya dan pemenuhan diri.
2. Teori X dan Y
Teori X
maksudnya pengandaian bahwa karyawan-karyawan tidak menyukai kerja, malas tidak
menyukai tanggung jawab dan harus di paksa untuk berfrestasi.
Teori Y
maksudnya : pengandaian bahwa karyawan-karyawan menyukai kerja, kreatif,berusaha
bertanggung jawab dan dapat menjalankan pengarahan diri.
Douglas Mcgregor
menemukan teori X dan teori Y setelah mengkaji cara para manajer berhubungan
dengan para karyawan. Kesimpulan yang didapatkan adalah pandangan manajer
mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan
bahwa mereka cenderung membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan
asumsi-asumsi tsb.
Ada 4 asumsi
yang dimiliki manajer dalam teori X :
1.
Karyawan pada dasarnya tidak menyukai
pekerjaan, dan sebisa mungkin berusaha untuk menghidarinya.
2.
Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipakai,dikendalikan,
atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
3.
Karyawan akan menghidari tangung jawab
dan mencari perintah formal
4.
Kebanyakan karyawan akan menaruh
keamanan diatas semua factor lain yang dikaitkan dengan kerja dan akan memperagakan ambisi sedikit
saja.
Bertentangan
dengan pandangan-pandangan negative mengenai sifat manusia dalam teori, ada
pula asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y :
1.
Karyawan mengangap kerja sebagian hal
yang menyenangkan seperti halnya istirahat atau bermain.
2.
Karyawan akan berlatih mengendalikan
diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan
3.
Karyawa bersedia belajar untuk menerima,
mencari dan bertanggung jawab
4.
Kemampuan untuk mengambil keputusan
inovatif (pembaharuan) tersebar meluas dalam populasi dan tidak perlu merupakan
milik diri mereka yang berada dalam posisi manajemen
3. Teori
Pengharapan
Adalah kekuatan
dari suatu kecendrungan untuk bertindak dlam suatu tertentu bergantung pada
kekuatan suatu pengharapam bahwa tindakan itu akan ikuti oleh suatu keluaran
tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu itu.
Teori ini
memfokuskan pada 3 hubungan :
1.
Hubungan upaya – kinerja : probabilitas
yang di persepsikan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah upaya tertentu itu
akan mendorong kinerja.
2.
Hubungan kinerja – ganjaran : derajat
sejauh mana individu itu meyakini bahwa berkinerja pada suatu tingkat tertentu
akan mendorong tercapainya suatu keluaran yang diinginkan.
3.
Hubungan ganjaran – tujuan – pribadi :
derajat sejauh mana ganjaran –ganjaran organisasi hal yang memenuhi tujuan atau
kebutuhan pribadi seorang individu dan daya tarik ganjaran-ganjaran potensial
tersebut untuk individu itu.
4. Teori Keadilan
Adalah teori
bahwa individu membandingkan masukkan-masukkan dan hasil pekerjaan mereka
dengan masukkan-masukkan dan hasil
pekerjaan orang lain dan kemudian merespons untuk menghilangkan ketidak adilan.
Apabila
seseorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak
memadai dan dua kemungkina dapat terjadi yaitu.
a.
Seseorang akan berusaha memperoleh
imbalan yang lebih besar.
b.
Mengurangi intensitas usaha yang di buat
dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawab.
Dalam menumbuhkan
persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan 4 hal sebagai
pembanding yaitu :
1.
Harapan tentang jumlah imbalan yang
dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan,
keterampilan,sifat pekrjaan dan pengalamanya.
2.
Imbalan yang diterima oleh orang lain
dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaan nya relative sama dengan
yang bersangkutan sendiri.
3.
Imbalan yang diterima oleh pegawai lain
diorganisasi lain dikawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis
4.
Peraturan perundang-undangan yang
berlaku mengenai jumlah jenis imbalanya merupakan hak para pegawai.
5. Teori
Penentuan Tujuan
Teori bahwa
tujuan yang khusus dan sulit menghantar ke kinerja yang lebih tinggi. Edwin
locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme
motivasional yakni :
a.
Tujuan – tujuan mengarahkan perhatian
b.
Tujuan – tujuan mengatur upaya
c.
Tujuan – tujuan meningkatkan persistensi
dan
d.
Tujuan – tujuan menunjang
strategi-strategi dan rencana kegiatan.[10]
6. Teori Memperkuat
(Re-inforcement)
Teori penguatan
mengabaikan keadaan-dalam, diri individu dan memusatkan semata-mata pada apa
yang terjadi pada seseorang bila ia mengambil sesuatu tindakan karena tidak
memperdulikan apa yang mengawali perilaku,dalam arti seksama, teori yang ampuh
terhadap apa yang mengendalikan perilaku, dan untuk alasan inilah teori ini
lazim di pertimbangkan dalam pembahasan motivasi.
Secara
spesifiknya teori ini mempunyai sesuatu rekaman yang mengesankan untuk
meramalkan factor-faktor seperti kualitas dan kuantitas kerja, ketekunan upaya,
kemangkiran, keterlambatan dan kadar kecelakaan.teori itu tidak mengemukakan
banyak wawasan kedalam kepuasan karyawan atau keputusan untuk berhenti
2.4
KEPUASAN
KERJA
Sumber-Sumber Kepuasan
Kerja
A.
Pekerjaan itu sendiri
Setiap
pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidang nya
masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa
keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan
atau mengurangi kepuasan kerja.
B.
Teman sekerja
Merupakan faktor yang
berhubungan dengan hubungan antara pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai
lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya. Bagi kebanyakan
karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan sosial. Oleh karena itu bila
mempunyai rekan sekerja yang ramah dan menyenagkan dapat menciptakan kepuasan
kerja yang meningkat
C.
Atasan
Atasan yang baik berarti mau menghargai
pekerjaan bawahannya. Bagi bawahan, atasan bisa dianggap sebagai figur
ayah/ibu/teman dan sekaligus atasannya. Hubungan antara karyawan dengan pihak
pimpinan sangat penting artinya dalam menaikkan produktifitas kerja. Kepuasan
karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari
pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan
bagian yang penting dari organisasi kerja
D. Promosi
Merupakan
faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh
peningkatan karier selama bekerja. Umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang
yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada
karyawan yang bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah. Pada beberapa
penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, tetapi justru
perubahan dalam tingkat pekerjaanlah yang mempengaruhi kepuasan kerja
E. Gaji/Upah
Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan
hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak.
1.
Akibat-akibat Kepuasan Kerja
Pekerja
yang bahagia cenderung lebih produktif, meski sulit untuk mengatakan kemana
arah hubungan sebab akibat tersebut.ketika kita pindah dari tingkat individu
ketingkat organisasi, kita juga menemukan dukungan untuk hubungan kepuasan
kerja. Ketika data prodiktivitas dan kepuasan secara keseluruhan dikumpulkan
untuk organisasi, kita menemukan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang
lebih puas cenderung lebih efektif bila dibandingkan oeganisasi yang mempunyai
karyawan yang kurang puas.
Karyawan
dalam pekerjaan jasa sering berinteraksi dengan pelanggan.karena manajemen
organisasi jasa harus menyenangkan pelanggan adalah masuk akal. Bukti
menunjukkan bahwa karyawan yang puas bisa meningkatkan kepuasan dan kesetiaan
pelanggan. Mengapa? Dalam organisasi jasa, pemeliharaan dan peninggalan pelanggan
sangat bergantung pada bagaimana karyawan garis depan berhubungan dengan
pelanggan. Karyawan yang merasa puas cenderung lebih ramah, ceria, dan
responsif yang dihargai oleh para pelanggan. Karena karyawan yang puas tidak
mudah berpindah kerja, pelanggan kemungkinan besar menemui wajah pamiliar dan
menerima layanan yang berpengalaman
2.
Kecenderungan-kecenderungan dalam
Tingkat-tingkat Kepuasan Kerja
a.. Produktifitas
atau kinerja (Unjuk Kerja)
Lawler dan Porter mengharapkan
produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya
jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran instrinsik dan ganjaran
ekstrinsik yang diterima kedua-duanya adil dan wajar dan diasosiasikan dengan
unjuk kerja yang unggul. Jika tenaga kerja tidak mempersepsikan ganjaran
intrinsik dan ekstrinsik yang berasosiasi dengan unjuk kerja, maka kenaikan
dalam unjuk kerja tidak akan berkorelasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja.[12]
b. Ketidakhadiran dan Turn Over
Porter & Steers mengatakan bahwa
ketidakhadiran dan berhenti bekerja merupakan jenis jawaban yang secara
kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih bersifat spontan sifatnya dan dengan
demikian kurang mungkin mencerminkan ketidakpuasan kerja.[13]
Lain halnya dengan berhenti bekerja atau keluar dari pekerjaan, lebih besar kemungkinannya berhubungan dengan
ketidakpuaan kerja. Ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja
atau karyawan dapat diungkapkan ke dalam berbagai macam cara. Misalnya, selain
meninggalkan pekerjaan, karyawan dapat mengeluh, membangkang, mencuri barang
milik organisasi, menghindari sebagian dari tanggung jawab pekerjaan mereka.[14]
2.5
KEPEMIMPINAN
kepemimpinan adalah faktor kunci dalam
suksesnya suatu organisasi serta manajemen. Kepemimpinan adalah entitas yang
mengarahkan kerja para anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan yang baik diyakini mampu mengikat, mengharmonisasi, serta
mendorong potensi sumber daya organisasi agar dapat bersaing secara baik.
1.
Sifat-sifat Kepemimpinan
a.
Feodalistis atau Otokratis
Wewenang
sepenuhnya ada dalam tangan pemimpin ini. Gagasan, rencana, keputusan, semuanya
berasal dari pemimpin atau satu orang. Anggota tidak mendapatkan waktu atau
kesempatan untuk mengeluarkan pendapat.
b.
Bebas
Pemimpin
bersifat bebas membiarkan orang mengemukakan pendapatnya, bebas sekehendak
hatinya, tanpa memberikan arah yang tegas, sehingga mudah menimbulkan konflik.
c.
Demokratis
Setiap anggota diberi hak dan kesempatan untuk mengemukakan pendapat,
mengajukan saran-saran dan pertanyaan-pertanyaan, turut membuat rencana dan mengambil
keputusan. Tanggung jawab suatu keputusan dipikul bersama. Sifat-sifat seperti
ini memberi pengertian dan mendidik anggota untuk cinta dan setia pada
organisasi dan menggugah tanggung jawab.
2.
Ciri-ciri Pembawaan Kepemimpinan
Kepemimpinan dan
kepribadian bukanlah aspek yang terpisah dalam kehidupan seseorang. Seorang
pemimpin yang taatasas adalah mereka yang mampu menciptakan kekuatan dalam
kehidupan kepribadiannya sekaligus mampu menciptakan kekuatan dalam
kepemimpinannya. Seorang pemimpin akan menyesuaikan irama dan langkahnya dengan
semua orang yang bekerjasama dengannya. Karena itu selayaknya kalau anda
sebagai pemimpin ingin mengetahui beragam determinan yang berkaitan dengan
kepribadian anda. Misalnya, perilaku anda akan mencirikan budaya anda.
Budaya itu sendiri akan menentukan seberapa
jauh anda bersifat atraktif. Beberapa ungkapan agaknya dapat dipakai sebagai
bentuk habit (komponen budaya) seorang pemimpin “you are what you talk”; “you
are what you eat”; “kerja keras, cerdas, dan ikhlas”. Dengan demikian jika anda
ingin menanamkan nilai-nilai pada budaya organisasi maka pertanyaan mendasar
adalah apakah perilaku anda dapat diterima oleh semua orang yang ada di dalam
organisasi tersebut. Jadi sang pemimpin harus memulai dari dirinya sendiri. Dengan
kata lain cara untuk mengubah budaya dalam organisasi adalah dengan mengubah
perilaku sang pemimpin itu sendiri.
3.
Teori Prilaku Pemimpin
Selama tiga
dekade, dimulai pada permulaan tahun 1950-an, penelitian mengenai perilaku
pemimpin telah didominasi oleh suatu fokus pada sejumlah kecil aspek dari
perilaku. Kebanyakan studi mengenai perilaku kepemimpinan selama periode
tersebut menggunakan kuesioner untuk mengukur perilaku yang berorientasi pada
tugas dan yang berorientasi pada hubungan. Beberapa studi telah dilakukan untuk
melihat bagaimana perilaku tersebut dihubungkan dengan kriteria tentang
efektivitas kepemimpinan seperti kepuasan dan kinerja bawahan.
Peneliti-peneliti lainnya menggunakan eksperimen laboratorium atau lapangan
untuk menyelidiki bagaimana perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan dan kinerja
bawahan. Jika kita cermati, satu-satunya penemuan yang konsisten dan agak kuat
dari teori perilaku ini adalah bahwa para pemimpin yang penuh perhatian
mempunyai lebih banyak bawahan yang puas.
4.
Teori Path Goal
Sekarang ini salah satu
pendekatan yang paling diyakini adalah teori path-goal, teori path-goal
adalah suatu model kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House,
yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan
pada inisiating structure dan consideration serta teori
pengharapan motivasi.
Dasar dari teori ini
adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai
tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang dibutuhkan
untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi
secara keseluruhan. Istilah path-goal ini datang dari keyakinan bahwa
pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal
sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang
jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls
(Robbins, 2002).
Menurut teori path-goal,
suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang
ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa
mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat
bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2)
menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam
kinerja efektif (Robins, 2002). Untuk pengujian pernyataan ini, Robert House
mengenali empat perilaku pemimpin. Pemimpin yang berkarakter directive-leader,
supportive leader, participative leader dan achievement-oriented leader. Berlawanan
dengan pandangan Fiedler tentang perilaku pemimpin, House berasumsi bahwa
pemimpin itu bersifat fleksibel. Teori path-goal mengimplikasikan
bahwa pemimpin yang sama mampu menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku
yang bergantung pada situasi (Robins, 2002).
Model kepemimpinan path-goal
berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi.
Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka
yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya
disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan
mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri,
dan jalan untuk menggapai tujuan.
5.
Model Vroom dan Yetton
Teori kepeminmpinan
vroom & yetton adalah jenis teori kontingensi yang menitikberatkan pada hal
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemimpin. Teori vroom dan yetton juga
di sebut teori normative karena mengarah pada pemberian suatu rekomendasi
tentang gaya kepemimpinan yang sebaiknya di gunakan dalam situasi tertentu.
2.6
KOMUNIKASI
Komunikasi Organisasi dapat
didefinisikan sebagai pertunjukkan dan penafsiran pesan di antara unit-unit
komunikasi yang merupakan bagian suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi
terdiri dari dari unit-unit komunikasi dalam hubungan hierarkis antara yang
satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan. Tujuan komunikasi
dalam proses organisasi tidak lain dalam rangka membentuk saling pengertian
(mutual undestanding) . Pendek kata agar terjadi penyetaraan dalam kerangka
referensi, maupun dalam pengalaman.
1.
Perhatian
Perhatian
adalah merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu
yang ditujukan kepada suatu obyek atau kepada sekumpulan obyek-obyek. Perhatian
juga adalah merupakan penyeleksian terhadap stimuli yang ditermia oleh individu
yang bersangkutan.[15][2]
Menurut
Dr. Aryan Ardhana, perhatian adalah suatu kegiatan jiwa. Perhatian dapat
didefinisikan sebagai proses pemusatan phase-phase atau unsur-unsur pengalaman
dan mengabaikan yang lainnya.
Sedang menurut Drs. Dakir, perhatian
adalah keaktifan peningkatan kesadaran dalam pemusatannya kepada barang sesuatu
baik di dalam maupun di luar diri kita.
2.
Pemahaman
Pemahaman menurut Sadiman adalah suatu
kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan, atau
menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah
diterimanya.
Menurut Poesprodjo (1987: 52-53) bahwa
pemahaman bukan kegiatan berpikir semata, melainkan pemindahan letak dari dalam
berdiri disituasi atau dunia orang lain. Mengalami kembali situasi yang
dijumpai pribadi lain didalam erlebnis (sumber pengetahuan tentang
hidup, kegiatan melakukan pengalaman pikiran), pengalaman yang terhayati.
Pemahaman merupakan suatu kegiatan berpikir secara diam-diam, menemukan dirinya
dalam orang lain.
Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia
Pemahaman adalah sesuatu hal yang kita pahami dan kita mengerti dengan benar.
Suharsimi menyatakan bahwa pemahaman (comprehension) adalah bagaimana
seorang mempertahankan, membedakan, menduga (estimates), menerangkan,
memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh, menuliskan
kembali, dan memperkirakan. Dengan pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan
bahwa ia memahami hubungan yang sederhana di antara fakta – fakta atau konsep.
2.7
KELOMPOK
DALAM ORGANISASI
1.
Sifat Kelompok Kerja
Kelompok Kerja adalah
kelompok yang terutama berinteraksi untuk membagi informasi dan mengambil
keputusan untuk membantu tiap anggota dalam bidang tanggung jawabnya. Tujuan
Berbagi info, Tanggung Jawab. Individual, Keterampilan Beragam/acak
Tim Kerja adalah
kelompok yang upaya-upaya individunya menghasilkan suatu kinerja yang lebih
besar daripada jumlah dari masukan-masukan individual. Tanggung Jawab
individual dan timbal balik, Keterampilan Saling melengkapi.
Karakteristik Kelompok Efektif
a.
Kompetensi Teknis
b.
Kohesi
c.
Nilai dan Tujuan kelompok jelas
d.
Dukungan dari Anggota
e.
Kesetiakawanan
f.
Keterbukaan
g.
Pengambilan Keputusan
h.
Fleksibel
i.
Kreatif
j.
Kepemimpina yang jelas
2.
Kepaduan Kelompok
Festinger (dalam Shaw,
1979:197) mengatakan bahwa kepaduan kelompok merupakan “the resultant of all
the forces actingon the member to remain in ther group”. Artinya kepaduan
kelompk merupakan hasil akhri keseluruh kekuatan yang menyebabkan anggota tetap
bertahan dalam kelompok
3. prestasi
Kelompok
Prestasi kelompok
merupakan output atau tujuan dari
kelompok. Ada tiga unsur yang mjenentukkan prestasi kelompok, yaitu
: produktivitas (derajat perubahan harapan tentang nilai-nilai yang dihasilkan
oleh perilaku kelompok), moral (derajat kebebasan dari hambatan-hambatan dalam
kerja kelompok menuju tujuannya), dan kesatuan (tingkat kemampuan kelompok
untuk mempertahankan struktur dan mekanisme operasinya dalam kondisi yang penuh
tekanan (stress).
4. Norma-norma
Kelompok
Norma kelompok adalah
pedoman-pedoman yang mengatur sikap dan prilaku atau perbuatan anggota
kelompok. Sikap dan tanggapan anggota kelompok terhadap norma kelompok dapat
bermacam-macam. Ada anggota yang tunduk pada norma kelompok dengan terpaksa
karena ia termasuk dalam kelompok yang bersangkutan, tetapi ada juga yang
tunduk pada norma kelompok dengan penuh pengertian dan penuh kesadaran,
sehingga norma kelompok dijadikan normanya sendiri.
Dalm hal ini, individu dapat ikut
membentuk norma kelompok bersangkutan, tetapi individu dapat pula tinggal
mengambil oper norma kelompok yang telah ada. Norma kelompok merupakan norma
yang relative tidak tetap. Ratinya, norma kelompok dapat berubah sesuai dengan
keadaan yang dihadapi oleh kelompok. Sesuai dengan perkembangan keadaan yang
dihadapi oleh kelompook, kemungkinan norma kelompok akan mengalami perubahan
sehingga norma kelompok yang dahulu berlaku kini sudah tidak berlaku. Misalnya
saja dalam suatu kelompok ada norma bahwa setiap anggota kelompok harus
berambut panjang, namun karena perkembangan keadaan norma dapat berubah bahawa
setian anggota kelompok tidak perlu berambut panjang, tetapi memakai sesuatu
yang menjadi norma kelompok tersebut.
5. Penolakan
(deviance)
Penolakan adalah bagian
dari perkembangan yang meliputi semua aspek kehidupan kita. Setelah
bekerja keras selama beberapa tahun terakhir dalam hal pengembangan
kepribadian, saya telah belajar bahwa tidak mungkin untuk menghindari penolakan
jika kita benar-benar ingin berkembang ke arah yang positif. Penolakan
membantu kita untuk mengungkap kelemahan yang tak terlihat, belajar lebih
banyak tentang diri kita sendiri, dan akhirnya tumbuh sebagai seorang
manusia.
2.8 KONFLIK ANTAR KELOMPOK
A.
DEFINISI KONFLIK
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling
memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial
antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak
berdaya.
Tidak
satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau
dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan
hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam
suatu Interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut
ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.
Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik
merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat
pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai
sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan
integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Ada beberapa
pengertian konflik menurut beberapa ahli.
1.
Menurut Taquiri dalam Newstorm
dan Davis (1977), konflik
merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan
akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan
pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
2.
Menurut Gibson, et al
(1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling
tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing
komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan
tidak bekerja sama satu sama lain.
3.
Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam
organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak
menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut
dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam
organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
4.
Dipandang sebagai perilaku, konflik
merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual,
interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual
yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
5.
Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua
atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun
terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
B. FAKTOR PENYEBAB KONFLIK
·
Perbedaan
individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia
adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan
perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan
perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor
penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak
selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di
lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada
yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
·
Perbedaan
latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang
sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian
kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan
menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
·
Perbedaan
kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia
memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda.
Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok
memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal
yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya
perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat
menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan
mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang
pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun
atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian
kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi
pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus
dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu
kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di
masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut
bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar
kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok
buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara
keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha
menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar
bidang serta volume usaha mereka.
·
Perubahan-perubahan
nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan
adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu
berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu
terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami
proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai
lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat
berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu
seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah
yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser
menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan.
Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang
pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu
yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri.
Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat
kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya
penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan
kehiodupan masyarakat yang telah ada.
·
JENIS-JENIS KONFLIK
Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam :
·
Konflik antara atau dalam peran sosial
(intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi
(konflik peran (role))
·
Konflik antara kelompok-kelompok sosial
(antar keluarga, antar gank).
·
Konflik kelompok terorganisir dan tidak
terorganisir (polisi melawan massa).
·
Koonflik antar satuan nasional
(kampanye, perang saudara)
·
Konflik antar atau tidak antar agama
·
Konflik antar politik.
·
AKIBAT KONFLIK
Hasil dari
sebuah konflik adalah sebagai berikut :
·
meningkatkan solidaritas sesama anggota
kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
·
keretakan hubungan antar kelompok yang
bertikai.
·
perubahan kepribadian pada individu,
misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
·
kerusakan harta benda dan hilangnya
jiwa manusia.
·
dominasi bahkan penaklukan salah satu
pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar
teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan
respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap
hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini
akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:
·
Pengertian yang tinggi untuk hasil
kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang
terbaik.
·
Pengertian yang tinggi untuk hasil kita
sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan"
konflik.
·
Pengertian yang tinggi untuk hasil
pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan
"kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
Tiada
pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari
konflik.
·
STUDI
KASUS KONFLIK ANTAR KELOMPOK BESERTA SOLUSINYA :
Setelah
beberapa saat kita tidak lagi dipusingkan oleh konflik yang terjadi di Poso dan
Aceh kini perhatian kita kembali tertuju pada pertikaian suku di Papua. Korban
jiwa telah berjatuhan akibat konflik berdarah tersebut. Sepertinya permasalahan
konflik tidak pernah habis-habisnya mendera bangsa ini, sementara solusi yang
dicanangkan terkadang tidak memberikan hasil menggembirakan, dan hanya
merupakan penyelesaian temporal karena tidak adanya tindakan preventif untuk
mencegah munculnya pertikaian baru. Konflik adalah permasalahan serius yang
dapat berakibat kehancuran bagi negara ini melalui disintegrasi bangsa. Untuk
itu perlu tindakan intens oleh semua pihak agar konflik tidak hanya selesai
tapi kemungkinan untuk muncul kembali dapat semakin diminimalkan.
·
Latar Belakang
Saya pikir
pertama kita perlu untuk menilik sekilas dua latar belakang mendasar beberapa
konflik yang pernah terjadi. Pertama, konflik dirangsang oleh ketidakpuasan
terhadap kinerja pemerintah. Perhatian minim negara terhadap satu daerah dalam
upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat dapat memicu aksi sparatisme. Konflik
yang bertolak dari keinginan untuk lepas dari pangkuan Ibu Pertiwi dan mendirikan
negara sendiri merupakan contohnya. Aksi-aksi sparatis seperti yang terjadi di
Aceh dan Papua adalah saksi kuat tentang hal tersebut.
Kedua,
ketegangan antar kelompok atau golongan juga merupakan penyebab terjadinya
pertikaian. Lihatlah konflik-konflik yang mengusung unsur SARA seperti di
Sampit, Ambon, Poso dan perang suku di Papua. Indonesia merupakan negara
plural, dimana kelompok-kelompok suku, agama, dan ras yang berbeda hidup
bertetangga. Dalam kondisi seperti ini tidak jarang masalah kecil dapat
menyulut kemarahan salah satu kelompok sehingga memicu terjadinya ketegangan.
·
Menemukan Solusi
Beberapa
hal dapat menjadi pemikiran bagi kita dalam menemukan solusi tepat bagi kasus
konflik di negara ini. Konflik selalu diwarnai dengan kemarahan kolektif akibat
melihat tindakan yang dinilai tidak adil terhadap salah satu atau beberapa
anggota kelompok atau kelompok secara menyeluruh. Akibatnya aksi kekerasan
komunal dilancarkan terhadap kelompok atau institusi yang dianggap sebagai
pelaku ketidakadilan. Aksi kekerasan komunal tersebut adalah solidaritas
negatif. Untuk mengubahnya perlu dibangun gagasan positif tentang solidaritas
dan kebersamaan dalam konteks negara berpancasila. Sebagai landasan dan
falsafah hidup bermasyarakat, Pancasila menonjolkan sebuah anggapan positif
mengenai manusia. Warga negara dipandang sebagai makhluk bermartabat dan
menyandang hak untuk menikmati kedamaian dan ketenangan hidup. Nilai positif
ini seharusnya menjadi cara pandang dalam melihat sesama kita yang berasal dari
kelompok lain. Negara juga harus bisa memperlakukan semua warga sebagai
pribadi-pribadi yang layak untuk disejahterakan tanpa melihat latar belakang
identitas kelompok yang disandang oleh anggota masyarakat tertentu. Semua
kebijakan pemerintahan harus dapat memfasilitasi dan mengakomodir semua elemen
bangsa. Dengan demikian nilai-nilai Pancasila terimplementasi dalam gerak
dinamika bangsa kita guna menciptakan masyarakat adil dan makmur.
Musyawarah
dan mufakat juga merupakan aspek yang ditekankan oleh nilai-nilai Pancasila.
Mengambil waktu untuk duduk bersama dan berdialog untuk bisa lebih mengerti dan
memahami satu dengan lainnya merupakan perwujudan dari aspek tersebut. Beberapa
dialog telah dilakukan utuk menyelesaikan beberapa konflik, tapi perlu lebih
intensif pada kepentingan kesejahteraan masyarakat keseluruhan. Masing-masing
kelompok tidak mencari keuntungan sendiri melalui pelaksanaan dialog.
Seyogyanya
dialog antar kelompok dapat menjadi agenda reguler dalam hidup bermasyarakat
dan implementasinya tidak hanya pada jajaran atas saja, tapi harus menyentuh
sampai masyarakat lapisan bawah. Dan mengusung agenda-agenda dalam konteks
perwujudan masyarakat yang damai, adil, dan makmur. Sekiranya masing-masing
kelompok dapat menemukan perannya masing-masing melalui dialog tersebut.
Kemudian merumuskan bentuk kerja sama yang efektif antar kelompok.
Jangan sampai muncul pandangan bahwa
semua konflik menjadi prevalent thing karena terlalu akrabnya lingkungan kita
dengan banyak pertikaian antar kelompok yang tidak pernah hilang dari tanah air
tercinta ini. Sehingga Keseriusan dan upaya keras dalam berpartisipasi
menemukan solusi bagi ketegangan-ketegangan menjadi karam. Menciptakan
kedamaian dalam bermasyarakat sehingga terbentuknya suasana kondusif bagi proses
negara ini melangkah untuk menjadi negara maju dan sejajar dengan negara-negara
yang lainnya adalah tanggung jawab seluruh warga negara. Kemajuan bangsa ini
tergantung pada kapasitas sinergi semua komponen bangsa untuk mewujudkan
kedamaian.
2.9. SISTEM IMBALAN
A. DEFINISI IMBALAN
Sistem imbalan Adalah kenyataan yang
tidak dapat disangkal bahwa motivasi dasar bagi kebanyakan orang menjadi
pegawai pada suatu organisasi tertentu adalah untuk mencari nafkah. Berarti
apabila disuatu pihak seseorang menggunakan pengetahuan, keterampilan, tenaga
dan sebagian waktunya untuk berkarya pada suatu organisasi, dilain pihak dia
mengharapkan menerima imbalan tertentu.
Dengan kata lain suatu sistem imbalan
yang baik adalah sistem yang mampu menjamin kepuasan para anggota organisasi
yang pada gilirannnya memungkinkan organisasi memperoleh, memelihara dan
memperkerjakan sejumlah orang yang dengan berbagai sikap dan prilaku positif
bekerja dengan produktif bagi kepentingan organisasi.
Jika para anggota diliputi oleh rasa
tidak puas atas kopensasi yang diterimanya, dampaknya bagi organisasi akan
sangat bersifat negatif. Artinya jika ketidakpuasan tersebut tidak
diselanggarakan dengan baik, merupakan hal yang wajar apabila para anggota
organisasi menyatakan keinginan untuk memperoleh imbalan yang bukan saja
jumlahnya lebih besar, akan tetapi juga lebih adil.
Apabila suatu oganisasi tidak mampu
mengembangkan dan menerapkan suatu sistem imbalan yang memuaskan, organisai
bukan hanya akan kehilangan tenaga-tenaganya yang terampil dan berkemampuan
tinggi, tetapi juga akan kalah bersaing dipasaran tenaga kerja. Memang benar
bahwa mengembangkan dan menerapkan suatu imbalan tertentu, suatu organisai
menghadapi suatu kondisi dan tuntutan yang tidak hanya bersifat internal,
seperti kemampuan organisasi membayar upah dan gaji karyawan yang wajar, akan
tetapi sering pula bersifat ekterenal seperti berbagai peraturan perundangan,
persaingan dipasaran kerja.
·
Tujuan Imbalan
Adapun tujuan
utama dari program penghargaan adalah:
1.
Menarik orang yang memilikikualifikasi
untuk bergabung dengan organisasi
2.
Mempertahankan karyawan agar terus
datang untuk berkerja
3.
Memotivasi pekerja untuk mencapai
tingkat kinerja yang tinggi
B.
Tipe dan karateristik
imbalan
Penghargaan
Ekstrinsik
Perasaan
Ekstinsik datang dari luar orang tersebut.
Berikut
ini beberapa jenis Penghargaan Ekstrinsik:
* Penghargaan Finansial: Gaji dan Upah
Uang
merupakan penghargaan ekstrisik yang utama. Untuk dapat benar-benar memahami
bagai mana uang memodofikasi perilaku, kita harus memahamipersepsi dan
preferensi rang yang diberri penghargaan. Tentu saja ini merupakan tugas sulit
yang harus dilakukan secara berhasil oleh manajer. Kecuali jika kariawan dapat
melihat suatu hubungan antar kinerja dan kenaikan yang diberikan, uang tidak
akan menjadi motivator yng kauat.
Banyak
organisasi menggunakan beberapa jenis rencana pemberian nsentif untukpembayaran
dan evektivitasnya sebagai motivator. Setiap rencana dievaluasi berdasarkan
pernyataan berikut:
·
Beberapa efektif hal
tersebut menciptakan persepsi bahwa pembayaran berhubungan dengan kinerja?
·
Seberapa baik hal
tersbut meminimalkan konsekuensi negatif yang diperseosikan dari kinerja yang
baik?
·
Sebarapa baik hal
tersebut berkontribusi pada persepsi bahwa penghargaan penting (misalkan pujian
dan minat yang ditunjuan terhadap karyawan oleh seorang atasan yang dihormati)
menghasilakan kinerja yang baik daripada gaji pembayaran.
Agar
sistem pembayaran terbuka dapat memotivasi karyawan, pengukuran perlu tersedia
untuk semua aspek penting dalam suatu pekerjaan
(misalkan jumlah kosumen baru setiap kuartal, kenaikan pemnelian oleh
konsumen,dll) dan usaha seorang karyawan harus dihubungkan dengan kinerja
jangka pendek.
* Penghargaan Finansial: Tunjangan
Karyawan
Beberapa
jenis tunjangan tidak sepenuhnya finansianl, seperti pusat penitipan anak ,
pusat kebugaran, dan perawatan medis SAS institute yang disubsidi, tapi jenis
tunjangan ini jugs memberikan karyawan penghargaan yang bernilai.
Tunjanga
finansial utama karywan di kebanyakan organisasi adalah rencana pensiun dan
untuk kebanyakan karyawan, kesempatan untuk berpartisifasi dalam rencna pensiun
merupakan penghargaan yang bernilai. Tunjanga karyawan , seperti dana pensiun ,
perawatan di rumah sakit dan liburan. Pada umumnya merupakan hal yang tidak
berhubungan dengsn kinerja karyawan , akan tetapi didasarkan pada senioritas
atau catatan kehadiran.
* Penghargaan Interpersonal
Manajer
memiliki sejumlah kekuasaan untuk mendistribusikan penghargaan interpersional,
seperti status dan pengkuan. Dengan memberikan individu pekerjaan yang
bergengsi, manajer dapat berusaha meningkatkan dan menghilangkan status yang
dimilii oleh seseorang. Akan tetapi jika rekan kerja tidak meyakini kemampuan
seseorang dalam pekerjaan tertentu , tidak mugkin status tersebut bisa
ditingkatkan. Denan meninjau kinerja seseofang, manajer dapat dalam beberapa
situasi, memberikan apa yang para manajer anggap sebagai perubahan pekerjaan
untuk memperbaiki status. Manajer dan rekn kerja samasam memainkan peran dalam
memberikan status pekerjan
* Promosi
Manajer
menjadikan penghargaan promosi sebagai usaha untuk menempatkan orang yang tepat
pada pekerjaan yang tepat. Kreteria yang sering digunakan untuk meraih
keputusan promosi adalah senioritas. Kinerja, jika diukur dengan akurat, sering
kali memberikan pertimbangan yang signifikan dalam alokasi penghargaan promosi.
Penghargaan
Intrinsik
Suatu
penghargaan intrinsik didifinisikan sebagai penghargaan yang diatur sendiri
oleh seseorang.
Berikut
ini beberapa jenis Penghargaan Intrinsik:
* Penyelesaian (Completion)
Kemampuan
memulai dan menyelesaikan suatu pekerjaan atau proyek merupakan hal yang
penting bagi setiap orang. Beberapa orang mempunyai kebutuhan untuk
menyelesaikan tugas, dan efek dari penyelesaian tugas bagi seseorang merupakan
suatu bentuk penghargaan pada dirinya sendiri, yakni dampak motivasi yang kuat.
* Pencapaian (Achievement)
Pencapaian
merupakan penghargaan yang muncul dalam diri sendiri, yang disebabkan oleh
seseorang yang meraih suatu tujuan yang menantang.
* Otonomi (Autonomy)
Perasaan
otonomi dapat dihasilkan dari kebebasan melakukan apa yang dianggap terbaik
oleh karyawan dalam suatu situasi tertentu. Pada pekerjaan yang sangat
terstruktur dan terkendali oleh manajemen, sulit untuk menciptakan tugas yang
mengarah pada otonomi.
* Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth)
Dengan
mengembangkan kemampuan pribadi, seseorang mampu untuk memaksimalkan atau
setidaknya memuaskan poyensi keterampilan.
·
Proses penghargaan
Dari gambar tersebut
berusaha mengintegrasi kepuasan, motivasi, kinerja, dan penghargaan. Membaca
gambar tersebut dari kiri ke kanan akan menunjukkan bahwa hanya dengan
memberikan motivasi untuk menghasilkan usaha adalah tindakan cukup ntuk
memancing kinerja yang diingikan. Kinerja dihasilkan dari kombinasi usaha dan
tingkat kemampuan, keterampilan, dan pengalaman individu. Hasil kinerja
individu dievaluasi secara formal maupun informal oleh manajemen dan dua jenis
penghargaan dapat diberikan: intrinsik atau ekstrinsik. Penghargaan tersebut
dievaluasi oleh indinidu, jika penghargaan tersebut memuaskan dan seimbang,
individu mencapai tingkat kepuasan.
Sistem Penghargaan yang Inovatif
-
Gaji Berdasarkan Keterampilan
Sistem
berdasarkan keterampilan setidaknya memiliki empat keunggulan, yakni:
a.
Karena karyawan
memiliki lebih banyak keterampilan, maka organisasi meningkatkan
fleksibelitasnya dengan menempatkan pekerja untuk menangani pekerjaan yang
berbeda
b.
Karena gaji tidak
ditentukan atas dasar klasifikasi pekerjaan, organisasi mungkin lebih
memerlukanlebih sedikit klasifikasi pekerjaan
c.
Lebih sedikit karyawan
yang diperlukan karena lebih banyak pekerja yang dapat dipertukarkan, dan
d.
Organisasi mungkin
mengalami penurunan dalam pergantian karyawan dan ketidakhadiraan.
- Perluasan Tingkat
Suatu
elemen penghargaan finansialdimasa organisasi mengalami kesulitan adalah sistem
peringkat. Sebagian besar sistem memiliki sejumlah besar peringkat. Maka
diperlukan perrluasan tingkat yang akan mengurangi sejumlah peringkat gaji
hingga tersisa relatif sedikit peringkat yang luas.
- Pelayanan Concierge
Ketersediaan
pelayanan conciergeuntuk berbagai aktivitas yang harus dilakukan merupakan daya
tarik perusahaan . menjamin karyawan untuk dapat berkosentrasi pada kinerja
dapat dianggap sebagai tunjangan karyawan yang setimapl terhadap usaha dan
pekerjaan.
- Penghargaan Berdasarkan TimTunjangan Parah Waktu
Rancangan
dari sistem ini adalah seharusnya sesuai dengan pengkelompokan dikeseluruhan
rancangan organisasidalam situasi dimana tim relatif idependentdan tujuannya
dapt diukur, ditetapkan, dan dievaluasi, penghargaan didasarkan atas pencapain
tujuan.
- Pembagian Keuntungan.
Keberhasilan
program pembagian keuntunganmemerlukan komtmen kuat untuk menerapkan efesiensi,
baik dari manajemen dan karyawan. Selanjutnya komitment tersebut memerlukan
komunikasi yang terbuka, penggunaan informasi bersama dan tingkat kepercayaan
yang tinggi antara semua pihak.
- Mengatur Penghargaan
Manajer
diharapkan dengan keputusan bagaimana mengatur penghargaan. Ada tiga pendekatan
teoritis dalam mengatur penghargaan, yakni:
a.
Reinforcement Positif
Pondasi
dasar dalam mengatur penghargaan melalui pendekatan ini adalah hubungan antara
perilaku dan kosekuensinya. Tujuan pendeketan ini agar bisa menciptakan
perilaku yang diinginkan.
b.
Modeling dan Imitasi Sosial
Dalam
menggunakan pendekatan ini menejer harus menentukan siapa yang merespon
pendekatan ini, selain memilih model yang sesuai. Terakhir dimana model muncul
perlu diperhatikan juga. Ini berarti jika kinerja yang tinggi merupakan tujuan
dan merupakan hal yang hampir tidak bisa dicapai karena sumberdaya yang
terbatas, menejer seharusnya menyimpulkan modeling tidak sesuai.
c.
Teori Ekspektasi
Dalam
pendekatan ini, manajer harus menentukan jenis penghargaan yang diinginkan oleh
karyawannya dan melakukan hal apapun yang mungkin untuk mendistribusikan
penghargaan tersebut. Jika tidak, menejer harus menciptakan kondisis sehingga
apa yang tersedia dapat diterapkan sebagai penghargaan.
2.10. MERANCANG
PEKERJAAN
A.
Sejarah dan perkembangan Ergonomi
Istilah ergonomic berasal dari bahasa
latin yaitu ERGON (kerja) dan NOMOS (hukum Alam) dan dapat didefinisikan
sebagai studi aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang di tinjau
secara anatomi, psikologi, engineering, manajemen , dan perancang. Ergonomic
berkenaan pula dengan optimasi,efisiensi, kesehatan keselamatan dan kenyamanan
manusia di tempat kerja, dirumah, dan tempat rekreasi. Di dalamnya ergonomic
dibutuhkan studi tentang system dimana manusia, fasilitas kerja dan
lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan
suasana kerja dengan manusiannya. Ergonomic disebut juga “Human Factors”.
Ergonomic juga digunakan oleh berbagai ahli/professional pada bidangnya
misalnya : ahli anatomi, arsitektur, perancanf produk industri, fisika,
disioerapi, terapipekerjaan,posikologi, dab teknik industri. (Definisi diatas
berdasarkan Pada international ergonomic association). Selain itu ergonomi juga
dapat diterapkan untuk bidang fisiologi, psikologi, perancang, analisis,
sintesis, evaluasi, proses kerja, dan bagi wiraswastawan, manajer, pemerintah,
militer, dosen, dan mahasiswa.
Penerapan ergonomic pada umumnya
merupakan aktivitas rancangan bangunan(desain)ataupun rancangan ulang
(re-desain). Hal ini dapat meliputi perangkat keras seperti misalnya perkakas
kerja(tools), bangku kerja (benches), platform, kursi, pegangan alat
kerja(workholders), pintu(doors) dan lain-lain.
Ergonomi dapat berperan pula sebagai
desain pekerjaan pada suatu organisasi misalnya : penentuan jumlah jam
istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu kerja(shif kerja), meningkatkan
variasi pekerjaan dan lain-lain. Ergonomic dapa pula berfungsi sebagai desain
perangkat lunak karena dengan semakin banyak pekerjaaan yang berakaitan erat
dengan computer. Penyampaian informasi dalam suatu system computer harus pula
di usahakan sekompatible mungkin sesuai dengan kemampuan pemprosesan informasi
oleh manusia.
Menurut sutalaksana ergonomic adalah
suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi
mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu system
kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada system itu dengan baik, yaitu
mencapai tujuan yang di inginkan melalui pekerjaan itu, dengan efektif, aman
dan nyaman.[16]
Menurut Teori frank greer desain
pekerjaan berupaya mengidentifikasi karakteristik tugas dari
pekerjaan-pekerjaan, dan bagaimana karakteristik ini d gabung untuk membentuk
pekerjaan yang berbeda, dan hubungan dari karakteristik tugas ini dengan
motivasi, kepuasan, dan kinerja karyawan.
·
Desain Pekerjaan atau merancang Pekerjaan
Desain pekerjaan adalah
rincian tugas dan cara pelaksanaan tugas atau kegiatan yang mencakup siapa yang
mengerjakan tugas, bagaimana tugas itu dilaksanakan, dimana tugas dikerjakan
dan hasil apa yang diharapkan. menambahkan desain pekerjaan adalah fungsi
penetapan kegiatan kerja seorang atau sekelompok karyawan secara
organisasional. Tujuannya untuk mengatur penugasan kerja supaya dapat memenuhi
kebutuhan organisasi. Definisi diatas menjelaskan bahwa
desain pekerjaan dibuat oleh perusahaan untuk mengatur tugas- tugas
yang tepat sasaran, memberikan tugas kepada orang dengan kemampuan dan
keterampilan yang harus dimiliki untuk mengerjakan tugas tersebut demi
mencapai sasaran dari perusahaan. Sejalan dengan Dessler (2004)
desain pekerjaan merupakan pernyataan tertulis tentang apa yang harus
dilakukan oleh pekerja, bagaimana orang itu melakukannya, dan bagaimana kondisi
kerjanya.
Handoko (2000) menyatakan bahwa desain pekerjaan adalah fungsi penetapan
kegiatan-kegiatan kerja seseorang individu atau kelompok karyawan secara
organisasional yang bertujuan untuk mengatur penugasan-penugasan kerja yang
memenuhi kebutuhan organisasi, teknologi, dan keperilakuan. Selain itu, menurut
Dwiningsih (2009) desain pekerjaan adalah sebuah pendekatan yang menentukan
tugas-tugas yang terkandung dalam suatu pekerjaan bagi seseorang atau
sekelompok karyawan dalam suatu organisasi.[17]
Desain pekerjaan meliputi identifikasi pekerjaan, hubungan
tugas dan tanggung jawab, standar wewenang dan pekerjaan, syarat kerja harus
diuraikan dengan jelas, penjelasan tentangjabatan dibawah dan diatasnya. Desain
pekerjaan menguraikan cakupan, kedalaman, dan tujuan dari setiap pekerjaan yang
membedakan antara pekerjaan yang satu dengan pekerjaan yang lainnya. Tujuan
pekerjaan dilaksanakan melalui analisis kerja, dimana para menejer menguraiakan
pekerjaan sesuai dengan aktifitas yang dituntut agar membuahkan hasil. Desain pekerjaan
merupakan keputusan dan tindakan manajerial yang mengkhususkan kedalam cakupan
dan hubungan pekerjaan yang objektif untuk memenuhi kebutuhan orgaanisasi serta
kebutuhan sosial dan pribadi pemegang pekerjaan.
Strategi desain pekerjaan dikembangkan
dengan menekankan pentingnya karakteristik pekerjaan inti. Strategi berdasarkan
teori motivasi Herzberg yang mencakup peningkatan kedalam pekerjaan melalui
pendelegasian wewenang yang lebih besar kepada pemegang pekerjaan. Tetapi
pemerkayaan tidak dapat diterapkan secara universal karena tidak
mempertimbangkan perbedaan individu.
Ukuran
perbedaan individu mendorong untuk mengkaji cara meningkatkan persepsi positif
terhadap keragaman. Identitas, arti, otonomi dan balikan akan meningkatkan
prestasi kerja dan kepuasan kerja seandainya para pemegang pekerjaan memiliki
kebutuhan pertumbuhan yang relatif tinggi.
·
Unsur-Unsur Desain Pekerjaan
Tiga unsure
yang membingungkan manajer dalam mengenbangkan dan mengatru pekerjaan-pekerjaan
karyawan agar dapat bekerja lebih produktif dan memuaskan, yaitu :
1.
sering terjadi konflik antara kebutuhan-kebutuhan dan
keinginan-keinginan karyawan dan kelompok karyawan dengan berbagai persyaratan
desain pekerjaan.
2.
sifat unik karyawan dapat menimbulkan berbagai macam
tanggapan dalam wujud sikap, kegiatan fisik dan produktifitas dalam pelaksanaan
pekerjaan.
3.
perubahan lingkungan, organisasional dan perilaku karyawan membuat desain pekerjaan, ketepatan
pendekatan pengembangnan standar kerja dan bentuk-bentuk perilaku karyawan
perlu dipertanyakan.
2.
Unsur-unsur Organisasi
Unsur organisasi mempunyai kaitan erat dengan desain pekerjaan yang
efisien untuk mencapai output maksimum dari pekerjaan-pekerjaan karyawan.
Dalam manajemen ilmiah yang dikemukakan oleh Frederic winslow taylor
telah menetapkan adanya studi yang menyoroti tentang perilaku karyawan didalam
pelaksanaan kerja. Studinya dinamakan studi gerak dan waktu (Time and motion
study)
Dengan adanya efisiensi didalam pelaksanaan kerja akan menentukan
spesialisasi yang merupakan kunci dalam desain pekerjaan.
Karyawan yang melakukan pekrjaan secara kontinyu menyebabkan dia menadi
terspesialisasi, yang selanjutnya dapat memperoleh output lebih tinggi.
Tiga unsur
desain pekerjaan organisasi. Yaitu:
1.
pendekatan
mekanik, berupaya mengidentifikasi setiap tugas dalam suatu pekerjaan guna
meminimumkan waktu dan tenaga. Hasil pengumpulan identifikasi tugas akan
menentukan spesialisasi. Pendekatan ini lebih menekankan pada factor efisinsi
waktu, tenga, biaya, dan latihan.
2.
Aliran kerja,
ini dipengaruhi oleh sifat =komoditi yang sdihasilkan oelh suatu organisasi
atau perusahaan guna menentukan urutan dan keseimbangnan pekerjaan.
3.
\Praktek-praktek
kerja, yaitu cara pelaksanaan pekrjaan yang ditetapkan, ini bias
berdasarkan kebiasan yang berlaku dalam perusahaan, perjanjian atau kontrak
kotak serikat kerja kaeyawan, kesepakatan bersama.
3.
Unsur-unsur Lingkungan
Factor lingkungan yang mempengaruhi desain pekerjaan adalah tersedianya
tenaga kerja potensial, yang mempunyai kemammpuan dan kualifikasi yang sesuai
dengan kebutuhan perusahaan dan pengharapan-pengharapan social, yaitu dengan
tersedianya lapangan kerja seta memperoleh kompensasi dan jaminan hidup yang
layak.
3. Unsur-Unsur
Perilaku :
1.
otonomi,
bertanggung jawab atas apa yang dilakukan, deisini bawahan diberi wewenang untuk menganmbil keputusan
atas pekerjaan yang dilakukan.
2. Variasi, pemerkayaan pekerjaan
dimaksudkan untuk menghilangkan kejenuhan
atas pekerjaan-pekerjaan yang rutin, sehingga kesalahan- kesalahan dapat diminimalkan.
3. identitas
tugas, untuk mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas dan pekerjaan, maka
pekerjaan harus diidentifikasi, sehingga kontribusainya terlihat yang
selanjutnya akan menimbulkan kepuasan,
4. Umpan
balik, diharapkan pekerjaa-pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan mempunyai
umpan balik atas pelaksanaan pekrjaan yang baik, sehingga akan memotivasi
pelaksanaan pekerjaan selanjutnya.
·
Pedoman Dalam Desain Pekerjaan
Dessler (2004) menerangkan bahwa sebuah desain pekerjaan merupakan
pernyataan tertulis tentang apa yang harus dilakukan oleh pekerja, bagaimana
orang itu melakukannya, dan bagaimana kondisi kerjanya. Desain pekerjaan
mencakup hal-hal berikut ini :
a.Identitas
pekerjaan. Identitas pekerjaan merupakan jabatan pekerjaan yang berisi nama
pekerjaan seperti penyelengara operasional dan manajer pemasaran. Handoko
(2000) menambahkan bila pekerjaan tidak mempunyai identitas, karyawan tidak
akan atau kurang bangga dengan hasil-hasilnya. Ini berarti kontribusi mereka
tidak tampak.
b. Hubungan
tugas dan tanggung jawab, yakni perincian tugas dan tanggung jawab secara nyata
diuraikan secara terpisah agar jelas diketahui. Rumusan hubungan hendaknya
menunjukkan hubungan antara pelaku organisasi.
c. Standar
wewenang dan pekerjaan, yakni kewenangan dan standar pekerjaan yang harus
dicapai oleh setiap pejabat harus jelas. Pekerjaan-pekerjaan yang memberikan
kepada para karyawan wewenang untuk mengambil keputusan-keputusan, berarti
menambah tanggung jawab. Hal ini akan cendrung meningkatkan perasaan dipercaya
dan dihargai.
d. Syarat
kerja harus diuraikan dengan jelas, seperti alat-alat, mesin, dan bahan baku
yang akan dipergunakan untuk melakukan pekerjaan tersebut.
e. Ringkasan
pekerjaan atau jabatan harus menguraikan bentuk umum pekerjaan dan mencantumkan
fungsi-fungsi dan aktifitas utamanya.
f. penjelasan
tentang jabatan debawah dan diatasnya yaitu harus dijelaskan jabatan dari mana
petugas di promosikan kejabatan mana pejabat akan dipromosikan.
B.
Merancang kerja
untuk kelompok dan individu
Produktivitas dan mutu kerja karyawan
dipengaruhi faktor-faktor yang terkait dengan lingkungan kerja; antara lain
beban kerja berlebihan yang tidak dapat diperkirakan, perubahan-perubahan di
akhir waktu yang dirancang, kurangnya peralatan yang sempurna, dan tidak
efisiennya alir kerja. Dengan demikian, penting untuk menjamin bahwa kerja itu
dirancang untuk mencapai produktivitas dan mutu maksimum. Beberapa
strategi untuk merancang lingkungan kerja dalam memenuhi tujuan
organisasi yaitu tercapainya mutu dan produktivitas tinggi. Strategi dimaksud
antara lain; rancangan tempat kerja atau ergonomik, komputerisasi dan mesin
otomatik, dan rancangan pekerjaan ( pengayaan, perluasan, dan rotasi
pekerjaan),
Strategi Perancangan Kerja Kembali:
Perbaikan alur kerja yang jelas.
Pengurangan gerak fisik yang berulang-ulang yang
menyebabkan mudah lelah.
Menyesuaikan sinar lampu dengan kondisi ruangan kerja.
Membolehkan karyawan untuk melakukan kegiatan pribadi di
sekitar tempat kerja.
Menggunakan warna ruangan kerja yang menyenangkan.
Menyediakan kantor privat dan ruang kerja nyaman.
Menyediakan tempat atau ruang istirahat.
Penyusunan, penyesuaian dan pemindahan peralatan,
bagian-bagian pokok dan ruang kerja.
Menempatkan sesama para anggota tim secara
berdekatan sehingga mereka dapat berinteraksi dengan mudah.
Menyediakan peralatan kursi, meja dan lemari kantor
yang sesuai dengan kondisi tubuh dan kegiatan kerja karyawan.
Komputerisasi dan Alat Otomatik:
Memberitahukan pada karyawan tentang manfaat komputer dan
alat otomatik.
Melibatkan karyawan dalam keputusan untuk
operasionalisasi komputerisasi.
Mengkomunikasikan isu-isu implementasi kepada seluruh
karyawan seperti bagaimana dan kapan komputer digunakan, pekerjaan apa yang
dapat menggunakan komputer dan masalah-masalah yang dihadapi.
Melatih karyawan tertentu dalam mengunakan komputer dan
alat otomatik dan mengevaluasi hasil pelatihannya.
Membolehkan para karyawan memanfaatkan waktunya
untuk mempraktikkan pengetahuannya dalam menggunakan komputer dan alat
otomatik.
Memiliki staf pemelihara alat-alat baru yang tersedia
setiap saat untuk memperbaiki alat.
Meningkatkan kualitas peralatan secara berkala.
Pendekatan Rancangan Pekerjaan:
Pengayaan Pekerjaan: Tujuannya adalah untuk meningkatkan
motivasi, kepuasan dan kinerja karyawan. Ada lima karakteristik inti dari
pekerjaan yang dibangun sedemikian rupa dalam suatu pekerjaan karyawan
yaitu mengalami beberapa kondisi psikologis krusial, termasuk memperoleh
pekerjaan yang bermanfaat, perasaan tanggungjawab, dan memiliki pengetahuan
dari hasil aktual dari kegiatan bekerja. Dengan demikian akan diperoleh
luaran berupa motivasi yang lebih tinggi, peningkatan kepuasan kerja, dan
rendahnya ketidakhadiran dan jumlah karyawan yang keluar. Lima hal inti
tersebut yaitu:
Keragaman keterampilan; derajad dari tugas yang
dilaksanakan dengan syarat kemampuan dan keterampilan berbeda.
Identitas tugas; melengkapi keseluruhan jenis pekerjaan
yang dapat diidentifikasi yang memiliki hasil yang dapat dilihat seperti
penyiapan laporan keuangan dan perakitan sebuah radio.
Signifikansi tugas; derajad suatu pekerjaan tertentu yang
memiliki kepentingan dan manfaat.
Otonomi; derajad kebebasan dan keleluasaan yang dijinkan
sesuai dengan skedul dan prosedur kerja.
Umpanbalik ; menunjukkan jumlah informasi langsung yang
diterima dalam keefektifan kinerja pekerjaan.
Rotasi Pekerjaan: Suatu tehnik perancangan kembali suatu
pekerjaan yang hanya diperuntukkan bagi karyawan yang punya kesempatan untuk
pindah dari pekerjaan yang satu ke yang lainnya untuk belajar dan
memperoleh pengalaman dari keragaman tugas. Manfaatnya, antara lain
meningkatkan keterampilan karyawan dalam melakukan pekerjaan lebih dari satu
tugas.
Perluasan Pekerjaan: Pemberian pekerjaan tambahan kepada
karyawan agar mereka mendapat pengetahuan dan pengalaman serta tanggungjawab
baru. Syaratnya adalah beban kerja karyawan tidak menjadi berlebihan di atas
standar operasi kerja organisasi. [18]
Variabel organisasi, manusia dan teori
management sangat berpengaruh terhadap rancangan pekerjaan, yang mana diuraikan
sebagai berikut:
·
Job Design pada Model Tradisional.
Job design pada model ini terdapat perbedaan tegas antara pemikir
(thinking) dan pelaksana (doing). Prinsip dasarnya adalah bahwa
pekerjaan-pekerjaan harus mengandung sejumlah tugas yang terkait/sejenis yang
masing-masing menghendaki ketrampilan yang sejenis pula dan waktu belajar yang
relatif singkat. Sehingga pekerja diharapkan dapat mempelajari dengan cepat dan
mengikuti secara tepat metode dan aturan keputusan yang terinci yang akan
diterapkan. Mekanisme hubungan kerja dan garis pertanggungjawaban menjadi tugas
kewajiban atasan. Sedangkan bawahan hanya melakukan dan mematuhi aturan kerja.
·
Job Design pada Model Human Relations.
Pada model ini job design mengalami sedikit perluasan nuansa dengan
diberikannya perhatian pada human needs. Pengembangan hubungan yang
baik sesama pekerja dan kesempatan untuk berkembang mulai mendapat tempat. Para
atasan sudah mulai diberi tanggung jawab untuk dapat mengembangkan kelompok
kerja yang bersatu padu suportif guna menghasilkan performa unit kerja yang
baik. Para atasan juga dituntut untuk menciptakan suasana yang kondusif, akrab,
bersatu padu, serta konsultatif.
·
Job Design pada Model MSDM.
Pada model ini, dimulai dari asumsi bahwa hanya melalui pemanfaatan
kemampuan self-directing dan self-control yang dimiliki oleh
para anggota, dan melalui pemberian kesempatan yang lebih besar untuk terlibat
aktif bersama-sama dengan atasan dalam proses penentuan dan penetapan tujuan
atau sasaran organisasi. Dengan demikian para pekerja dan atasan bersatu padu
menciptakan pekerjaan yang berorientasi pada tujuan bersama.[19]
·
Studi
kasus
Perencangan shift kerja dibagi
menjadi 3 shift kerja yaitu :shift 1, shift 2, shift 3, dengan mengasumsikan
pekerja pada perusahaan tersebut di bagi menjadi 3 kelompok kerja, jadwal shift
kerja yang kami ambil adalah :
1.
Shift 1 : 07.00-15.00 dengan waktu istirahat selama 60
menit yaitu pukul 12.00-01.00 yang digunakan oleh pekrja sebagai waktu shalat
istirahat siang.
2.
shift II : 15.00-23.00 dengan waktu istirahat selama 60
menit dan di bagi 16.00-16.30 untuk waktu shalat ashar dan 18.30-19.30 wib
untuk sholat magrib dan makan malam.
3.
shift III : 23.00-07.00 dengan waktu istirahat selamaa
90 menit yaitu pukul 04.00-05.30 yang digunakan pekerja untuk waktu istirahat
dan shalat shubuh.
Alas an shift malam lebih lama waktu
istirahatnya karena beban kerja shift malam akan lebih berat disbanding shift
lainnya. Hal tersebut di karenakan pukul 04 pagi, terjadi perubahan tingkat cortisol,
suhu badan dan tingkat melatonin yang akan berpengaruh pada pekerja. Tidur
sebentar dalam tugas shift malam berdampak positif untuk mengurangi kelelahan
tanpa mengurangi kinerja(arora dkk, 2006). Waktu istirahat juga dapat
mengurangi musculoskeletal discomfort(MSD), gangguan mata, mood dan kinerja
pekerja (galainsky,dkk 2000).
Alas an kami mengambil shift 1 di
mulai dari pukul 07.00 adalah dengan mempertimbangkan waktu shift III yagn akan
dijalani pekerja. Jika shift 1 dimulai dari pukul 08.00 maka shift II akan
berakhir pukul 00.00 dan otomatis pekrjaan shift III dimulai pukul 00.00.
disini kami mengasumsikan pekerja tersebut tidak seluruhnya tinggal dekat
perusahaan tersebut. Jika shift III dimulai pukul 00.00 maka pekrja yang
bertempat tinggal tidak dekat dengan perusahaan tersebut pasti akan mengalami
beban fisikologis karena jika mereka pergi terlalu malam akan berdampak pada
kesehatan pekerja tersebut.
Factor fisikologis dan lingkungan juga mempengaruhi karena diatas pukul
23.00 beban seperti mengantuk sudah mulai dirasakan oleh pekerja terlebih lagi
jika pekerja tersebut pergi bekerja sendiri maka perasaan bosan akan muncul
yang akan mengakibatkan ngantuk maka beban juga akan semakin berat, akibatnya
factor timbulnya kecelakaan akan lebih besar. Akan tetapi jika pekerjaan shift
III dimulai pukul 23.00 maka pekerja akan berangkat dari rumah mereka sebelum
pukul 23.00 waktu tersebut jika di bandingkan dengan pukul 00.00 akan lebih
baik dari segi psikologis dan fisiologis, setidaknya perasaan ngantuk yang
dirasakan pekerja jika pergi bekerja sebelum pukul 23.00 akan lebih kecil
disbanding bekerja pukul 23.00
Perancangan rotasi kerja dilakukan
dengan melakukan pergantian shift kerja setiap hari karena rotasi shift akan
mempengaruhi tingkat kebosanan dari pekerja. Jika rotasi shift kerja terlalu
lama maka tingkat kebosanan pekerja akan semakin tinggi dan stress akibat
shift kerja akan menyebabkan kelelahan (
fatique) yang dapat menyebabkan gangguan psikis pada pekerja, seperti
ketidakpuasan dan iritasi.
Rotasi shift kerja yang terlalu lama
juga akan berpengaruh negative secara social terhadap hubungan keuarga seperti
tingkat berkumpulnya anggota keluarga dan sering berakibat pada konflik
keluarga. Oleh karena itu kami merancang rotasi shift kerja setiap harinya
untuk menghindari terjadi kebosanan pada pekerja dan dampak lainnya.
Perancangan rotasi kerja yang kami buat adalah sebagai berikut :
Minggu
ke 1
Senin
Selasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu Minggu
A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C
1 2 3 3 1 2 2 3 1 1 2 3 3 1 2 2 3 1 1 2 3
1 2 3 3 1 2 2 3 1 1 2 3 3 1 2 2 3 1 1 2 3
Minggu
ke 2
Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu Minggu
C B A c b a C B A C B A C B A C B A C B A
1 2 3 3 1 2 2 3 1 1 2 3 3 1 2 2 3 1 1 2 3
Minggu
Ke 3
Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu Minggu
C A B C A B C A B C AB C A B C A B C A B
1 2 3 3 1 2 2 3 1 1 2 3 3 1 2 2 3 1 1 2 3
Minggu
Ke 4 balik minggu ke 1
Senin
Selasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu Minggu
A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C
1 2 3 3 1 2 2 3 1 1 2 3 3 1 2 2 3 1 1 2 3
1 2 3 3 1 2 2 3 1 1 2 3 3 1 2 2 3 1 1 2 3
Dimana
A B C merupakan kelompok kerja
1 2 3 Merupakan
shift kerja
Alasan kami menggunakan rotasi kerja diatas adalah untuk mengoptimalkan
pekerjaaan, danean memberikan waktu istirahat yang cukup bagi pekerja. Dengan
skema rotasi diatas maka setiap kelompok kerja mempunyai waktu istirahat selama
8 jam sebelum mereka ekerja kembali. Pergantian shift juga akan dig anti
setiap minggunya, alasan mengapa setiap
minggu dilakukan pergantian shift karena jika dimisalkan rotasi kerja seperti
minggu pertama dan setiap minggunya tidak diganti, maka setiap minggunya
kelompok C akan mendapatkan bekerja pada shift III sebanyak 3 kali, sementara
kelompok kerja lain hanya mendapatkan kerja pada shift III sebanyak 2 kali.
Oleh sebab itu untuk mencegah terjadinya ketidakadilan dalam pembagian rotsi
shift kerja, maka setiap minggu juga dilakukan pergantian shift kerja jadi
dalam setiap kelompok kerja setiap minggunya mendapatkan shift III sebanyak 3
kali. Hal itu dikarenakan bekerja pada shift III atau shift malam mendapatkan
beban yang lebih berat dibanding kerja shift 1 atau II.
Pertanyaan :
1.
apakah menurut anda Rotasi kerja atau pergantian shift
kerja bisa efektif untuk menghilangkan rasa bosan atau suntuk bagi seorang
karyawan ?
2.
menurut anda ? jika anda sebagai seorang karyawan
hal-hal seperti apa yang akan anda lakukan untuk menghindari kebosanan,
kejenuhan,dan rasa ngantuk, jika bekerja pada shift malam hari??
3.
Apa dampak positif dan dampak negative dari rotasi
kerja atau pergantian shift tersebut? Jelaskan ?
2.11 PENGAMBILAN KEPUTUSAN
A. Hakekat
Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah tindakan
pemilihan alternatif. Hal ini berkaian dengan fungsi manajemen.. Misalnya, saat
manajer merencanakan, mengelola, mengontrol, mereka membuat keputusan. Akan
tetapi, ahli teori klasik tidak menjelaskan peng keputusan tersebut secara
umum. Pelopor teori manajemen seperti Fayol dan Urwick membahas pengambilan
keputusan mengenai pengaruhnya pada delegasi dan otoritas, sementara bapak
manajemen-Frederick W. Taylor- hanya menyinggung metode ilmiah sebagai
pendekatan untuk pengambilan keputusan. Seperti kebanyakan aspek teori
organisasi modern, analisis awal pengambilan keputusan dapat ditelusuri pada
Chester Barnard. Dalam The Functions of
the Exec Barnard memberikan analisis komprehensif mengenai
pengambilan keputusan clan menyat "Proses keputusan ... merupakan teknik
untuk mempersempit pilihan."
Kebanyakan pembahasan proses pengambilan
keputusan terbagi dalam beberapa langkah. Hal
ini dapat ditelusuri dari ide yang dikembangkan Herbert A. Simon, ahli
teori kepufusan dan organisasi yang memenangkan hadiah Nobel, yang
mengonseptualisasikan tiga tahap utama dalam proses, pengambilan keputusan:
l. Aktivitas
inteligensi. Berasal dari pengertian militer
"intelligence," Simon mendeskripsikan tahap awal ini sebagai
penelusuran kondisi lingkungan yang memerlukan pengambilan keputusan.
2. Aktivitas desain. Selama
tahap kedua, mungkin terjadi tindakan penemuan, pengembangan, dan analisis masalah.
3. Aktivitas memilih. Tahap
ketiga dan terakhir ini merupakan pilihan sebenarnya-memilih tindakan tertentu
dari yang tersedia.
Berhubungan dengan tahap-tahap tersebut, tetapi lebih empiris
(yaitu, menelusuri keputwq sebenarnya dalam organisasi), adalah langkah
pengambilan keputusan menurut Mintzberg a koleganya:
1. Tahap
identifikasi, di mana pengenalan masalah atau kesempatan
muncul dan diagnosis dibuat
Diketahui bahwa masalah yang berat mendapatkan diagnosis yang ekstensif dan
sistematis, tep masalah yang sederhana tidak.
2. Tahap
pengembangan, di mana terdapat pencarian prosedur atau solusi standar
yang ada as mendesain solusi yang baru. Diketahui
bahwa proses desain merupakan proses pencarian d percobaan di mana pembuat
keputusan hanya mempunyai ide solusi ideal yang tidak jelas.
3. Tahap seleksi, di mana pilihan solusi
dibuat. Ada tiga cara pembentukan seleksi: dengan penilainn pembuat
keputusan, berdasarkan pengalaman atau intuisi, bukan analisis logis; dengan
analisis alternatif yang logis dan sistematis; dan dengan tnwar-menawar saat
seleksi melibatkan kelompok pembuat keputusan dan semua manuver politik yang
ada. Sekali keputusan diterima secara formal, otorisasi pun kemudian
dibuat.
Gambar 1. Tahap Pengambilan Keputusan dalam Organisasi Menurut Mintzberg
Gambar 1 merangkum tahap pengambilan keputusan
berdasarkan penelitian Mintzberg. Baik terekspresi dalam tahap Simon maupun
Mintzberg, terdapat langkah awal yang dapat diidentifikasi yang menghasilkan
aktivitas pemilihan dalam pengambilan keputusan. Perlu dicatat bahwa pengambilan
keputusan merupakan proses dinamis, terdapat banyak celah berupa umpan balik
dalam setiap tahap. "Celah umpan balik dapat disebabkan oleh masalah
waktu, politik, ketidaksetujuan antarmanajer, ketidakmampuan untuk
mengidentifikasi alternatif yang tepat atau mengimplementasikan solusi,
pergantian manajer, atau munculnya alternatif baru secara tiba-tiba. Yang
penting adalah pengambilan keputusan merupakan proses dinamis.
Proses dinamis ini
mempunyai implikasi perilaku dan strategis pada organisasi. Penelitian empiris
terbaru mengindikasikan bahwa proses keputusan yang mencakup pembuatan pilihan
strategis menghasilkan keputusan yang baik dalam organisasi 6 tetapi masih
terdapat banyak masalah, yakni manajer mengambil keputusan yang salah.' Kembali
ke peranan dominan yang dimainkan teknologi informasi dalam analisis dan
praktik pengambilan keputusan yang efektif,e relevansi studi dan aplikasi
perilaku organisasi ini adalah apa yang disebut perilaku pengambilan keputusan.
B. Perilaku Pengambilan Keputusan
Perilaku pengambilan keputusan berkaitan dengan ahli
teori perilaku organisasi seperti dalam buku March dan Simon, Organization, pada
tahun 1958, tetapi bidang tersebut menjadi lebih menarik dengan topik seperti
motivasi dan tujuannya, dan menekankan berkurangnya pengambilan keputusan.
Bidang :perilaku pengambilan keputusn dikembangkan di luar jalur teori dan
penelitian perilaku organisasi oleh psikolog kognitif dan ahli teori keputusan
dalam ilmu ekonomi dan informasi. Akan tetapi, barubaru ini muncul kembali minat
mengenai perilaku pengambilan keputusan, dan kembali ke jalur bidang perilaku
organisasi.
Meskipun teori pengambilan keputusan klasik berjalan
dalam asumsi rasionalitas dan kepastian, tetapi tidak begitu halnya dengan
teori keputusan perilaku. Ahli teori perilaku pengambilan keputusan sependapat
bahwa individu mempunyai keterbatasan kognitif. Kompleksitas organisasi dan
dunia secara umum menyebabkan individu bertindak dalam situasi ketidakpastian
dan informasi begitu arnbigu dan tidak lengkap." Kadang-kadang risiko dan
ketidakpastian ini menyebabkan pembuat kepuhisan organisasi mempunyai keputusan
yang diragukan, atau tidak etis (lihat Contoh Aplikasi OB: Wengikuti Persaingan
atau Tersingkir?) Dikarenakan ketidakpastian dan ambiguitas, sejumlah model pengambilan
keputusan telah ada selama bertahun-tahun. Dasar dan titik awal untuk
mengembangkan menganalisis berbagai model perilaku pengambilan keputusan adalah
tetap mempertahankan tingkat dan arti rasionalitas.
C. Rasionalisasi
Keputusan
Definisi Rasionalisasi yang
paling sering digunakan dalam pengambilan keputusan adalah bahwa hal tersebut
merupakan rencana tujuan. Jika sebuah rencana dipilih untuk mencapai tujuan
yang diinginkan, maka keputusan dikatakan rasional, tetapi, terdapat banyak
komplikasi untuk tes rasionalitas yang sederhana. Pada awalnya, sulit untuk
memisahkan rencana dari tujuan karena yang nyata mungkin hanya merupakan
rencana untuk tujuan di masa depan. Ide ini umumnya disebut rangkaian atau hierarki rencana-tujuan. Simon
menunjukkan bahwa "hierarki rencana-tujuan. merupakan rangkaian yang
jarang terhubung dan terintegrasi sepenuhnya. Hubungan antara aktivitas
organisasi dan tujuan akhir kerap kali tidak jelas, atau tujuan akhir tidak
sepenuhnya dirumuskan, atau terdapat konflik internal dan kontradiksi antara
tujuan akhir, atau antara rencana yang dipilih untuk mempertahankan tujuan.
Selain komplikasi yang berhubungan dengan rangkaian
rencana-tujuan, ada kemungkinan konsep tersbut tidak terpakai. Pengambilan
keputusan yang relevan dengan ekonomi nasional mendukung posisi ini. Pembuat
keputusan yang mencari penyesuaian rasional dalam sistem ekonomi mungkin
menghasilkan hasil akhir yang tidak diinginkan atau yang tidak dapat
diantisipasi. Simon juga memperingatkan bahwa analisis rencana-tujuan yang
sederhana mungkin menghasilkan kesimpulan yang tidak akurat.
Salah satu cara untuk mengklarifikasi rasionalitas
rencana-tujuan adalah menggunakan keteraagan tambahan yang tepat dan
berkualitas pada berbagai jenis rasionalitas. Hal tersebut menunjukkan
rasionalalisasi objektif dapat
diterapkan pada keputusan yang memaksimalkan nilai dalam situasi tertentu.
Rasionalisasi subjektif dapat
digunakan jika keputusan memaksimalkan hasil dalam kaitannya dengan pengetahuan subjek tertentu.
Rasionalitas dengan sengaja dapat
diterapkan pada keputusan di maana penyesuaian rencana untuk tujuan merupakan
proses dengan sengaja. Keputusan dianggap rasional saat penyesuaian rencana
pada tujuan dicari oleh individu atau organisasi; keputusan dianggap rasional secara
organisasi jika dimaksudkan untuk tujuan organisasi; dan keputusan dianggap
rasional secara personal jika diarahkan pada tujuan pribadi.
D. Model Perilaku Pengambilan Keputusan
Terdapat banyak model deskriptif dari perilaku pengambilan
keputusan. Akibatnya, hal ini menjadi model untuk banyak perilaku pengambilan
keputusan manajemen. Model berusaha mendeskripsikan secara teoritis dan
realistis bagaimana manajer praktik mengambil keputusan. Secara khusus, model
berupaya menentukan seberapa rasional pembuat keputusan manajemen. Model
berkisar dari rasionalitas lengkap, seperti dalam kasus model rasionalitas ekonomi klasik, sampai
sepenuhnya tidak rasional, seperti dalam kasus model sosial
1. Model
Rasionalitas Ekonomi
Model ini berasal dari
model ekonomi klasik di mana pembuat keputusan sepenuhnya rasional daam, segala
hal. Berkaitan dengan aktivitas pengambilan keputusan, terdapat asumsi:
a. Keputusan akan sepenuhnya rasional dalam hal
rencana-tujuan.
b. Terdapat sistem pilihan yang lengkap dan konsisten
yang memungkinkan pemilihan alternatif
c. Kesadaran penuh terhadap semua kemungkinan
alternatif.
d. Tidak ada batasan pada kompleksitas komputasi
yang dapat ditampilkan untuk menentukan alternatif terbaik.
e. Probabilitas kalkulasi tidak menakutkan ataupun
misterius.
Model rasionalitas
ekonomi pembuat keputusan selalu berusaha memaksimalkan hasil dalam perusahaan
bisnis, dan keputusan akan diarahkan kepada titik p maksimum di mana biaya
marjinal sama dengan pendapatan marjinal (MC = MR).
Banyak ekonom dan ahli
teori keputusan kuantitatif tidak menyatakan bahwa gambaran ini merupakan model
perilaku pengambilan keputusan modern yang deskriptif dan realistis. tetapi
banyak sekolah bisnis mengajarkan model rasional dan metode kuantitatif, karena
itu banyak manajer masih menyamakan pengambilan keputusan manajemen yang
"baik" dengan pendekatan tersebut. Akan tetapi, kesetiaan pada
pendekatan ini bisa berbahaya dan mungkin menyebabkan banyak masalah. Seperti
dinyatakan oleh Peters dan Waterman dalam buku In Search of Excellence: "Pendekatan alterratif dan
rasional pada manajemen mendominasi sekolah bisnis. Pendekatan tersebut mencari
pembenaran yang terpisah dan analitis untuk semua keputusan. Hal ini bisa saja
salah dan membuat kita sangat tersesat.”
Secara jelas, Peters
dan Waterman tidak mengatakan "buang yang buruk," dan tidak mengki
model rasional. Model rasional telah terbentuk dan akan terus memberi
kontribusi signifikan un pengambilan keputusan yang efektif. Misalnya, tenaga
pemasaran yang paling sukses, seperti Pro & Gamble, Cheesebrough-Pond's,
dan Ore-Ida, terkenal dengan pendekatan rasional mereka , menggunakan dukungan
kuantitatif. Inti yang dicapai Peters dan Waterman adalah bahwa mc rasional
bukan menjadi akhir pengambilan keputusan secara efektif dan jika terdapat
perbedaan, tersebut menyebabkan kesalahpahaman dan mengganggu proses
pengambilan keputusan.
2.
Teknik Rasional Modern:
ABC, EVA, dan MVA
Baru-baru ini, teknik akuntansi dan finansial tradisional
yang berdasarkan model rasionalitas ekonomi telah mengalami perubahan radikal.
Misalnya, perusahaan terkenal seperti Daimler-Chrysler, Union Carbide,
Hewlett-Packard, dan General Electric telah beralih ke jenis akuntansi yang
baru. Untuk mengelola biaya dengan lebih baik, mereka menggunakan activity-based
costing, atau disebut ABC. Secara tradisional, akuntansi mengidentifikasi biaya
menurut kategori pengeluaran (misalnya, gaji, suplai, dan biaya tetap).
Sebaliknya, ABC menentukan biaya menurut apa yang dibayar untuk tugas berbeda
yang dikerjakan karyawan. Dalam ABC, biaya yang berhubungan dengan aktivitas
seperti memproses pesanan penjualan, mempercepat pesanan pemasok dan atau
pelanggan, memecahkan masalah kualitas pemasok dan atau masalah pengantaran,
dan memperlengkapi mesin, dihitung. Metode ABC dan tradisional mencapai biaya
yang sama, tetapi ABC memberi pembuat keputusan rincian data biaya yang jauh
lebih akurat. Misalnya, B2B (bisnis untuk bisnas menggunakan internet ternyata
mengurangi akuisisi dan distribusi biaya perusahaan yang diidentifikasi, dan di
Hewlet Packard, saat ABC menunjukkan bahwa pengujian desain dan bagian baru
sangat mahal, maka tehnisi segera mengubah rencana pada komponen yang
memerlukan sedikit pengujian, dengan demikian sangat memperkecil biaya.
3. Model
Sosial
Pada sisi yang berlawanan dengan model
rasionalitas ekonomi adalah model sosial yang digambarkan psikologi. Sigmund
Freud memandang manusia sebagai sekumpulan perasaan, emosi, dan naluri, dengan
perilaku yang dipandu oleh keinginan yang tidak disadari. Secara jelas, jika
ini merupakan deskripsi yang lengkap,
maka orang akan tidak dapat membuat keputusan yang efektif.
Meskipun banyak psikolog kontemporer
memperdebatkan deskripsi manusia Freudian, hampir semuanya sependapat bahwa
pengaruh psikologi mempunyai dampak signifikan pada perilaku pengambilan
keputusan. Selanjutnya, tekanan dan pengaruh sosial mungkin menyebabkan manajer
membuat keputusan yang tidak rasional. Eksperimen konformitas yang dilakukan
oleh Solomon Asch menunjukkan ketidakrasionalan manusia. Studinya menggunakan 7
kelompok dengan masing-masing 9 subjek. Mereka diberitahu bahwa tugas mereka
adalah membandingkan panjang garis. Semua kecuali satu 'subjek' dalam setiap
kelompok mempunyai eksperimenter yang diatur sebelumnya agar ada 12 jawaban
yang salah dari 18 percobaan penilaian garis. Sekitar 37 persen dari 123
mahasiswa yang naif menyerah pada tekanan kelompok dan memberikan jawaban yang
salah pada 12 situasi tes. Dengan kata lain, lebih dari sepertiga subjek
eksperimen memberikan jawaban yang mereka tahn adalah salah.
Jika lebih dari sepertiga subjek Asch
mengonformasikan kondisi "benar dan salah", "hitam dan
putih" dengan membandingkan panjang garis, maka kesimpulan logis adalah
dunia nyata yang "kelabu" ini penuh dengan konformis tidak rasional.
Memerlukan sedikit imajinasi untuk menyamakan garis Asch dengan alternatif
keputusan manajemen. Sepertinya terdapat sedikit keraguan mengenai pentingnya
alternatif keputusan manajemen. Selain itu, terdapat banyak dinamika psikologi
lainnya. Misalnya, terdapat kecenderungan pembuat keputusan tetap pada
alternatif keputusan yang buruk meskipun ada kemungkinan bahwa sesuatu dapat
diubah. Staw dan Ross mengidentifikasi empat alasan utama mengapa fenomena ini
terjadi. Fenomena ini disebut eskalasi komitmen, yang terjadi karena:
Karakteristik proyek. Hal ini mungkin
alasan utama untuk keputusan eskalasi. Karakterist& tugas atau proyek
seperti keuntungan atau investasi tertunda atau masalah temporer mungkin
menyebabkan pengambil keputusan tetap atau meningkatkan komitmen pada tindakan
yang salah.
A.
Determinan psikologi.
Jika keputusan menjadi buruk, manajer mempunyai kesalahan pemprosesan informasi
(menggunakan faktor bias atau mengambil risiko lebih daripada pembenaran),
karena pembuat keputusan melibatkan egonya, maka informasi negatif diabaikan
dan perisai pertahanan pun dibangun.
B.
Kekuatan sosial.
Mungkin pengambil keputusan mendapat tekanan dari rekan kerja dan atau mereka
perlu mempertahankan gengsi sehingga mereka terus atau mengeskalasi komitmen
untuk tindakan yang salah.
C.
Determinan organisasi.
Bukan hanya karakteristik proyek yang mengalami eskalasi keputusan yang
buruk-begitu juga kegagalan dalam komunikasi, disfungsi politik, dan bertahan
pada perubahan.
Penelitian terbaru mendukung eskalasi
komitmen sebagai hubungan pelengkap interaktif antara prediktor sunk cost (misalnya, dikarenakan
sejumlah waktu dan jam yang dihabiskan sebelumn pembuat keputusan menjadi
terhambat secara psikologis) dan penyelesaian proyek (misalnya, memutuskan
untuk terus menghabiskan waktu dan uang akan meningkatkan kemungkinan
penyelesaian proyek yang sukses).
Tentu saja, orang yang sepenuhnya tidak
rasional, digambarkan oleh Freud terlalu eksteem Akan tetapi, eskalasi komitmen
dan dinamika manusia lain yang dibahas pada buku ini menunjukkan bahwa terdapat
sedikit keraguan mengenai peranan penting bahwa kompleksitas manusia d dan
memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan manajemen. Beberapa
perilaku manajemen tidak rasional, tetapi masih sangat realistis. Misalnya,
penulis dan koleganya melakukan dua studi yang menunjukkan bahwa subjek dengan
pengalaman di laboratorium dan lapangan yang tidak memiliki banyak pengalaman
komputer lebih terpengaruh dalam aktivitas keputusan dengan informasi yang
disajikan oleh komputer daripada dengan informasi yang disajikan oleh prosedur
laporan nonkomputer. Sebaliknya, kenyataan yang berkebalikan berlaku pada
subjek dengan pengalaman komputer. Dengan kata lain, aktivitas pilihan sang
pembuat keputusan dipengaruhi, sekalipun dengan tipe format informasi yang
disajikan kepada mereka. Manajer tanpa pengalaman komputer mungkin masih
diintimidasi oleh teknologi informasi dan lebih menghargainya, sementara orang
dengan pengalaman TI mungkin sangat skeptis dan meremehkan kepentingannya.
4. Model
Rasionalitas Terbatas dari Simon
Untuk mempresentasikan model
rasionalitas ekonomi yang lebih realistis, Herbert Simon mengajukan Mode1
alternatif. Dia merasa bahwa perilaku pengambilan keputusan manajemen dapat
dideskripsikan sebagai berikut:
Dalam
memilih alternatif, manajer berusaha meminimalkan kepuasan, atau mencari
sesuatu yang memuaskan atau "cukup bagus." Contoh kriteria kepuasan
minimal adalah keuntungan yang memadai atau saham pasar dan harga yang adil.
a.
Mereka menyadari bahwa
dunia yang mereka rasakan merupakan model dunia nyata yang disederhanakan
secara drastis. Mereka puas dengan penyederhanaan tersebut karena mereka yakin
dunia nyata adalah kosong.
b.
Karena mereka mengejar
kepuasan minimal daripada yang maksimal, mereka dapat membuat pilihan tanpa
menentukan semua kemungkinan alternatif perilaku dan tanpa memastikan bahwa ini
sudah mencakup semua alternatif.
c.
Karena mereka
memperlakukan dunia itu kosong, mereka dapat membuat keputusan hanya dengan
metode pengalaman atau trik perdagangan atau kekuatan kebiasaan. Teknik
tersebut tidak menuntut kemustahilan dari kapasitas pemikiran mereka.
Dalam perbandingannya dengan model
rasionalitas ekonomi, model Simon juga rasional dan maksimal, tetapi terbatas.
Pembuat keputusan berakhir dengan kepuasan minimal karena mereka tidak
mempunyai kemampuan untuk memaksimalkan. Kasus pemaksimalan perilaku dirangkum
dengan menyatakan bahwa tujuannya adalah dinamis, bukan statis; informasi
kurang sempurna; terdapat sasasan waktu dan biaya; tawaran altematif kurang
disukai; dan efek kekuatan lingkungan tidak dapat diabaikan. Model Simon
menyatakan keterbatasan ini. Asumsi model rasionalitas ekonomi tradisional
dipandang tidak realistis. Tetapi dalam analisis akhir, terdapat perbedaan
antara model rasionalitas ekonomi dan model Simon karena dalam beberapa situasi
pendekatan minimalis meningkat, sementara dalam kondisi lain, minimalisasi dan
maksimalisasi merupakan hal yang jauh berbeda.
Banyak variabel ekonomi, sosial, dan
organisasi memengaruhi tingkat di mana minimalisasi kepzuasan menjadi maksimal.
Contoh variabel ekonomimya adalah struktur pasar. Semakin kompetitif pasar,
minimalisasi kepuasan semakin maksimal. Dalam pasar komoditi agrikultur,
minimalisasi perlu berubah menjadi maksimalisasi. Pada umumnya, ekonom menyadari
bahwa dalam lingkungan yang sepenuhnya kompetitif, maksimalisasi keuntungan
membuat perusahaan dapat bertahan. Dengan demikian, pembuat keputusan harus
memaksimalkan keputusan. Dalam pasar oligopolistik (misalnya, industri otomotif
dan baja), minimalisasi berbeda dengan maksimalisasi. Perusahaan oligopolistik
dapat bertahan dalam keuntungan atau saham pasar. Mereka tidak harus berjalan
pada titik di mana biaya marjinal sama dengan pendapatan marjinal.. Dalam
kenyataannya, mereka mungkin terhindar dari maksimalisasi.
Selain batasan pasar ekonomi, dalam
praktiknya terdapat banyak rintangan sosial yang mencegah maksimalisasi.
Beberapa rintangan sosial tersebut tidak disadari oleh pembuat keputusan
organisasi. Contohnya adalah daya tahan terhadap perubahan, keinginan akan
status, memerhatikan citra, politik, organisasi, dan kebodohan. Sebaliknya,
pembuat keputusan mungkin secara sadar menghindari maksimalisasi secara sadar.
Contoh perilaku mencakup keputusan yang mengecilkan hati peserta kompetisi atau
investigasi yang menentang penggabungan industri, mengendalikan permintaan
serikat , atau mempertahankan kepercayaan konsumen.
5. Heulistik
Penilaian dan Model Bias
Bazerman menyatakan bahwa model
rasionalitas terbatas dari Simon dan konsep minimalisasi merupakan perluasan
penting dari model rasionalitas ekonomi, tetapi model tersebut tidak
mendiskripsikan bagaimana penilaian akan dibiaskan. Dengan demikian, lebih jauh
mengenai model rasionalitas terbatas, pada bidang perilaku organisasi muncul
model kognitif yang bias sistematis memengaruhi penilaian.
Heuristik penilaian dan model bias
berasal dari Kahneman dan Tversky, ahli teori yang menyatakan bahwa pembuat
keputusan mengandalkan heuristik (penyederhanaan strategi atau metode
berdasarkan pengalaman). Bersama dengan Herbert Simon, seorang ahli teori
keputusan perilaku, Daniel Kahneman (dan jika belum meninggal pada tahun 1996
juga bersama kolabornya Amos Tversky) memenangkan hadiah Nobel atas karyanya
pada tahun 2002. Mereka menekankan bahwa pembuat keputusan mempertimbangkan
keadilan, kejadian masa lalu, keenganan untuk rugi, dan bagaimana keputusan
dibingkai, yang dulunya diabaikan para ekonom. Sebagai contoh saat Kahneman dan
Tversky secara hipotesis memutuskan langkah untuk menangani penyakit, banyak yang
memilih langkah yang menyelamatkan 80 persen orang daripada langkah yang
membunuh 20 persen. Heuristik penilai tersebut mengurangi permintaan kebutuhan
informasi pembuat keputusan dan secara nyata membantu dengan cara berikut ini:
a. Merangkum
pengalaman masa lalu dan memberikan metode yang mudah untuk mengevaluasi masa
sekarang
b. Mengganti
metode berdasarkan pengalaman atau "prosedur operasi standar" untuk
mengumpulkan dan menghitung informasi yang lebih kompleks
c. Menyelamatkan
aktivitas mental dan proses kogniti
Akan tetapi, meskipun heuristik kognitif
menyederhanakan clan membantu pembuat keputusan dalam situasi tertentu
penggunaannya dapat menyebabkan eror dan hasil bias secara sistematis. Tuga
bias utama yang teridentifikasi membantu menjelaskan bagaimana penilaian
tersebut menyimpng dari proses rasional. Pertanyaan berikut ini akan membantu
memahami dan memberikan bias:
a. Apakah
ada banyak kata dalam bahasa Inggris yang (a) dimulai dengan huruf r atau (b)
mempunyai r sebagai huruf ketiga?
b. Suatu
hari dalam rumah sakit metropolitan yang besar, tercatat 8 kelahiran menurut
dan waktu kelahiran. Urutan kelahiran mana yang paling mungkin untuk melaporkan
tersebut (B = anak laki-laki; G = anak perempuan)?
a. BBBBBBBB b. BBBBGGGG c.
BGBBGGGB
c. Seorang
teknisi yang baru diterima di sebuah perusahaan komputer di area metropolitan
Bostom mempunyai pengalaman empat tahun dan kualifikasi yang bagus. Saat
diminta memperkirakan gaji awal untuk karyawan ini, asisten staf saya (yang
sedikit mengenal profesi atau insdustri) menebak gaji tahunan $23,000. Berapa
perkiraan Anda? $ _per tahun 33
E. Gaya
Pengambilan Keputusan
Selain model rasionalitas keputusan, pendekatan lain
untuk perilaku pengambilan keputusan berfokus pada gaya yang digunakan manajer
dalam memilih alternatif. Misalnya, contoh tipologi gaya keputusan yang
menggunakan manajer sebagai representatif mengidentifikasi: (1) Karismatik
(antusias, menarik, banyak bicara, dominan): Richard Bronson dari Virgin
Atlantic atau Herb Kelleher, pendiri Southwest Airlines; (2) Pemikir (kekuatan
otak, pintar, logis, akademis): Michael Dell dari Dell Computer aim Bill Gates
dari Microsoft; (3) Skeptis (banyak permintaan, mengganggu, tidak menyenangkan,
suka melawan): Steve Case dari AOL-Time Warner atau Tom Siebel dari pengembang
perangkat Siebel Systems; (4) Pengikut (tanggung jawab, berhati-hati, mengikuti
tren, tawar-Menawar)Peter Coors dari Coors Brewery atau Carly Fiorina dari
Hewlett Packard; dan (5) Pengendali (logis, tidak emosional, bijaksana, cermat,
akurat, analitis): Mantan CEO Ford Jacques Nasser atau Martha Stewart dari
Omnimedia) Gaya-gaya ini merefleksikan sejumlah dimensi psikologi termasuk
bagaimana pembuat keputusan merasakan apa yang terjadi di sekitar mereka dan
bagaimana mereka memproses informasi
Matriks gaya perilaku pengambilan keputusan 2 x 2
dapat dikategorikan menjadi dua dimensi orientasi nilai dan toleransi untuk
ambiguitas. Orientasi nilai berfokus pada perhatian pembuatan keputusan
terhadap masalah tugas dan teknis yang berlawanan dengan perhatian pada manusia
manusia dan sosial. Toleransi orientasi ambigu mengukur berapa banyak struktur
dan control yang diperlukan pembuat keputusan (keinginan untuk ambigu yang
rendah) berlawanan dengan perjuangan dalam situasi tidak menentu (keinginan
untuk ambigu yang tinggi). Dua orientasi dengan dimensi rendah dan tinggi
digambarkan dalam matriks yang ditunjukkan pada Gambar 11.3, dengan empat gaya
pengambilan keputusan: direktif, analitik, konseptual, dan perilaku.
1. Gaya Direktif
Pembuat
keputusan gaya direktif mempunyai toleransi rendah pada ambiguitas, dan
berorienytasi pada tugas dan masalah teknis. Pembuat keputusan ini cenderung
lebih efisien, logis, pragmatis dan sistematis dalam memecahkan masalah.
Pembuat keputusan direktif juga berfokus pada fakta dan menyelesaikan segala
sesuatu dengan cepat. Mereka berorientasi pada tindakan, cenderung mempunyai
fokus jangka pendek, suka menggunakan kekuasaan, ingin mengontrol, dan secan
menampilkan gaya kepemimpinan otokratis.
2. Gaya Analitik
Pembuat
keputusan gaya analitik mempunyai toleransi yang tinggi untuk ambiguitas dan
tugas yang kuat serta orientasi teknis.
Jenis ini suka menganalisis situasi; pada kenyataannya, mereka cenderung
terlalu menganalisis sesuatu. Mereka mengevaluasi lebih banyak informasi dan
alternatif darpada pembuat keputusan direktif. Mereka juga memerlukan waktu
lama untuk mengambil kepuputusan mereka merespons situasi baru atau tidak
menentu dengan baik. Mereka juga cenderung mempunyai gaya kepemimpinan
otokratis.
3. Gaya Konseptual
Pembuat
keputusan gaya konseptual mempunyai toleransi tinggi untuk ambiguitas, orang
yang kuat dan peduli pada lingkungan sosial. Mereka berpandangan luas dalam
memecahkan masalah dan suka mempertimbangkan banyak pilihan dan kemungkinan
masa mendatang. Pembuat keputusan ini membahas sesuatu dengan orang sebanyak
mungkin untuk mendapat sejumlah informasi dan kemudian mengandalkan intuisi
dalam mengambil keputusan. Pembuat keputusan konseptual juga berani mengambil
risiko dan cenderung bagus dalam menemukan solusi yang kreatif atas masalah.
Akan tetapi, pada saat bersamaan, mereka dapat membantu mengembangkan
pendekatan idealistis dan ketidakpastian dalam pengambilan keputusan..
4. Gaya Perilaku
Pembuat
keputusan gaya perilaku ditandai dengan toleransi ambiguitas yang rendah, orang
yang kuat dan peduli lingkungan sosial. Pembuat keputusan cenderung bekerja
dengan baik dengan orang lain dan menyukai situasi keterbukaan dalam pertukaran
pendapat. Mereka cenderung menerima saran, sportif dan bersahabat, dan menyukai
informasi verbal daripada tulisan. Mereka cenderung menghindari konflik dan
sepenuhnya peduli dengan kebahagiaan orang lain. Akibatnya, pembuat keputusan
mempunyai kesulitan untuk berkata 'tidak' kepada orang lain, dan mereka tidak
membuat keputusan yang tegas, terutama saat hasil keputusan akan membuat orang
sedih.
F. Implikasi
Gaya Keputusan
Penelitian menunjukkan bahwa pembuat
keputusan cenderung mempunyai lebih dari satu gaya dominan. Pada umumnya,
manajer mengandalkan dua atau tiga gaya keputusan, dan hal ini akan bervariasi
menurut pekerjaan, tingkat kerja, dan budaya. Gaya tersebut dapat digunakan
untuk menentukan kekuatan dlan kelemahan pembuat keputusan. Misalnya, pembuat
keputusan analitis membuat keputusan yang cepat, tetapi mereka juga cenderung
otokrat dalam cara melakukan sesuatu. Sama halnya, pembuat keputusan konseptual
bersifat inovatif dan berani mengambil risiko, tetapi mereka sering tidak
tegas. Gaya ini membantu menjelaskan mengapa manajer yang berbeda membuat
keputusan yang berbeda setelah mengevaluasi informasi yang sama. Secara
keseluruhan, analisis gaya pembuat keputusan berguna dalam memberikan pemikiran
mengenai bagaimana menghadapi berbagai gaya pengambilan keputusan.
G. Teknik
Pengambilan Keputusan
1. Teknik
Partisipatif
Kebanyakan teknik berorientasi pada perilaku,
setidaknya secara tradisional, masuk dalam kategori partisipatif. Sebagai
teknik pengamhilan keputusan, partisipatif mencakup individu atau kelompok
aalam proses 46 la dapat dilakukan secara formal maupun informal, dan
memerlukan keterlibatan intelektual, emosional, dan fisik. Sejumlah partisipasi
dalam pengambilan keputusan berkisar dari tidak ada partisipasi pada satu sisi,
di mana manajer membuat keputusan dan tidak meminta bantuan atau :de dari
siapapun, sampai partisipasi penuh pada sisi lainnya, di mana setiap orang yang
berhubungan Jan terpengaruh oleh keputusan, sepenuhnya terlibat. Dalam
praktiknya, tingkat partisipasi ditentukan, oleh faktor pengalaman individu
atau kelompok dan sifat tugas. Semakin banyak pengalaman, semakin terbuka,
serta semakin tidak terstrukturnya tugas, partisipasi di dalamnya pun semakin
banyak
Partisipasi semakin diminati dalam organisasi saat
ini,. Teknik partisipasi telah dibicarakan sejak awal gerakan hubungan manusia.
Dan sekarang, karena tekanan kompetisi, eliminasi hubungan, herarki
bawahan-atasan, dan munculnya tim, struktur horisontal, dan teknologi informasi
terbatas, maka organisasi, tim, dan manajer individu secara efektif menggunakan
teknik tersebut: misalnya, melalui penggunaan teknologi informasi, insinyur
Raython di Dallas dihadapkan dengan keputusan teknis. Setelah mencari masalah
yang sesuai dengan proyek perpustakaan online, insinyur tersebut mengirim
e-mail ke koleganya yang berkantor di West Coast yang mencoba menjawab
pertanyaan yang sama dan mereka bersama-sama memecahkan masalah tersebut.
Teknik
partisipasi diterapkan secara informal pada individu atau tim atau secara
formal pada .program. Teknik partisipasi individu adalah di mana karyawan
memengaruhi pengambilan keputusan manajer. Partisipasi kelompok menggunakan
teknik konsultasi dan demokrasi. Manajer meminta dan menerima keterlibatan
karyawan dalam partisipasi konsultasi, tetapi manajer mempertahankan hak untuk
membuat keputusan. Dalam bentuk demokrasi, terjadi partisipasi total, dan
kelompok, bukan per individu, membuat keputusan akhir dengan konsensus atau
suara terbanyak.
Terdapat banyak atribut positif clan negatif dari
pengambilan keputusan partisipasi. Menyeimbangkan atribut tersebut dalam
mengevaluasi keefektifan pengambilan keputusan partisipasi merupakan hal yang
sulit karena keterlibatan faktor-taktor seperti gaya kepemimpinan atau
kepribadian. Faktor situasional, lingkungan, dan kontekstual serta ideology. Meskipun terdapat juga
dukungan penelitian umum, bentuk teknik partisipasi yang berbeda mempunyai
hasil yang berbeda. Misalnya, partisipasi informal mempunyai efek positif pada
produktivitas dan kepuasan karyawan; partisipasi representasi mempunyai dampak
positif pada kepuasan, tetapi tidak pada produktivitas; dan partisipasi jangka
pendek tidak efektif pada kedua criteria.
Persoalanya adalah kecenderungan terhadap
pseudo-partisipasi (partisipasi palsu). Banyak manajer meminta partisipasi,
tetapi saat bawahan menanggapinya dengan memberi saran atau coba memberi
masukan pada sebuah keputusan, mereka diabaikan dan tidak pernah menerima umpan
balik apa pun. Dalam beberapa kasus, manajer mencoba membuat orang terlibat
dalam tugas, tetapi tidak dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini dapat menyebabkan
bumerang pada kepuasan karyawan. Jika manajer menginginkan partisipasi
karyawannya, tetapi tidak pernah melibatkan mereka secara intelektual atau
emosional serta tidak pernah menggunakan saran mereka, maka hasilnya negatif.
Partisipasi juga menghabiskan waktu dan mempunyai beberapa kerugian umum
seperti pelemparan tanggung jawab. Akan tetapi, dari sudut pandang perilaku,
keuntungan pengambilan keputusan partisipasi lebih banyak daripada kerugiannya.
Mungkin keuntungan terbesarnya adalah teknik partisipasi pengambilan keputusan
menyatakan bahwa setiap orang dapat membuat kontribusi signifikan terhadap
pencapaian sasaran organisasi.
2. Teknik
Keputusan Kelompok
Sejauh ini, kemajuan yang terjadi dalam
pengambilan keputusan selama beberapa tahun belakan ini dikarenakan teknologi
informasi. Sistem informasi manajemen (SIM), sistem pendukung keputusan (DSS)
terkomputerisasi, data warehousing
dan mining, dan sistem canggih dan
para ahli semakin ban} digunakan untuk membantu manajer membuat keputusan yang lebih
baik. Pendekatan berdasarkan informasi mempunyai dampak dan kesuksesan besar.
Akan tetapi terdapat beberapa kesimpulan penelitian terbaru yang
mengindikasikan bahwa teknologi informasi seperti DSS mungkin bukan solusi
akhir untuk pengambilan keputusan yang efektif. Misalnya, suatu studi menemukan
bahwa lebih banyak informasi disediakan dan dipertukarkan oleh kelompok den
menggunakan DSS, tetapi saat dibandingkan dengan kelompok tanpa DSS, tidak ada
keputusan lebih baik yang dihasilkan. Studi lain, meskipun DSS mengembangkan
organisasi dalam proses pengambilan keputusan, tetapi DSS juga menghasilkan
diskusi yang kurang kritis dan mendalam, akan tetapi, manajemen pengetahuan
sekarang sedang mengembangkan proses informasi nyata tidak nyata yang lebih efektif
dan peralatan teknologi sehari-hari (e-mail, pengolah kata, spreadsheet,
desktop, alat presentasi terkomputerisasi/PowerPoint, dan program database)
menjadi nomor dua. Kunci untuk pembuat keputusan yang efektif adalah bukan
menjadi seorang ahli teknologi informasi, tetapi menjadi pembuat keputusan yang
dapat menggunakan teknologi informasi efisien dan efektif untuk mengambil
keputusan yang lebih baik.
Selain dampak teknologi informasi yang
semakin maju dalam pengambilan keputusan, terdapat kebutuhan penting untuk
teknik pengambilan keputusan yang berorientasi perilaku. Sayangnya, hanya
teknik perilaku partisipasi yang dibahas sejauh ini yang tersedia untuk
manajer. Tidak banyak usaha untuk mengembangkan teknik yang membantu membuat
keputusan pemecahan masalah yang lebih kreatif. Seperti diakui manajemen
pengetahuan, keputusan kreatiflah yang merupakan tantangan utama yang dihadapi
manajemen modern.
Kreativitas
pengambilan keputusan dapat diterapkan pada individu atau kelompok karena
pengambilan keputusan individu membantu pengambilan keputusan dalam organisasi
saat ini, maka pemahaman dinamika kelompok dan tim, menjadi relevan dengan
pengambilan keputusan, sebagai contoh, pembahasan masalah dan fenomena
kesesuaian nilai dan etika kelompok seperti perubahan risiko (bahwa kelompok
mungkin membuat keputusan lebih berisiko daripada anggota individu) membantu
seseorang memahami kompleksitas pengambilan keputusan kelompok dengan lebih
baik. Kenyataannya, belakangan ini sejumlah skema keputusan sosial muncul dari penelitian
psikologi sosial. Skema tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Skema
kemenangan mayoritas.
Skema yang lazim digunakan kelompok
sampai kepada keputusan yang didukung oleh mayoritas. Skema ini muncul untuk
memandu pengambilan keputusan saat tidak ada keputusan yang benar secara
objektif. Contohnya adalah model mobil apa yang dibuat saat berbagai model
populer belum diuji dalam "pengadilan" pendapat publik.
b. Skema
kemenangan sebenarnya.
Saat
semakin banyak informasi diberikan dan pendapat dibahas dalam skema ini,
kelompok menyadari bahwa ada satu pendekatan yang benar secara objektif.
Misalnya, kelompok memutuskan apakah penggunaan nilai tes untuk menyeleksi
karyawan akan berguna dan apakah informasi nilai tersebut mampu memprediksi
kinerja.
c.
Skema mayoritas dua per tiga.
Skema ini sering digunakan juri yang
cenderung menghukum terdakwa saat dua per tiga juri menyetujui.
d.
Aturan perubahan pertama.
Skema ini, kelompok cenderung
menggunakan keputusan yang mencerminkan perubahan pertama dalam pendapat yang
diekspresikan anggota kelompok. Jika kelompok produsen mobil terbagi dalam
kelompok memproduksi mobil touring atau tidak, maka kelompok cenderung
melakukan ide awal setelah salah satu kelompok yang awalnya menolak ide
tersebut menyetujui perubahan. Jika juri mengalami jalan buntu, anggota
akhirnya mengikuti ketua juri untuk mengubah posisi.
Selain skema tersebut, terdapat juga
fenomena lain seperti kecenderungan status quo (saat individu atau kelompok
dihadapkan dengan keputusan, mereka menolak perubahan dan cenderung bertahan
dengan tujuan atau rencana yang ada) yang memengaruhi pengambilan keputusan
kelompok.
Saran seperti berikut ini dapat
digunakan untuk membantu mengurangi dan melawan kekuasaan status quo dan dengan
demikian keputusan kelompok menjadi lebih efektif. Saran tersebut sebagai
berikut:
a. Saat
segalanya berjalan dengan baik, pembuat keputusan sebaiknya tetap mewaspadai
dan meninjau kemungkinan alternatif.
b. Sungguh
baik jika memiliki kelompok terpisah yang mengawasi lingkungan, mengembangkan teknologi
baru, dan menghasilkan ide baru.
c. Untuk
mengurangi kecenderungan mengabaikan informasi negatif jangka panjang, manajer
sebaiknya mengumpulkan skenario kasus yang buruk dan prediksi yang mencakup
biaya jangka panjang.
d. Membuat
checkpoint dan batasan untuk semua rencana.
e. Ketika
batasan sudah dilewati, perlu mempunyai tinjauan rencana lain yang independen
atau terpisah.
f. Nilailah
orang berdasarkan cara mereka mengambil keputusan, bukan hanya pada
keputusannya, terutama ketika hasil di luar kontrol.
g. Menekankan
kualitas proses pengambilan keputusan tidak berarti sebaiknya manajer tidak
menampilkan konsistensi keberhasilan saat keadaan belum menunjukkan perubahan.
h. Organisasi
dapat menetapkan tujuan, insentif, dan sistem pendukung yang mendorong
eksperimen dan pengambilan risiko.
Selain
panduan sederhana di atas, teknik keputusan kelompok seperti Delphi dan
pengelompokan nominal juga dapat digunakan untuk membantu menghilangkan
disfungsi kelompok dan membantu membuat keputusan yang lebih efektif.
3. Teknik
Delphi
Meskipun
Delphi pertama kali dikembangkan bertahun-tahun yang lalu di perusahaan Rand
Corporation, tetapi teknik tersebut baru dipopulerkan belakangan ini sebagai
teknik pengambilan keputusan kelompok untuk prediksi jangka panjang. Saat ini,
berbagai organisasi bisnis, pendidikan, pemerintahan, kesehatan, dan militer
menggunakan Delphi. Tidak ada teknik keputusan yang dapat memprediksi masa
depan sepenuhnya, tetapi teknik Delphi sepertinya sebaik bola kristal dalam
meramal.
Teknik ini, yang dinamakan seperti ramalan di Delphi
pada masa Yunani kuno, mempunyai ebberapa variasi, tetapi umumnya bekerja
sebagai berikut:
a. Sebuah kelompok (biasanya terdiri
dari para ahli, tetapi dalam kasus ini bukan para ahli pun mungkin sengaja
menggunakannya) dibentuk, tetapi anggota tidak berinteraksi langsung (tatap
muka) satu sama lain. Dengan demikian, biaya pengeluaran untuk mempertemukan
kelompok dapat dikurangi.
a. Setiap
anggota diminta membuat prediksi atau input tanpa mencantumkan nama untuk
keputusan kelompok.
b. Setiap
anggota k'emudian menerima umpan balik gabungan dari orang lain. Dalam beberapa
variasi, alasan dkcantumkan (tanpa nama), tetapi kebanyakan hanya data dan
daftar gabungan yang digunakan.
c. Pada
umpan balik, dilakukan babak lain dari input anonim. Pengulangan terjadi pada
sejumlah waktu yang telah ditetapkan atau sampai umpan balik gabungan tetap
sama, yang berarti setiap orang masuk dalarn posisinya.
Kunci utama keberhasilan teknik ini
adalah anonimitasnya. Meneruskan respons anggota kelompok Delphi yang tanpa
nama menghapus masalah "menjaga gengsi" dan mendorong para ahli untuk
lebih fleksibel dan diuntungkan dari penilaian orang lain. Pra ahli mungkin
lebih memerhatikan pembelaan posisi mereka daam teknik pengambilan keputusan
kelompok yang berinteraksi secara tradisional dari ada membuat keputusan yang
baik.
Banyak organisasi membuktikan diri
sukses dengan teknik Delphi. Weyerhaeuser, perusahaan suplai bangunan,
menggunakan teknik tersebut untuk memprediksi apa yang akan terjadi pada bisnis
konstruksi, dan G1axoSmithKline, manufaktur obat, menggunakan teknik tersebut
untuk mempelajari ketidakpastian obat. TRW, perusahaan berorientasi teknologi
yang sangat beragam, mempunyai 14 panel Delphi, masing-masing 17 anggota. Panel
menyarankan produk dan layanan yang mempunyai potensi pemasaran dan memprediksi
perkembangan teknologi dan peristiwa politik, ekonomi, sosial, Jan budaya yang
signifikan. Selain aplikasi bisnis, teknik berhasil digunakan pada berbagai
masalah dalarn pemerintahan, pendidikan, kesehatan, dan militer. Dengan kata
lain, Delphi dapat diterapkan pada berbagai perencanaan program dan masalah
keputusan dalarn berbagai organisasi.
Kritik utama terhadap teknik Delphi
berpusat pada konsumsi waktu, biaya, clan efek papan Ouija. iietiga kritik
tersebut mengimplikasikan bahwa Delphi tidak memiliki basis atau dukungan
ilmiah. Unuk menghadapi kritik tersebut, Rand berusaha menvalidasi Delphi
melalui eksperimen terkontrol. Peusahaan mengatur panel non-ahli yang
menggunakan teknik Delphi untuk menjawab pertanyaan, "Berapa banyak suara
untuk Lincoln ketika dia pertama kali menjadi presiden?" dan "Berapa
harga rata-rata yang diterima petani untuk apel pada tahun 1940?"
Pertanyaan khusus ini digunakan karena rata-rata orang tidak tahu jawaban yang
tepat, tetapi mengetahui subjeknya. Hasil studi menunjukkan bahwa perkiraan
awal oleh panel non-ahli hampir benar, tetapi dengan teknik umpan balik anonim.
Delphi, perkiraan akan lebih mendekati.
4. Teknik
Kelompok Nominal
Berhubungan dekat dengan Delphi adalah
pendekatan kelompok nominal untuk pengambilan keputusan kelompok. Kelompok
nominal telah digunakan oleh ahli psikologi sosial dalam penelitian mereka
selama bertahun-tahun. Kelompok nominal hanyalah "kelompok di atas
kertas". Ini hanya nama kelompok karena tidak ada interaksi verbal
antaranggota. Dalam penelitian dinamika kelompok, ahli psikologi sosial akan
mengadu kelompok yang berinteraksi dengan kelompok nominal (sebuah kelompok
individu yang dikumpulkan bersama-sama, tetapi tidak berinteraksi secara verbal).
Dalam konteks jumlah ide, keunikan ide, dan kualitas ide, penelitian menemukan
bahwa kelompok nominal lebih unggul dibanding kelompok riil. Kesimpulan umum
adalah kelompok yang berinteraksi mempunyai disfungsi tertentu yang
menghalangi kreativitas. Sebagai contoh, sebuah studi menemukan bahwa kinerja
peserta dalam kelompok interaktif lebih serupa dan lebih sesuai daripada
kinerja kelompok nominal." Akan tetapi, kompleksitas bertambah ketika
sebuah studi terbaru menemukan bahwa (1) kelompok interaktif lebih memerhatikan
input anggota berkinerja paling tinggi dan (2) kelompok interaktif mempunyai
kinerja pada tingkat terbaik dari sejumlah individu yang sama.18 Tetapi,
kecuali untuk mendapatkan ide, efek anggota kelompok yang
berinteraksi'diketahui memiliki efek positif yang lebih signifikan pada
sejumlah variabel. Jenis efek selanjutnya dibahas pada Bab 14, mengenai
dinamika dan tim.
Saat pendekatan kelompok nominal murni
dikembangkan menjadi teknik khusus untuk pengambilan keputusan dalam
organisasi, pendekatan ini dinamakan nominal group technique (NGT) dan terdiri
dari langkah berikut ini:
a. Pembangkitan
ide yang tidak terucapkan melalui tulisan
b. Umpan
balik round-robin dari anggota kelompok, yang mencatat setiap ide dalam frasa
pendek pada flip chart atau papan
tulis
c. Pembahasan
setiap ide yang tercatat untuk klarifikasi dan evaluasi
d. Voting
individu mengenai ide prioritas, dengan keputusan kelompok diambil secara
matematis menurut rating"
Perbedaan antara pendekatan tersebut dan
metode Delphi adalah anggota NGT biasanya diperkenalkan satu sama lain,
mempunyai kontak langsung, dan berkomunikasi secara langsung dalam langkah
ketiga.
Meskipun diperlukan lebih banyak
penelitian, terdapat beberapa bukti bahwa kelompok NGT muncul dengan lebih
banyak ide daripada kelompok yang berinteraksi secara tradisional dan melakukan
dengan lebih baik, atau sedikit lebih baik, daripada kelompok yang menggunakan
Delphi. Sebuah studi menemukan bahwa kelompok NGT mencapai kinerja pada tingkat
akurasi yang sama dengan anggota yang paling pandai, akan tetapi, studi lain
menemukan bahwa kelompok NGT tidak memiliki kinerja, kelompok pesertanya secara
pervasif juga menyadari permasalahan kelompok dan saat di mana tidak ada orang
dominan yang menghalangi orang lain untuk mengomunikasikan ide. Sebuah studi
menemukan bahwa individu yang bekerja sendiri dan kemudian masuk dalam kelompok
nominal menjadi superior, tetapi untuk pembangkitan ide melalui komputer,
kelompok yang utuh (seperti kelompok kerja reguler) menghasilkan lebih banyak ide
(dengan kualitas tinggi) daripada orang yang bekerja dalam subkelompok atau
individu dalam kelompok nominal.
2.12MEMASUKI ORGANISASI
A.
Pemilihan Pekerjaan Perspektif Individu
·
Karakteristik Individu (Individual
Characteristics).
Mengingat prestasi organisasi
tergantung atas prestasi individu, manajer seperti Ted Johnson harus memiliki
pengetahuan yang lebih memadai dan bukan hanya pengetahuan yang pas-pasan
tentang faktor yang menentukan prestasi individu. Psikologi dan psikologi
sosial menyumbang pengetahuan yang sangat besar berkenaan dengan hubungan
antara sikap, persepsi, kepribadian, nilai-nilai, dan prestasi individu.
Kapasitas individu untuk belajar dan
menanggulangi stress telah menjadi topik yang semakin penting pada tahun-tahun
belakangan ini. Manajer tidak dapat mengabaikan kebutuhan untuk belajar dan
bertindak tentang pengetahuan karakteristik individu, baik dari bawahannya
maupun di antara manajer sendiri.
·
Motivasi Individu (Individual
Motivation).
Motivasi dan kemampuan bekerja
mempengaruhi prestasi kerja. Teori motivasi mencoba menerangkan dan meramal
bagaimana perilaku individu itu muncul, mulai berlanjut dan berhenti. Tidak
seperti Ted Johnson, tidak semua manajer dan sarjana perilaku setuju tentang
teori motivasi “terbaik”. Sebenarnya, motivasi itu begitu rumit sehingga
mustahil memiliki satu teori yang mencakup keseluruhan tentang bagaimana hal
tersebut terjadi. Akan tetapi, para manajer harus terus mencoba memahaminya.
Mereka harus menaruh perhatian terhadap motivasi karena mereka harus
mempertahankan prestasi.
·
Imbalan (Rewards)
Salah satu pengaruh yang paling kuat
atas prestasi individu ialah sistem imbalan dalam organisasi. Manajemen dapat
menggunakan “imbalan” (atau hukuman) untuk meningkatkan prestasi
karyawan. Manajemen dapat juga menggunakan imbalan untuk menarik
karyawan-karyawan terlatih masuk dalam organisasi itu. Gaji dan kenaikannya
serta bonus adalah aspek-aspek yang penting dalam sistem imbalan, tetapi bukan
satu-satunya aspek. Ted Johnson memperhitungkan masalah ini dengan jelas dalam
pertimbangannya ketika ia mengatakan, “saya tahu rahasianya untuk memperoleh
suatu prestasi”. Prestasi dari pekerjaan itu sendiri menjamin karyawan mendapat
imbalan; terutama jika prestasi kerja tersebut mengarah kepada rasa tanggung
jawab pribadi, otonomi, dan keberartian.
·
Stress (Ketegangan Mental).
Stress merupakan hasil (yang
penting) dari interaksi antara tugas pekerjaan dengan individu-individu yang
melaksanakan pekerjaan itu. Stress dalam hal ini ialah suatu keadaan
ketidakseimbangan di dalam diri individu yang bersangkutan, yang sering
tercermin dalam gejala-gejala seperti tak bisa tidur, keringat berlebihan,
gugup dan sufat lekas marah. Apakah ketegangan itu bersifat positif atau
negatif tergantung pada tingkat toleransi individu bersangkutan. Orang
memberikan reaksi yang berbeda terhadap situasi yang dari luar nampaknya
menyebabkan tuntutan fisik dan psikologis yang sama. Beberapa individu
menanggapi positif peningkatan motivasi dan tanggung jawab untuk menyelesaikan
tugas pekerjaan. Individu lain menanggapi negatif, malahan mencari jalan keluar
lain seperti menjadi alkoholik dan menggunakan obat-obatan secara salah. Ted
Johnson akan menanggapi secara positif ketegangan dalam pekerjaan barunya.
Tanggung jawab manajemen dalam
menanggulangi stress belum jelas didefinisikan, tetapi makin banyak bukti yang
menunjukkan bahwa oeganisasi terus berupaya mengadakan program untuk menangani
pekerjaan yang menyebabkan stress.
B. Seleksi Perspektif Organisasi
·
ASUMSI – ASUMSI PERSPEKTIF
ORGANISASI
Dalam kajian Stephen W Littlejohn
memberikan satu bentuk metafora lain yang mengibaratkan bahwa organisasi adalah
sebagai sebuah jaringan (Organizational Network). Jaringan adalah
struktur-struktur sosial yang diciptakan melalui komunikasi di antara
individu-individu dan kelompok-kelompok. Sewaktu orang berkomunikasi dengan
orang lain, sebenarnya ia sedang membuat kontak-kontak dan pola-pola hubungan
dan saluran-saluran ini menjadi instrumen dalam semua bentuk fungsi sosial,
dalam organisasi-organisasi dan dimasyarakat luas. Organisasi dipahami mampu
membangun realita sosial. Jaringan adalah saluran-saluran melalui mana pengaruh
dan kekuasaan dijalankan, tidak hanya oleh manajemen dengan cara formal tetapi
juga informal diantara para anggota organisasi.2 Sementara itu, Peter
Monge dan Eric Eisenberg3 melihat teori jaringan sebagai suatu cara untuk
mengintegrasikan tiga tradisi dalam studi organisasi. Pertama tradisi
posisional, relasional, dan kultural. 2 Stephen W Littlejohn, Teories of Human
Communication ,Thomson Learning,USA. 7th.ed. 2001. 3 ibid..p.282. “Satu-satunya cara yang bermakna
untuk mempelajari organisasi adalah sebagai suatu sistem” (Scott, 1961)
Beberapa teori
teori organisasi antara lain :
A. ASUMSI TEORI KLASIK
Konsep tentang organisasi telah berkembang mulai 1880-an dan dikenal sebagai
teori klasik (classical theory). Dampak teori ini terhadap organisasi masih
sangat besar. Sebagai contoh organisasi yg didasarkan birokrasi dan banyak
bagian dari teori klasik Menurut teori organisasi klasik, rasionalitas,
efisiensi, dan keuntungan ekonomis merupakan tujuan organisasi. Teori ini juga
menyatakan bahwa manusia diasumsikan bertindak rasional sehingga secara
rasional dengan menaikkan upah, produktivitas akan meningkat.
Asumsi teori klasik
tentang Perspectif Organisasi
dipahami sebagai tempat (wadah) berkumpulnya orang-orang yang diikat dalam
sebuah aturan-aturan yang tegas dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang
telah terkoordinir secara sistematis dalam sebuah struktur guna mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
Max Weber dengan konsep birokrasi idealnya
menekankan pada konsep otoritas dan kekuasaan yang sah untuk melakukan kontrol
kepada pihak lain yang berada di bawahnya sehingga organisasi akan terhindar dari
penyalahgunaan kekuasaan dan ketidakefisienan. Frederick Taylor
mengajukan konsep "manajemen ilmiah" yang inti gagasannya adalah
"bagaimana cara terbaik untuk melakukan pekerjaan". Untuk ini Taylor
membuat standardisasi mulai dari seleksi (rekruitmen) dan penempatan yang
menurutnya merupakan sistem hubungan kerja antara manusia dengan mesin sehingga
pekerjaan dapat dianalisis secara ilmiah.
Henry Fayol mengembangkan teori yang memusatkan perhatiannya pada pemecahan
masalah-masalah fungsional kegiatan administrasi. Fayol mengajukan konsep
planning, organizing, command, coordination, dan control yang menjadi landasan
bagi fungsi dasar manajemen. Fayol juga mengemukakan empat belas prinsip yang
sangat fleksibel yang digunakan sebagai dasar bagi manajer dalam mengelola
organisasi. Keempat belas prinsip itu adalah pembagian kerja, wewenang dan
tanggung jawab, disiplin, kesatuan perintah, kesatuan arah, mengutamakan
kepentingan umum, pemberian upah, sentralisasi, rantai perintah, ketertiban,
keadilan, kestabilan masa kerja, inisiatif, dan semangat korps. Gagasan Fayol
sendiri didukung oleh koleganya di AS yaitu Gulick, Urwick, Mooney dan
Reiley. Menurut James D. Mooney terdapat empat prinsip dasar untuk
merancang organisasi, yaitu :
a.
Koordinasi, yang meliputi wewenang, saling melayani, serta perumusan tujuan
dan disiplin.
b.
Prinsip skalar, meliputi prinsip, prospek, dan pengaruh sendiri, tercermin dari
kepemimpinan, delegasi dan definisi fungsional.
c.
Prinsip fungsional, yaitu funsionalisme tugas yang berbeda.
d.
Prinsip staf, yaitu kejelasan perbedaan antara staf dan lini Meskipun mendapat
banyak kritik yang menganggap bahwa teori-teori klasik itu telah mengabaikan
faktor humanistik, deterministik, dan tertutup, tetapi tidak bisa dipungkiri
bahwa teori klasik merupakan peletak dasar dari teori-teori organisasi modern.
B. ASUMSI TEORI MODREN
Teori mutakhir atau modern merupakan pengembangan aliran hubungan manusiawi
sekaligus sebagai pandangan baru tentang perilaku manusia dan sistem sosial. Asumsi modren Tentang
perspectif organisasi :
Organisasi sebagai sebuah jaringan sistem yang terdiri dari setidak-tidaknya 2 (dua) orang atau lebih dengan
kesalingtergantungan, input, proses dan output. Menurut pandangan ini, orang-orang
(komunikator) bekerjasama dalam sebuah sistem untuk menghasilkan suatu produk
dengan menggunakan energi, informasi dan bahan-bahan dari lingkungan
Proses pengorganisasiaan akan
menghasilkan organisasi. Pengorganisasian adalah sebuah proses dan
aktivitas/kegiatan. Walaupun organisasi memiliki struktur namun bagaimana
organisasi bertindak dan bagaimana organisasi tersebut tampil ditentukan oleh
struktur yang ditetapkan oleh pola-pola reguler perilaku yang saling bertautan.
(Weick, 1979, hal 90).
Dalam teori ini konsep manusia yang mewujudkan diri (motivasi manusia) sangat
penting bagi manajemen organisasi. Terdapat empat prinsip dasar perilaku
organisasi, yaitu:
a.
Manajemen tidak dapat dipandang sebagai proses teknik secara ketat (peranan,
prosedur, dan prinsip).
b.
Manajemen harus sistematis dan pendekatan yang digunakan dengan
pertimbangan secara hati-hati.
c.
Organisasi sebagai suatu keseluruhan dan pendekatan manajer individual dalam
pengawasan harus sesuai dengansituasi.
d.
Pendekatan motivasional yang menghasilkan komitmen pekerja terhadap tujuan
organisasi sangat perlu. Berdasarkan berbagai teori yang dikemukakan, baik
teori klasik, teori tradisional, maupun teori mutakhir mengindikasikan bahwa
kinerja lembaga atau organisasi sangat ditentukan oleh sistem komunikasi yang
diterapkan, baik menyangkut praktik komunikasi, pola pendekatan, media
komunikasi, maupun ketersediaan sarana umpan balik. Variabel-variabel tersebut
akan menentukan produktivitas kinerja lembaga. Demikian pula dalam praktiknya,
kegiatan komunikasi hendaknya memperhatikan beragam bentuk komunikasi, seperti
komunikasi ke bawah, komunikasi ke atas, komunikasi horizontal, komunikasi
lintas saluran dan komunikasi informal. Semakin kreatif dan variatif organisasi
itu menggunakan bentuk komunikasi, maka akan semakin tinggi tingkat
produktivitas kinerja lembaga tersebut.
C. ASUMSI TEORI PERALIHAN
Teori tradisional (teori peralihan) Teori tradisional muncul sebagai
reaksi atas konsep-konsep yang dikemukakan oleh para ahli teori klasik meskipun
tidak sepenuhnya mengabaikan prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh teori
klasik. Pendekatan yang dilakukan oleh ahli teori ini adalah pendekatan
perilaku atau bahavioral approach (Human Relation Approach). Pendekatan
ini dilakukan dengan mengadakan eksperimen yang dikenal dengan Hawthorne
Experiment yang secara garis besar dibagi dalam 4 tahap Antara Lain :
a.
Mengkaji efek lingkungan dari produktivitas pekerja
b.
Melakukan konsultasi dengan pekerja yang ikut eksperimen
c.
Melakukan wawancara dengan pekerja (yang tidak ikut eksperimen) melalui
pertanyaan terbuka
d.
Eksperimen yang dikenal dengan bank - Wiring - Room Experiment.
Hasil eksperimen tersebut adalah :
Hasil eksperimen tersebut adalah :
-
Sistem sosial para pekerja ikut berperan dalam organisasi formal.
-
Imbalan nonfinansial dan sanksi berperan dalam mengarahkan perilaku pegawai
-
Kelompok ikut berperan dalam menentukan kinerja dan sikap anggota kelompok
-
Munculnya pola kepemimpinan informal.
-
Komunikasi yang makin intensif.
-
Kepuasan dan kenyamanan bekerja meningkat.
-
Pihak manajemen dituntut untuk lebih memahami situasi sosial.
Experiment Hawthorne menjadi pemicu munculnya beberapa pemikiran baru (yang masih dalam kerangka humanistik). Termasuk munculnya teori sistem yang melihat organisasi sebagai suatu sistem yang memiliki antara lain :
a.
Sub sistem teknis
b.
Sub sistem sosial
c.
Sub sistem kekuasaan. Kemudian juga muncul teori kontingensi yang
dibangun atas dasar prinsip-prinsip yang telah dikembangkan oleh pendekatan
sistem. Teori kontingensi ini pada prinsipnya melihat bahwa organisasi harus
berlandaskan pada sistem yang terbuka (open system concept)
PERSPEKTIF YANG MENDASARI KOMUNIKASI ORGANISASI
Dalam suatu
organisasi baik yang berorientasi komersial maupun sosial, tindak komunikasi
dalam organisasi atau lembaga tersebut akan melibatkan empat fungsi/peranan,
yaitu:
1. Covering
Law Theories
Pespektif ini
berangkat dari prinsip sebab-akibat atau hubungan kausal. Rumusan umum dari
prinsip ini antara lain dicerminkan dalam pernyataan hipotesis. Menurut Dray
penjelasan Covering Law Theories didasarkan pada dua asas:
-
Teori berisikan penjelasan yang berdasarkan pada keberlakuan umum/hukum umum.
- Penjelasan teori
berdasarkan analisis keberaturan.
C. Interview Pekerjaan
Keberhasilan suatu wawancara dapat
diperoleh dengan menggunakan suatu perangkat wawancara berupa Pedoman Wawancara
yang dibantu dengan penggunaan beberapa teknik wawancara sebagai berikut:
Pedoman wawancara (interview Guide)
yang memuat semua yang anda perlukan untuk menyiapkan dan melakukan wawancara,
termasuk pertanyaan-pertanyaan yang telah dipertimbangkan dengan baik, bersifat
menggali, serta direncanakan secara khusus untuk pekerjaan sasaran.
Pertanyaan tindak-lanjut (follow up
question) yang membantu anda untuk mengumpulkan perilaku yang lengkap dan cukup
jumlahnya, yang akan dipergunakan untuk mengevaluasi kandidat. – Keterampilan
membuat catatan membantu anda untuk mencatat informasi wawancara secara akurat
dan lengkap.
Membina hubungan baik (building
raport) dengan kandidat membantu agar ia merasa nyaman dan terdorong untuk
lebih terbuka dalam wawancara.Teknik mengelola wawancara untuk membantu anda menjaga
proses wawancara berjalan dengan baik dan lancer, sehingga anda dapat mencakup
latar belakang kandidat secara lengkap.
·
Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara merupakan rencana
tindakan selama wawancara dan merupakan perangkat wawancara yang paling berharga.
Pedoman ini memuat hal-hal yang anda perlukan untuk menyiapkan dan melakukan
wawancara.
·
Isi Pedoman Wawancara
Pedoman Wawancara dapat disesuaikan
dengan kebutuhan yang ada dari setiap organisasi. Namun sebagian besar pedoman
memuat beberapa komponen dibawah ini:
1.
Daftar Persiapan (Preparation Check List) memberikan
instruksi bagi anda untuk menyiapkan proses wawancara
2.
Garis Besar untuk Membuka Wawancara (outline for opening the
interview) memberikan format yang harus anda ikuti dalam membuka sebuah wawancara,
dan menjelaskan tujuan serta rencana wawancara tersebut.Bagian Tinjauan latar
belakang (key background review) memuat pertanyaan –pertanyaan mengenai
pendidikan dan riwayat pekerjaan kandidat.
3.
Bagian Pertanyaan perilaku Terencana (planned behavioral
questions) memuat pertanyaan-pertanyaan mendalam mengenai perilaku kandidat
dalam dimensi sasaran.
4.
Penutup wawancara (interview close) memberikan peluang bagi
anda untuk memeriksa catatan wawancara, untuk menanyakan pertanyaan tambahan
serta untuk menjwab pertanyaan kandidat mengenai jabatan dan organisasi.
5.
Instruksi pasca-wawancara (post-interview instructions)
membimbing anda dalam mengevaluasi informasi yang telah anda kumpulkan, dan
dalam menilai kandidat menurut dimensi yang ditugaskan kepada anda.
6.
Table cakupan dimensi (dimensi coverage Grid) mengingatkan
para pewawancara akan dimensi-dimensi apa saja yang harus dicakup dalam sistem
seleksi.
7.
Pertanyaan Tindak Lanjut
Pertanyaan
– pertanyaan tindak lanjut membantu anda untuk meneliti pengalaman kandidat
secara mendalam, memberikan informasi yang anda perlukan serta memberi
kesempatan kepada kandidat untuk mendemonstrasikan kompetensinya dalam dimensi
sasaran. Karena alasan ini, maka tindak-lanjut merupakan ketrampilan wawancara
yang utama.
·
Tiga jenis Pertanyaan
Pertanyaan-pertanyaan tindak-lanjut tergolong dalam salah
satu dari tiga jenis:
Mengenai perilaku Pertanyaan
mengenai perilaku meminta kandidat untuk memberikan informasi spesifik tentang
bagian-bagian perilaku. Pertanyaan mengenai perilaku meminta kandidat untuk
menguraikan “pengalaman yang pernah dialaminya”, “suatu saat ketika”, “suatu
situasi dimana”, atau “sebuah contoh ketika”.
·
Teoritis
Pertanyaan teoritis menanyakan kandidat mengenai teori, pendapat, atau tindakan umum, yaitu apa yang ia pikir tentang suatu topic atau situasi atau apa yang ia ingin lakukan atau biasanya lakukan, bukan apa yang sesungguhnya telah ia lakukan dalam suatu situasi yang spesifik. Pertanyaan teoritis tidak efektif karena orang umumnya menjawab dengan teori dan pendapat, bukan informasi perilaku yang anda perlukan.
Pertanyaan teoritis menanyakan kandidat mengenai teori, pendapat, atau tindakan umum, yaitu apa yang ia pikir tentang suatu topic atau situasi atau apa yang ia ingin lakukan atau biasanya lakukan, bukan apa yang sesungguhnya telah ia lakukan dalam suatu situasi yang spesifik. Pertanyaan teoritis tidak efektif karena orang umumnya menjawab dengan teori dan pendapat, bukan informasi perilaku yang anda perlukan.
·
Mengarahkan
Pertanyaan mengarahkan mendorong kandidat untuk memberikan jawaban yang ia piker anda ingin dengar. Kata-kata pertanyaan ini disusun untuk menunjukkan adanya “jawaban yang benar”, dan mendorong kandidat untuk membuat jawaban seperti itu.
Pertanyaan mengarahkan mendorong kandidat untuk memberikan jawaban yang ia piker anda ingin dengar. Kata-kata pertanyaan ini disusun untuk menunjukkan adanya “jawaban yang benar”, dan mendorong kandidat untuk membuat jawaban seperti itu.
Langkah
– langkah Interview Berbasis Perilaku :
1.Sebelum interview
- Memeriksa (ulang ) seluruh materi yang berhubungan dengan
lamaran pekerjaan tersebut.
- Memeriksa (ulang) definisi tiap-tiap Dimensi dan Tindakan
utama
- Hubungkan pertanyaan-pertanyaan wawancara dengan
pengalaman calon/kandidat.
- Estimasi waktu yang diperlukan untuk tiap bagian dari
pedoman wawancara.
2. Saat Wawancara
Gunakan pertanyaan tindak-lanjut
untuk membangun perilaku yang lengkap dan untuk merubah perilaku yang palsu
menjadi perilaku yang asli.
3. Setelah interview
- Identifikasikan perilaku yang lengkap diseluruh pedoman
wawancara
- Kategorisasikan perilaku sesuai dengan dimensi
masing-masing
- Identifikasikan perilaku tersebut sebagai yang efektif (+)
atau yang tidak efektif (-)
- Berikan nilai masing-masing perilaku (dari aspek
kepentingannya) dengan mempertimbangkan :
a. Kesamaan, seberapa dekat kesamaan situasi tersebut dengan
pekerjaan yang ditargetkan.
b. Dampak , seberapa penting situasi/hasil tersebut?
c. Kebaruan, Kapan perilaku tersebut terjadi?
d. Nilailah seluruh dimensi, dengan mempertimbangkan
perilaku yang paling signifikan.
·
TEKNIK TAMBAHAN
Disamping Pedoman proses, tiga
teknik lain akan membantu anda mengelola wawancara sehingga anda memperoleh
informasi selengkap mungkin dalam waktu yang telah dialokasikan.
- Petunjuk non-verbal
Petunjuk nonverbal berguna untuk
mendorong kandidat yang pendiam untuk memberikan lebih banyak informasi dan
mendorong kandidat yang terlalu banyak bicara untuk berbuat sebaliknya.
- Diam
Semua pertanyaan dalam targeted
selection tidak mudah untuk dijawab.Kadang-kadang menunggu sambil diam selama
beberapa detik dapat mendorong kandidat untuk menjawab. Kandidat seringkali
memberi jawaban yang paling bermakna bila ia diberi sedikit waktu untuk
mengingat suatu kejadian.
Banyak pewawancara sulit sekali
untuk diam, ia ingin mengisi kevakuman itu dengan pertanyaan lain atau
mengulang kembali pertanyaan pertama dalam ungkapan yang lain. Sebaiknya anda tunggu
beberapa detik untuk mendapatkan jawaban. Diam harus digunakan dengan
seperlunya, namun jangan digunakan untuk menimbulkan stress pada diri kandidat.
Bila kandidat jelas-jelas tidak dapat menjawab, lanjutkan ke pertanyaan lain.
Catatlah bahwa kandidat ini tidak dapat atau tidak menjawab, tetapi tunggulah
satu atau dua menit sebelum membuat catatan, karena kandidat dapat mengartikan
ketidakmampuan untuk menjawab sebagai suatu hal negative.
-
Membuat catatan
Membuat catatan, salah satu bentuk
dari komunikasi nonverbal, dapat anda gunakan untuk mengelola wawancara.
Membuat catatan mengatakan kepada kandidat, “ bicaralah terus. Apa yang anda
katakan penting”. Tidak membuat catatan mengirimkan pesan sebaliknya. Membuat
catatan adalah cara yang untuk memberitahu kandidat bila anda menginginkan dia
untuk melanjutkan atau berhenti memberikan informasi.
-
Mengelola Waktu dalam Wawancara
Langkah pertama yang baik dalam
mengatur setiap wawancara ialah menyusun jadwal waktu wawancara. Pertama-tama
perkirakan waktu yang diperlukan untuk mencakup tiap segmen wawancara, lalu
susun jadwal dengan sasaran waktu untuk tiap segmen. Bawalah jadwal itu ketika
mengadakan wawancara atau tuliskan waktunya dalam pedoman wawancara anda.
Dengan memonitor, jadwal itu dapat memberitahukan anda bagaimana mengatur laju
wawancara, apakah anda perlu memotong sesuatu bidang sehingga menjadi lebih
singkat agar dapat mencakup semua dimensi terpenting secara mendalam.
2.13. STRES PEKERJAAN
A. DEFINISI STRES
Stress
adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan
kondisi seseorang. Pengertian lainnya yaitu pengalaman yang bersifat internal
yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dn psikis dalam diri seseorang
sebagai akibat dari faktor lingkungan eksternal, organisasi, atau orang lain (Szilagyi,1990).
Menurut
Anwar (1993:93) Stres kerja adalah suatu perasaan yang menekan atau rasa
tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaannya.
Yoder
dan Staudohar (1982 : 308) mendefinisikan Stres Kerja adalah Job stress refers
to a physical or psychological deviation from the normal human state that is
caused by stimuli in the work environment. yang kurang lebih memiliki arti
suatu tekanan akibat bekerja juga akan mempengaruhi emosi, proses berpikir dan
kondisi fisik seseorang, di mana tekanan itu berasal dari lingkungan pekerjaan
tempat individu tersebut berada.
Beehr
dan Franz (dikutip Bambang Tarupolo, 2002:17), mendefinisikan stres kerja
sebagai suatu proses yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau
tegang karena pekerjaan, tempat kerja atau situasi kerja yang tertentu.
Menurut
Pandji Anoraga (2001:108), stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang,
baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkunganya yang
dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.
Gibson
dkk (1996:339), menyatakan bahwa stres kerja adalah suatu tanggapan penyesuaian
diperantarai oleh perbedaan- perbedaan individu dan atau proses psikologis yang
merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar (lingkungan),
situasi, atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik
berlebihan kepada seseorang.
B.
Sifat Dan Stres Kerja
Banyak
orang sekarang ini yang mengalami stress. Dengan kondisi perekonomian yang
makin sulit. Lapangan pekerjaan yang semakin menyempit. Bertambahnya
pengangguran akibat krisis global. Wajarlah jika sekarang banyak dari kita yang
begitu berat memikirkan kehidupan sehari-hari. Tak hanya masalah ekonomi yang
menjadi beban pikiran. Pekerjaan yang menumpuk dan tak kunjung selesai juga
berakibat yang sama. Apalagi saat dalam usia-usia beranjak dewasa. Pasti akan
banyak pikiran-pikiran yang akan membebani sampai-sampai terbawa saat tidur.
Sebagai contoh, maslah dengan pacar, masalah dengan teman di kampus atau
sekolah, masalah dengan dosen atau guru, atau bahkan masalah dengan orangtua.
Ya..semua itu juga bisa menimbulkan stress. Sangatlah tidak nyaman jika hidup
ini dikejar-kejar oleh hal-hal yang menganggu pikiran. Apa bisa menikmati hidup
dengan cara seperti ini??? Dengan stress yang sangat mengganggu??? Dengan
pikiran yang selalu saja tegang dan tak bisa tenang???
Jika
stress yang kita alami adalah stress yang baik itu tidak ada masalah. Nah,
masalahnya bagaimana bisa membedakan antara stress baik dan stress jahat?? Secara
umum, stress yang baik adalah stress yang dapat memberikan energi positif dan
dapat mengangkat motivasi untuk diri sendiri. Perbedaan ciri-ciri antara stress
baik dan stress jahat adalah sebagai berikut:
Ciri-ciri stress yang baik:
Ciri-ciri stress yang baik:
1.
Mengahadapi sesuatu dengan penuh harapan untuk
melawan rasa takut dalam diri.
2.
Memiliki jadwal yang sangat padat, tetapi
didalam sela-sela jadwal yang padat itu ada aktivitas yang sangat diharapkan
dan sangat dinikmati.
3.
Memiliki komitmen yang lebih terhadap apa yang
Anda sayangi. Misalnya: pernikahan, menjadi seorang ayah/ibu, menjadi pekerja,
atau menjadi pegawai negeri.
4.
Bekerja dengan tujuan tertentu dan Anda tahu
kecepatan Anda saat bergerak akan berkurang saat tujuan itu tercapai atau
bahkan saat baru akan tercapai.
5.
Merasa tertantang, siap dan bersemangat untuk
menerima dan menyelesaikan tugas yang akan Anda hadapi.
6.
Merasakan kondisi badan yang cukup lelah namun
akhirnya akan menikmati tidur yang lelap dan nyaman
Ciri-ciri stress yang jahat:
1.
Menghadapi segala sesuatu dengan perasan takut,
resah, gelisah dan khawatir.
2.
Memiliki jadwal yang sangat padat, tetapi tak
ada satupun yang dapat Anda nikmati dan mau tidak mau, harus Anda penuhi
kewajiban itu.
3.
Merasa bahwa semua yang Anda lakukan tidaklah
penting, tidak memenuhi seluruh kebutuhan Anda, dan tak sebanding dengan
tenaga, pikiran dan waktu yang Anda curahkan.
4.
Merasa tidak memegang kendali dan selalu merasa
panik seakan-akan tidak ada jalan keluar untuk menyelesaikan tugas, merasa
tidak ada selesainya, dan merasa tidak ada yang membantu menyelesaikannya.
5.
Merasa lebih baik bekerja daripada
berhenti/istirahat sejenak saat jam kerja.
6.
Memiliki tidur yang tidak lelap, tidur yang
resah, sering sakit maag, sakit punggung dan mempunyai sakit yang sifatnya
menahun.
C. Sumber-Sumber
Stres Pekerjaan
Ada tiga
faktor potensial yang bisa menyebabkan stress pekerjaan, yaitu :
1.
Faktor
Lingkungan
Ketidakpastian
ekonomis, politik, dan teknologi cenderung menciptakan stress. Ekonomi yang
menurun menjadikan orang semakin mencemaskan keamanan mereka. Depresi besar
dalam dasawarsa 1930-an serta resesi kecil menaikkan tingkat stress. Inovasi
baru dapat membuat keterampilan dan pengalaman seorang karyawan usang dalam
waktu pendek. Komputer, rebotika otomatisasi dan aneka ragam lain dari inovasi
teknologis merupakan ancaman bagi banyak orang dan menyebabkan mereka stress.
2.
Faktor
Organisasional
Banyak sekali
faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stress. Tekanan untuk
menghindari kekeliruan dan menyelesaikan tugas dalam suatu kurun waktu yang terbatas,
beban kerja yang berlebihan, serta rekan kerja yang tidak menyenangkan. Kita
telah mengkategorikan faktor-faktor ini disekitar tuntutan tugas, tuntutan
tugas, tuntutan peran, tuntutan antar pribadi, struktur organisasi,
kepemimpinan organisasi, dan tingkat hidup organisasi itu.
3.
Faktor
Individual
Riset terbaru dalam
tiga organisasi yang sangat berlainan menemukan bahwa gejala stress yang
dilaporkan sebelum memulai suatu pekerjaan dapat membuat kita paham akan
kebanyak varians dalam gejala stress yang dilaporkan. Ini mendorong para
peneliti menyimpulkan bahwa beberapa orang mempunyai kecenderungan yang inheren
untuk menekankan aspek negatif dari dunia ini secara umum. Jika benar maka
suatu faktor individual penting yang mempengaruhi stress adalah kodrat
kecenderungan dasar dari seseorang. Artinya, gejala stress yang diungkapan pada
pekerja itu sebenarnya mungkin berasal dari dalam kepribadian orang tersebut.
·
Konsekuensi-Konsekuensi
Stres Pekerjaan
1.
Gejala Fisiologis
Kebanyak
perhatian dini atas stress diarahkan pada gejala fisiologis. Dalam riset
disimpulkan bahwa stress dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme. Tautan
antara stress dan gejala fisiologis tertentu tidaklah jelas. Tapi yang lebih
relevan adalah fakta bahwa gejala fisiologis mempunyai relevansi langsung.
2.
Gejala Psikologis
Stress
menyebabkan ketidakpuasan. Stress yang berkaitan dengan pekerjaan dapat
menimbulkan ketidakpuasan yang berakitan dengan pekerjaan. Itulah efek
psikologis yang paling sederhana dan paling jelas dari stress.
3.
Gejala Prilaku
Gejala stress
yang dikaitkan dengan prilaku mencakup perubahan dalam produktivitas, absensi
dan tingkat keluarnya karyawan, juga perubahan dalam kebiasaan makan,
meningkatnya meroko dan konsumsi alkohol, serta gangguan tidur.
·
Perbedaan-Perbedaan Individu
Dalam Stres
1.
Persepsi.
Pada dasarnya
setiap karyawan bereaksi untuk menanggapi persepsi mereka terhadap realitas dan
bukannya realitas itu sendiri. Oleh karena itu persepsi dapat memperlunak
hubungan antara suatu kondisi stress potensial dan reaksi seorang karyawan
terhadap kondisi itu.
2. Pengalaman
Kerja.
Dikatakan orang
bahwa pengalaman merupakan guru yang terbaik, pengalaman juga merupakan
pengurang stress yang sangat baik. Orang yang tetap lebih lama berada dalam
organisasi mereka adalah mereka dengan ciri yang lebih tahan stress atau lebih
tahan terhadap karakteristik stress dari organisasi mereka. Kedua, pada
akhirnya orang mengembangkan mekanisme untuk mengatasi stress. Karena
pengembangan ini memakan waktu, anggota senior organisasi lebih besar
kemungkinannya untuk menyesuaikan diri sepenuhnya dan seharusnya mengalami
lebih sedikit stress.
3. Dukungan
Sosial.
Banyak bukti
yang menunjukkan bahwa dukungan sosial dapat menyangga dampak stress. Logika
yang mendasari variabel lunak ini adalah bahwa dukungan sosial bertindak
sebagai suatu pereda, yang mengurangi efek negatif bahkan dari pekerjaan yang
bertegangan tinggi.
·
Mengatasi
Stres Pekrjaan
Penanggulangan
stress penting dilakukan karena dapat mempengaruhi kehidupan, kesehatan,
produktivitas, dan penghasilan. Bagi organisasi tidak saja karena alasan
kemanusian tetapi juga karena pengaruhnya terhadap prestasi semua aspek dari
organisasi dan efektivitas organisasi secara keseluruhan. Sedangkan cara yang
paling efektif untuk membantu karyawan yang stress adalah dengan program
konseling, yaitu pembahasan suatu masalah dengan seorang karyawan agar karyawan
tersebut dapat menangani masalah secara lebih baik.
1.
Fungsi-Fungsi Konseling
Di bawah
ini adalah fungsi dari adanya konseling yaitu :
1.
Pemberian nasihat
2.
Penentram hati
3.
Komunikasi
4.
Pengenduran ketegangan emosional
5.
Penjernihan pemikiran
6.
Reorientasi
2.
Tipe-Tipe Konseling
a.
Directive Couseling
Proses
mendengarkan masalah-masalah emosional karyawan, memutuskan dengan karyawan apa
yang harus dilakukan, dan memotivasi karyawan untuk melaksanakan hal tersebut.
b. Non-Directive
Couseling
Proses
mendengarkan dan mendorong karyawan untuk menjelaskan masalah-masalah mereka,
memahami dan menentukan penyelesaian yang tepat.
c. Cooperative
Counseling
Hubungan
timbal balik antara pembimbing dan karyawan yang mengembangkan pertukaran
gagasan secara kooperatif untuk membantu pemecahan masalah-masalah karyawan.
3.
KiatUntuk Menghindari Stress
Salah
satu penyebab utama stress dalam bekerja adalah perasaan seolah tidak mampu
menyelesaikan pekerjaan apapun dan juga tekanan dari pekerjaan itu sendiri. Ada
sejumlah tip praktis untuk menghindari dari stress yang berlebihan.
a)
Luangkan waktu secara teratur untuk
menarik napas dan menghirup udara segar. Selipkan kegiatan ini disela waktu
sibuk anda.
b)
Jangan memulai pekerjaan, kecuali jika
anda dapat menyelesaikannya.
c)
Prioritaskan kegiatan yang penting dan
mendesak. Jangan tanda hal penting sampai ia menjadi ancaman bagi hidup anda.
d)
Simpan barang penting dengan rapi,
karena terkadang kita membutuhkan waktu lebih dari 30 menit untuk menemukan
suatu barang.
e)
Manfaatkan waktu makan siang untuk
menghirup udara segar, dan cobalah untuk keluar ruangan atau kantor barang
sejenak.
f)
Rawat ruang kerja. Ruangan yang tidak
teratur dan jorok dapat membuat pikiran semakin suntuk.
g)
Cukup tidur. Stress dan isomania
ternyata mempunyai keterkaitan yang erat. Cobalah bersantai disetiap akhir
aktivitas.
h)
Hindari hal yang membuat anda tertekan.
Buatlah sebisa mungkin anda menikmati hidup dan pekerjaan anda sehingga anda
tidak akan merasa terbebani oleh apapun.
2.14 . KARIR DALAM
ORGANISASI
A. Definisi Karir
Para pakar lebih sering
mendefinisikan karir sebagai proses suatu konsep yang tidak statis dan final.
Mereka cenderung mendefinisikan karir sebagai “perjalanan pekerjaan seorang
pegawai di dalam organisasi”. Perjalanan ini dimulai sejak ia diterima sebagai
pegawai baru, dan berakhir pada saat ia tidak bekerja lagi dalam organisasi
tersebut.
Haneman et al. (1983) mengatakan
bahwa “Perjalanan karir seorang pegawai dimulai pada saat ia menerima pekerjaan
di suatu organisasi. Perjalanan karir ini mungkin akan berlangsung beberapa jam
saja atau beberapa hari, atau mungkin berlanjut sampai 30 atau 40 tahun
kemudian. Perjalanan karir ini mungkin berlangsung di satu pekerjaan di satu
lokasi, atau melibatkan serentetan pekerjaan yang tersebar di seluruh negeri
atau bahkan di seluruh dunia”.
Konsep karir adalah konsep yang
netral (tidak berkonotasi positif atau negatif). Karena itu karir ada yang
baik, ada pula karir yang buruk. Ada perjalanan karir yang lambat, ada pula
yang cepat. Tetapi, tentu saja semua orang mendambakan memiliki karir yang baik
dan bila mungkin bergulir dengan cepat. Karir dapat diletakkan dalam konteks
organisasi secara formal, tetapi karir dapat pula diletakkan dalam konteks
yang lebih longgar dan tidak formal.
Apapun artinya, karir amatlah
penting bagi pegawai maupun bagi organisasi. Menurut Walker (1980), bagi
pegawai, karir bahkan dianggap lebih penting daripada pekerjaan itu sendiri.
Seorang pegawai bisa meninggalkan pekerjaannya jika merasa prospek keriernya
buruk. Sebaliknya, pegawai mungkin akan tetap rela bekerja di pekerjaan yang
tidak disukainya asal ia tahu ia mempunyai prospek cerah dalam karirnya.
Sebaliknya, bagi organisasi,
kejelasan perencanaan dan pengembangan karir pegawai akan membawa manfaat
langsung terhadap efisiensi manajemen. Dikemukakan oleh Walker (1980) bahwa
turn over pegawai cenderung lebih kecil di perusahaan-perusahaan yang sangat
memperhatikan pengembangan karir pegawainya. Di samping itu, penanganan karir
yang baik oleh organisasi akan mengurangi tingkah frustasi yang dialami oleh
pegawai serta meningkatkan motivasi kerja mereka. Oleh karena itu, manajemen
karir bukan hanya menjadi kewajiban bagi organisasi, tetapi juga merupakan
kebutuhan yang sama pentingnya dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Karir (career) memiliki pengertian
”Semua jabatan dan pekerjaan yang dilakukan seseorang selama masa usia
kerjanya”. Pertanyaannya sekarang adalah sampai usia berapa Anda ingin
berkarir? Seumur hidupkah? Apakah Anda ingin menjadi long life employee atau
Anda merencanakan membuka usaha sendiri pada usia tertentu?
Karir dapat terbagi dalam 4 tipe (Driver, 1982) :
1. Steady State: Pilihan karir untuk
mengabdikan diri dalam satu jenis pekerjaan tertentu. Misalnya terus-menerus
bekerja di satu profesi, sebagai programmer saja.
2. Linear : Adanya peningkatan ke atas
pada satu jenis pekerjaan. Misalnya saat ini Anda bekerja sebagai programmer,
kemudian meningkat menjadi System Analyst.
3. Spiral : Tetap menekuni satu bidang
pekerjaan dalam 7-10 tahun, kemudian beralih bidang pekerjaan, dimana tetap
menggunakan keterampilan dan pengalaman yang sudah ada. Misalnya setelah
bekerja selama 7 tahun di bidang IT, Anda berminat membuka usaha pribadi ”software
house”, dengan memanfaatkan skill dan pengalaman Anda sebelumnya.
4. Transitory: Memilih beralih karir dalam
jangka waktu yang cepat, dimana keinginan untuk menggeluti aneka ragam profesi
menjadi tujuan utamanya. Misalnya setelah bekerja sebagai programmer, Anda
ingin beralih menjadi web designer, kemudian Anda memutuskan untuk menjadi
instruktur dan sebagainya.
B.Kriteria yang Menentukan
Efektivitas Karir
·
Kinerja
Gaji dan posisi adalah indikator
yang lebih populer dari kinerja karir. Jelasnya, semakin cepat gaji seseorang
meningkat, dan semakin tinggi kedudukannya, maka semakin tinggi pula kinerja
karirnya. Derajat pertumbuhan gaji dan posisi tercermin dalam seberapa banyak
tindakan pekerja yang memberikan kontribusi demi pencapaian kinerja organisasi
·
Sikap
Konsep sikap karir (career
attitudes) mengacu pada cara orang – orang memandang dan mengevaluasi karir
mereka. Orang – orang yang memiliki sikap karir yang positif juga akan memiliki
persepsi dan evaluasi yang positif tentang karir mereka. Sikap positif memiliki
implikasi penting terhadap organisasi, karena orang – orang yang memiliki sikap
positif lebih memiliki komitmen karir dan keterlibatan jabatan yang
tinggi.
·
Kemampuan
adaptasi
Sedikit sekali profesi yang bersifat
stagnan dan tidak mengalami perubahan. Perubahan itu sendiri membutuhkan
pengetahuan dan keahlian baru untuk mempraktikkannya. Orang – orang yang tidak
mampu beradaptasi dengan perubahan itu dan tidak dapat mempraktikkannya dalam
karir mereka akan segera mengalami kesulitan dan kehilangan pekerjaan.
·
Identitas
Identitas karir (career identity) mencakup dua unsur
penting. Pertama, wawasan yang menyebabkan orang – orang memiliki kesadaran
yang jelas dan konsisten terhadap minat, nilai – nilai, dan harapan mereka
untuk masa yang akan datang. Kedua, wawasan yang menyebabkan orang – orang
memandang kehidupan mereka tetap konsisten sepanjang waktu, wawasan yang
menyebabkan mereka melihat diri mereka sendiri sebagai perpanjangan dari masa
lalu mereka. Ide yang terwujud dalam konsep ini adalah, “ingin jadi itu ?”
orang – orang yang mampu menjawab pertanyaan ini secara memuaskan biasanya
memiliki karir yang efektif, dan mampu memberikan konribusi kepada organisasi
yang mempekerjakan mereka.
C. Tahap Karir
Menurut James L. Gibson (1996; 320), tahap – tahap karir
terbagi menjadi :
·
Pembentukan
karir
Orang – orang memberikan perhatian
lebih pada kebutuhan akan keamanan kerja. Selama masa pembentukan, mereka
membutuhkan dan mencari dukungan dari orang lain, terutama manajer mereka.
Penting bagi para manajer untuk menyadari kebutuhan ini dan menanggapinya
dengan melakukan pembinaan.
·
Pengembangan
karir
Para manajer menunjukkan perhatian
yang lebih kecil terhadap kebutuhan akan rasa aman, dan lebih memperhatikan
masalah prestasi, aktualisasi diri, dan otonomi. Promosi dan kemajuan untuk
meraih jabatan yang lebih tinggi, sebagaimana peluang untuk menguji pendapat
dengan bebas, merupakan karakteristik tahap ini.
·
Pemeliharaan
karir
Tahap pemeliharaan karir ditandai
dengan upaya menjaga stabilitas penghasilan yang diperoleh sebelumnya.
Aktualisasi diri merupakan kebutuhan terpenting pada tahap ini. Banyak orang
yang mengalami krisis karir madya selama fase pemeliharaan. Sebgian orang tidak
dapat mencapai kepuasan dari pekerjaannya dan, sebagai konsekuensinya, menjadi
kurang berprestasi. Mereka lalu kehilangan dukungan dari para manajer, sehingga
kondisi kesehatan dan masalah yang berhubungan dengan pekerjaan mereka semakin
buruk.
Para manajer yang berada dalam
pemeliharaan diharapkan dapat membina pekerja yang ada di tahap awal. Mereka
juga didorong untuk memperluas minat mereka dan lebih banyak berhubungan dengan
orang – orang di luar organisasi. Jadi, pusat kegiatan para manajer dalam tahap
ini adalah menjalani pelatihan dan interaksi denan pihak lain. Mereka menilai
prestasi kerja orang lain yaitu karakteristik dalam tahap ini yang mampu
memunculkan tekanan psikologis. Seseorang yang tidak mampu tuntutan baru dan
berbeda ini, bisa jadi akan kembali ke tahap sebelumnya. Sedangkan yang lain
mungkin merasa puas dengan melihat beberapa rekan kerja mereka terus bergerak
untuk meraih jabatan yang lebih baik. Mereka akan tetap berada dalam fase
pemeliharaan sampai pensiun.
Di
samping program pembinaan, manajer tahap pemeliharaan dapat memperkaya pengembangan
karirnya dengan membangun hubungan sepergaulan (peer relationship). Hubungan
tersebut dapat diklasifikasikan sebagai information peer (saling berbagi
informasi), collegial peer (saling memeberikan bantuan dalam mengerjakan tugas
– tugas, persahabatan), dan special peer (saling memberikan dukungan emosional,
konfirmasi.
·
Penarikan
diri dari karir
Fase penarikan diri menindaklanjuti
fase pemeliharaan. Dalam hal ini seseorang bisa menuntaskan sebuah karir atau
pindah ke karir yang lain. Seseorang yang tidak melakukan perpindahan karir
dalam tahap ini, akan mengalami proses aktualisasi diri melalui kegiatan yang
tidak mungkin dapat dilakukan ketika dia masih aktif bekerja.
Menurut Hall and Morgan ( 1977), ada Empat Tahapan
Karir yang biasa dilalui seorang
pegawai yaitu :
• tahap coba- coba,
• tahap kemapanan,
• tahap pertengahan,
• tahap lanjut.
Menurut Male Emporium, tahap karir terbagi menjadi :
1. Tahap Membangun Identitas
Setelah menyelesaikan studinya,
seseorang mulai memasuki tahap pencarian jati diri. Biasanya usianya di bawah
tiga puluh tahun. Mereka mencoba menemukan apa kira-kira pekerjaan yang terbaik
bagi dirinya. Untuk menjawab pertanyaan ini, mereka kadang-kadang suka
berpindah-pindah karier dan pekerjaan. Mereka juga sering meminta pendapat dari
banyak orang seputar karier dan pekerjaan. Sebagian besar orang pada tahap ini
belum menyadari nilai-nilai, kekuatan serta kelemahan yang dimiliki.
Seseorang yang masih berada pada
tahap ini biasanya memiliki motivasi untuk memperoleh keahlian-keahlian
mendasar yang diperlukan dalam pekerjaan, serta memahami struktur, fungsi, dan
budaya organisasi. Mereka juga mulai membangun hubungan dan network dengan
rekan-rekan kerja yang ada, serta menelusuri dinamika profesional. Namun jika
seseorang menjalani fase ini dengan kerangka berpikir yang positif, mereka
dapat mempelajari dan menelusuri berbagai kemungkinan yang sebelumnya mungkin
tidak terpikirkan.
Pada sekitar awal sampai pertengahan
30-an, mereka membangun identitas professional serta mulai diterima sebagai
bagian dari kelompok profesional tersebut. Fase ini ditandai dengan sikap penuh
semangat (excitement) , di mana seseorang merasa bangga karena dapat melakukan
pekerjaan yang bermanfaat bagi kemajuan organisasi. Keahlian baru terus
dipelajari dan diperoleh, lalu seseorang mulai menetapkan tujuan dan membangun
mindset yang bersifat success-oriented . Namun hendaknya seseorang jangan cepat
berpuas diri, karena sebetulnya masih banyak hal yang bisa dicapai.
2. Tahap Mencari Tanggung Jawab
Pada masa usia sekitar pertengahan
30-an sampai dengan umur 40-an, mereka telah mulai merasa menemukan jati
dirinya. Mereka ingin menerima tanggung-jawab yang lebih besar untuk mengatur
orang lain dalam organisasi. Dengan kata lain, banyak dari mereka yang mencari
posisi sebagai pemimpin, serta tidak jarang telah memiliki reputasi dalam dunia
bisnis, balk pada tingkat lokal, nasional, bahkan global.
Mereka mulai memahami bahwa
kesuksesan bukan hanya ditentukan oleh kerja individu, namun juga perlu adanya
peran saling ketergantungan, serta menyelesaikan pekerjaan mereka melalui
usaha-usaha yang dilakukan orang lain. Network yang dimiliki pun semakin meluas
dan mereka semakin mendapatkan penghormatan dari para anggota organisasi yang
lain.
3. Tahap Inovasi & Pengambilan Resiko
Pada usia 40-an seseorang telah
merasa nyaman dengan karier yang dijalani, dengan pemahaman yang semakin
mendalam mengenai industri yang digeluti. Seseorang tetap ingin menjaga
komitmen dengan karier yang dijalaninya pada tahap ini dan pada saat yang sama
berusaha secara terus-menerus meng-update pengetahuan dan keahlian yang
dimiliki sesuai dengan standar industri, sehingga mereka memiliki keahlian yang
semakin beragam.
Suatu aktivitas yang tidak akan dan
tidak boleh berhenti sampai kapanpun. Seseorang pada tahap ini termotivasi
untuk terlibat dalam perencanaan strategis, inovasi, dan pengambilan resiko
bagi kepentingan organisasi. Mereka memiliki kemampuan untuk menggunakan
pengaruhnya, baik internal maupun eksternal dalam proses pengambilan
keputusan.
4. Tahap Persiapan Pensiun
Setelah tahap ini dilewati mereka
mulai merasakan ketidaknyamanan menjelang memasuki masa pensiun akibat
ketidakpastian mengenai apa yang akan dilakukan setelah pensiun. Pensiun
berarti seseorang akan kehilangan berbagai fasilitas-fasilitas dan reputasi
yang selama ini ia nikmati. Oleh karenanya, mereka perlu melakukan persiapan
yang matang, baik secara finansial maupun secara mental, karena tahapan ini
adalah tahapan yang mau tidak mau harus dialami, berbeda dengan tahapan-tahapan
lainnya.
Menurut Robert L. Mathis, tahap karir terbagi menjadi :
·
Tahap
Pertumbuhan. Tahap ini berlangsung kurang lebih dari saat lahir hingga
seseorang berumur 14 tahun dan merupakan periode di mana seseorang
mengembangkan suatu citra pribadi dengan mengidentifikasikan dirinya dan
berinteraksi dengan orang lain seperti keluarga, kawan, dan guru. Pada awal
periode ini, permainan peranan adalah penting, dan anak-anak menerapkan peranan
yang berbeda-beda. Hal ini membantu mereka untuk membentuk impresi tentang
bagaimana reaksi orang lain terhadap prilaku yang berbeda-beda dan memberi
kontribusi pada upaya mereka mengembangkan citra pribadi atau identitas
tersendiri. Pada saat mulai berakhirnya periode ini, si remaja mulai berfikir
realistik tentang alternatif keahlian.
·
Tahap Eksplorasi. Dalam periode ini kurang lebih berlangsung
pada saat seseorang berusia 15 hingga 24 tahun, seseornag berusaha menggali
berbagai alternatif keahlian secara serius, dengan upaya membanding-bandingkan
alternatif tersebut dengan hal-hal yang telah dipelajarinya tentang alternatif
tersebut dan tentang minat dan kemampuannya sendiri di sekolah, aktivitas waktu
senggang, gan hobi. Biasanya, pada saat-saat awal periode ini terbentu beberapa
pilihan keahlian tentatif yang luas. Pilihan ini kemudian disempurnakan pada
saat seseorang mempelajari lebih banyak tentang pilihan itu dan tentang dirinya
sendiri sampai pada saat akan berakhirnya tahap ini., ditetapkannya kemungkinan
pilihan yang sesuai dan orang yang bersangkutan mencoba suatu pekerjaan awal.
Barangkali tugas yang paling penting yang dimiliki seseorang dalam tahap ini
dan tahap selanjutnya adalah mengembangkan pemahaman yang realistik tentang
kemampuan dan bakatnya. Demikian juga halnya, seseorang harus mampu menemukan
dan mengembangkan nilai-nilai positif, dan ambisinya serta mengambil keputusan
yang baik berdasarkan atas sumber informasi yang dapat dipercaya mengenai
alternatif keahlian.
·
Tahap
Pemantapan. Tahap ini berlangsung sejak seseorang berusia 24 hingga 44 tahun.
Tahap ini merupakan inti kehidupan kerja setiap orang pada umumnya. Tahap
pemantapan ini terdiri dari tiga subtahap. – Subtahap percobaan berlangsung
sejak seseorang berusia 25 hingga 30 tahun. Selama periode ini orang yang
bersangkutan menentukan apakah bidang yang dipilih cocok atau tidak, apabila
tidak mungkin diupayakan beberapa perubahan. – Subtahap Stabilisasi yang
berlangsung pada usia 30 – 40 tahun. Pada tahap ini tujuan pekerjaan perusahaan
ditetapkan dan orang yang bersangkutan merencanakan karir secara lebih
eksplisit untuk menentukan urutan promosi, perubahan pekerjaan, dan/atau
aktivitas pendidikan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Akhirnya
pada usia 40 – 44 tahun orang tersebut mengalami masa subtahap krisis karir
pertengahan. Dalam subtahap ini orang sering melakukan penilaian kembali
kemajuan mereka dalam hubungannya dengan ambisi dan tujuan semula. Mereka
mungkin merasa bahwa mereka tidak akan dapat mencapai cita-cita, atau setelah
melakukan hal-hal yang direncanakan, hasil yang dicapai tidak sebagaimana yang
diharapkan. Orang-orang harus memutuskan sejauh mana kadar penting pekerjaan
dan karir mereka seharusnya dalam kehidupan. Sering dalam subtahap krisis karir
pertengahan ini, untuk pertama kalinya menghadapi kesukaran untuk memutuskan
hal-hal yang sesungguhnya diinginkan, hal-hal yang dapat dicapai, dan seberapa
banyak yang harus dikorbankan untuk mencapai hal itu. Biasanya dalam subtahap
ini sebagian orang untuk mempertama kali menyadari bahwa mereka memiliki
jenjang karir, misalnya perhatian pokok pada rasa aman, atau pada kemandirian
dan kebebasan di mana mereka tidak akan menyerah untuk mencapainya apabila
pilihan harus dilakukan.
·
Tahap
Pemeliharaan. Antara usia sekitar 45 – 65, banyak orang yang hanya sekedar
menyelip dari subtahap stabilisasi de dalam tahap pemeliharaan. Dalam tahap ini
seseorang telah menciptakan suatu tempat dalam dunia kerja dan semua upaya
umumnya sekarang diarahkan untuk mengamankan tempat tersebut.
·
Tahap
Kemunduran. Pada saat usia pensiun mendekat, sering terdapat suatu periode
perlambatan di mana banyak orang menghadapi prospek untuk harus menerima
keadaan menurunnya level kekuasaan dan tanggung jawab dan pada saat seperti ini
mereka harus belajar menerima dan mengembangkan peranan baru sebagai mentor dan
orang kepercayaan bagi mereka yang lebih muda. Selanjutnya orang memasuki masa
pensiun yang tidak dapat dihindari, setelah orang menghadapi prospek menemukan
alternatif penggunaan waktu dan upaya yang diadakan sebelumnya atas pekerjaan.
D.
Jalur Karir
Jalur karir adalah pola urutan
pekerjaan (Pattern of Work Sequence) yang harus dilalui pegawai untuk mencapai
suatu tujuan karir. Tersirat di sini, jalur karir selalu bersifat formal, dan
ditentukan oleh organisasi (bukan oleh pegawai). Jalur karir selalu bersifat
ideal dan normatif. Artinya dengan asumsi setiap pegawai mempunyai kesempatan
yang sama dengan pegawai lain, maka setiap pegawai mempunyai kesempatan yang
sama untuk mencapai tujuan karir tertentu.
Meskipun demikian, kenyataan
sehari-hari tidak selalu ideal seperti ini. Ada pegawai yang bagus karirnya,
ada pula pegawai yang mempunyai karir buruk meskipun prestasi kerja yang
ditunjukkannya bagus.Dalam organisasi yang baik dan mapan, jalur karir
pegawai selalu jelas dan eksplisit, baik titik-titik karir yang dilalui maupun
persyaratan yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan karir tertentu.
Jalur karir adalah pola pekerjaan
berurutan yang membentuk karir seseorang. Jalur karier adalah garis kemajuan
yang fleksibel yang secara khusus digunakan oleh karyawan untuk melakukan
perpindahan jabatan selama bekerja dengan suatu perusahaan.
Jalur karier memiliki suatu fokus
secara historis pada mobilitas ke atas di dalam suatu pekerjaan tertentu.
Terdapat empat jalur karier yang biasa digunakan oleh organisasi, yaitu :
1.
Jalur karier
tradisional adalah suatu tipe jalur karier di mana karyawan mengalami kemajuan
secara vertikal ke atas di dalam suatu organisasi dan suatu jabatan tertentu ke
jabatan berikutnya.
2.
Jalur karier jaringan adalah jalur karier yang meliputi
urutan urutan (sekuensi) jabatan secara vertikal dan horizontal. Jalur karier
ini mengakui adanya saling pertukaran pengalaman pada level tertentu dan
kebutuhan pengalaman yang luas pada suatu level sebelum promosi ke level yang
lebih tinggi.
3.
Jalur karier lateral
adalah jalur karier yang memungkinkan seseorang memperoleh revitalisasi dan
menemukan tantangan baru pada jenjang posisi yang sama karena jumlah jabatan
yang akan ditempati sangat terbatas. Dalam hal ini tidak ada promosi dan
kenaikan upah, namun nilai seseorang menjadi lebih tinggi dengan ditempatkannya
pada posisi yang lebih menantang.
4.
Jalur karier rangkap adalah jalur karir ganda yang diberikan
kepada seseorang karena pengetahuan teknisnya sebagai penghargaan kepadanya.
Hal ini biasanya terjadi pada perusahaan berteknologi tinggi dan karyawan
tersebut tidak masuk dalam jajaran manajemen struktural.
Menurut James L. Gibson, jalur karir ini ada beberapa
macam, di antaranya :
·
Puncak
datar (plateau)
Puncak datar merupakan titik akhir
dalam akhir pendakian seseorang. Dewasa ini, para pekerja mencapai puncak
datarnya lebih cepat. Sebuah puncak datar merupakan dilema yang menimbulkan
rasa putus asa bagi kebanyakan pekerja yang merasa bahwa karir mereka telah
berakhir. Selain itu, banyak yang mengalami perasaan kegagalan pribadi.
·
Jalur
karir berliku
Sebagian pekerja memberi tanggapan
dengan mengambil jalur karir berliku, mereka meninggalkan tempat kerja dan
mencoba bergerak ke atas dengan berpindah – pindah dari satu perusahaan ke
perusahaan lain, bahkan kadangkala dari satu industri ke industri lain.
Para pekerja puncak datar yang
enggan untuk pindah dapat melakukan mutasi lateral guna memperluas keahlian
manajerial mereka dan untuk mengatasi tantangan – tantangan baru. Kadang –
kadang, sebuah mutasi lateral dapat membuka jalur ke ata yang baru. Beberapa
pekerja menjadi lebih merasa terlibat dalam melatih para manajer yang lebih
muda atas bidang keahlian mereka. Sementara yang lain lebih memusatkan
perhatian ‘harga’ mereka dengan melanjutkan studi yang lebih tinggi dan
selanjutnya mengembangkan kehidupan sosial mereka. Semakin banyak perusahaan
yang mengembangkan pelatihan dan seminar karir dengan tujuan meningktkan
kepuasan manajer atas jabatannya yang sekarang, selain terus berupaya menyesuaikan
aspek – aspek dalam jabatan dengan kegemaran dan bakat manajer dengan
memberikan tanggung jawab yang lebih besar
·
Jalur
karir rangkap
Perusahaan juga mengakui adanya
jalur karir rangkap (dual career path), suatu konsep yang mulai dikenal pada
pertengahan tahun 1970-an. Jalur karir rangkap dirancang untuk memberikan
peluang bagi para profesional nonmanajerial untuk mencapai jenjang karir yang
lebih tinggi, dan memberikan penghargaan serta prestise yang sama sebagaimana
mitra kerja manajerial mereka, sementara meeka tetap bekerja di bidang
profesional mereka. Jalur karir rangkap diharapkan dapat memeprtahankan para
profesional berbakat yang merasa kecewa karena kurangnya peluang kemajuan dalam
organisasi, kecuali jika mereka masuk ke dalam manajemen (sesuatu yang tidak
mereka inginkan).
·
Jalur
Ibu
Jalur ibu memberi manfaat yang
mendasar bagi organisasi, para manajer, dan profesional. Jalur ibu memungkinkan
perusahaan mempertahankan banyak wanita ‘karir dan keluarga’ yang berbakat,
yang akan meninggalkan pekerjaannya karena tuntutan keluarga bila kebutuhannya
tidak terpenuhi. Organisasi yang fleksibel akan dapat mempertahankan kontribusi
para pekerja wanita untuk jangka panjang dan mencegah lenyapnya sejumlah
investasi dalam latihan dan pengembangan jika mereka dikeluarkan.
Bagi kaum wanita, jalur ibu memberi
peluang untuk mencurahkan waktu bagi keluarga dan melanjutkan karir mereka.
Jalur ibu juga memberi kesempatan bagi lebih banyak wanita untuk memiliki anak,
sebuah pilihan yang tidak bisa diambil para eksekutif wanita karena akan
mengganggu karir mereka.
E. Perencanaan
Karir dalam Manajemen
Perencanaan karir adalah salah
satu fungsi manajemen karir. Perencanaan karir adalah perencanaan yang
dilakukan baik oleh individu pegawai maupun oleh organisasi berkenaan
dengan karir pegawai, terutama mengenai persiapan yang harus dipenuhi seorang
pegawai untuk mencapai tujuan karir tertentu. Yang perlu digarisbawahi,
perencanaan karir pegawai harus dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu pegawai
yang bersangkutan dan organisasi. Jika tidak, maka perencanaan karir pegawai
tidak akan menghasilkan rencana yang baik dan realistis.
Perencanaan karir merupakan kegiatan atau usaha untuk
mengatakan perjalanan karir pegawai serta mengidentifikasi hal-hal yang dapat
dilakukan untuk mencapai tujuan karir tertentu.
A. Perencanaan Karir di Tingkat Organisasi
Perencanaan karir di tingkat
organisasi dilakukan dengan tujuan untuk
mengadakan atau mengidentifikasi hal-hal berikut :
a. Profil Kebutuhan Pegawai
Semua organisasi mempunyai dinamika
tersendiri dalam hal mobilitas pegawai-pegawainya. Pegawai baru datang, pegawai
lama pergi, dipromosikan, direlokasikan, dipensiunkan, pindah, dan seterusnya.
Jelas, dinamika ini harus dicatat dan dipetakan agar mudah dibaca setiap kali
diperlukan. Pemetaan itu sendiri ada dua macam, yaitu pemetaan deskripsi
(catatan kuantitas pegawai) dan pemetaan normatif (kualitatif).Perlu diingat
kembali, profil kebutuhan pegawai adalah gambaran (kuantitatif dan kualitatif)
pegawai yang diperlukan oleh organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara
efisien.
Pemetaan kebutuhan pegawai adalah
satu hal, sedangkan cara-cara memenuhi kebutuhan tersebut adalah hal lain lagi.
Dalam hal ini kebutuhan pegawai; antara lain adalah melalui penarikan
(rekrutmen) pegawai baru, relokasi pegawai dari unit ke unit lain, menyesuaikan
beban kerja dengan pegawai yang ada, memsubkontrakkan pekerjaan ke lembaga
lain, menambah beban kerja sampai ambang batas tertentu, dan sebagainya.
b. Deskripsi Jabatan
Selain membuat profil kebutuhan
pegawai, organisasi juga harus membuat deskripsi jabatan/pekerjaan. Pembuatan
deskripsi jabatan ini cukup rumit. Namun pada prinsipnya, sebuah organisasi
seharusnya mempunyai daftar untuk semua jenis pekerjaan/jabatan tersebut,
lengkap dengan persyaratan untuk mengerjakannya (job requirement).
c. Peta Jalur Karir
Peta jalur karir adalah gambaran
yang berisi berbagai nama jabatan (Job title) beserta alur- alur yang
menghubungkan satu jabatan dengan jabatan yang lain. Alur-alur ini berarti kemungkinan
beralihnya pegawai dari satu jabatan ke jabatan lainnya. Dengan melihat
peta-peta ini, pegawai akan segera tahu dan mengerti masa depan karirnya
sendiri.
d.
Mekanisme Penilaian Kinerja Pegawai
Karir pegawai berkaitan erat dengan kinerja pegawai. Karena
itu, kinerja pegawai harus dinilai secara akurat. Untuk itu diperlukan suatu
mekanisme penilaian yang jelas.
e.
Perencanaan Karir
Individual Pegawai
Bagi pegawai, perencanaan karir
ditingkat organisasi tidak akan dianggap penting bila tidak ada sangkut pautnya
dengan karir sipegawai tersebut. Karena itu, perencenaan karir ditingkat
organisasi harus bisa “ diterjemahkan” menjadi perencanaan karir ditingkat
individu pegawai. Telah dijelaskan bahwa perjalanan karir seorang pegawai
dimulai sejak dia masuk kesebuah organisasi, dan berakhir ketika ia berhenti
bekerja diorganisasi itu. Dan hal ini berlaku bagi siapapun yang bekerja
diorganisasi tersebut, dari pegawai ditingkat yang paling rendah sampai ke
tingkat pimpinan yang paling tinggi.
Pada dasarnya tujuan perencanaan
karir untuk seorang pegawai adalah mengetahui sedini mungkin prospek
karir pegawai tersebut dimasa depan, serta menentukan langkah-langkah
yang perlu diambil agar tujuan karir tersebut dapat dicapai secara
efektif-efisien.
Lima Syarat Utama Perencanaan Karir Pegawai
1. Dialog
Urusan karir adalah urusan pegawai.
Karena itu perencanaan karir harus melibatkan pegawai. Pegawai harus diajak
berbicara, berdialog, bertanya jawab mengenai prospek mereka sendiri. Ini
kelihatannya mudah. Tetapi di negara timur seperti Indonesia, karir jarang
didialogkan denga pegawai. Pegawai sering kali merasa malu dan risih jika
diajak bicara tentang karir mereka sendiri. Mereka takut dianggap terlalu
memikirkan karir dan ambisius. Karena itu, karir sering kali tabu dibicarakan.
Meskipun demikian dialog tentang karir ini harus diusahakan terjadi
antara organisasi (misalnya diwakili seorang pimpinan) dengan pegawai. Melalui
dialog inilah diharapkan timbul saling pengertian antara pegawai dan
organisasi tentang prospek masa depan si pegawai.
2. Bimbingan
Tidak semua pegawai memahami jalur
karir dan prospek karirnya sendiri. Karena itu, organisasi harus membuka
kesempatan untuk melakukan bimbingan karir terhadap pegawai. Melalui
bimbingan inilah pegawai dituntun untuk memahami berbagai informasi
tentang karir mereka. Misalnya, pegawai dibimbing untuk mengetahui tujuan karir
yang dapat mereka raih (jangka pendek atau jangka panjang), persyaratan untuk
mencapai tujuan karir tersebut, serta usaha-usaha apa yang harus dilakukan agar
tujuan tersebut dapat dicapai secara efisien.
3. Keterlibatan Individual
Dalam rangka hubungan kerja yang
manusiawi (humanistic) pegawai tidak boleh dianggap sebagai sekrup dari sebuah
mesin bisnis yang besar, yang boleh diperlakukan semena- mena termasuk dalam
penentuan nasib karir mereka. Setiap individu pegawai seharusnya dilibatkan
dalam proses perencanaan karir. Mereka harus diberi kesempatan berbicara dan
memberikan masukan dalam proses tersebut. Jika tidak maka perencanaan karir
akan berjalan timpang karena hanya dilihat dari sisi kepentingan organisasi
belaka.
4. Umpan Balik
Sebenarnya, proses pemberian umpan
balik selalu terjadi jika ada dialog. Tetapi dalam hal ini ingin ditegaskan
bahwa setiap pegawai mempunyai hak untuk mengetahui setiap keputusan yang
berkenaan dengan karir mereka. Jika dipromosikan, mereka berhak tahu mengapa
mereka dipromosikan. Bila tidak terjadi perubahan karir dalam waktu yang cukup
lama, mereka juga berhak tahu mengapa hal ini terjadi. Pegawai berhak bertanya.
Organisasi berkewajiban menjawab pertanyaan tersebut.
5. Mekanisme Perencanaan Karir
Yang maksud di sini adalah tata cara
atau prosedur yang ditetapkan agar proses perencanaan karir dapat dilaksanakan
sebaik- baiknya. Dalam mekanisme perencanaan karir ini harus diusahakan agar
empat hal di atas (dialog, bimbingan, keterlibatan individual, dan umpan balik)
dapat terwadahi. Di samping itu, mekanisme seyogyanya dilengkapi dengan aturan
atau prosedur yang lebih rinci, formal, dan tertulis.
Mekanisme Perencanaan Karir Pegawai
Ada beberapa tahap yang perlu kita lakukan dalam proses
perencanaan karir pegawai.
1. Analisis Kebutuhan Karir Individu
Analisis kebutuhan karir individu,
dalam hubungannya dengan karir pegawai, adalah proses mengidentifikasi potensi
(kekuatan) dan kelemahan yang dimiliki oleh seorang pegawai, agar dengan
demikian karir pegawai yang bersangkutan dapat direncanakan dan dikembangkan
sebaik- baiknya.
Pada dasarnya, analisis kebutuhan
karir individu ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu atasan langsung dan pegawai
itu sendiri. Kedua belah pihak ini harus bekerja sama sebaik-baiknya sehingga
kebutuhan karir pegawai dapat diidentifikasi sebaik- baiknya Sedikitnya
ada dua cara untuk mengidentifikasi kebutuhan karir pegawai yaitu career by objective
(CBO) dan analisis peran kompotensi.
a) Career By Objective
Melalui cara pertama (CBO), pegawai
dibimbing untuk menjawab beberapa
pertanyaan tentang dirinya sendiri,
yaitu :
• Dimana saya saat ini ?
Pertanyaan ini dimaksudkan untuk membantu pegawai mengingat kembali apa saja
yang pernah dicapainya di masalalu, dan kegagalan apa saja yang pernah
dialaminya. Dengan kata lain,pertanyaan ini menggiring si pegawai untuk
mengkaji kembaliperjalanan hidup yang pernah ia lalui, serta memberi tanda pada
bagian bagian terpenting dalam
perjalanan hidup itu, di mana ia sukses, dimana pula ia gagal.
•
Siapa saya ? Pertanyaan ini dimaksudkan untuk membantu pegawai
menemukan
jati dirinya. Pegawai dibimbing untuk menjenguk isi
jiwanya
sendiri dan menjawab:
•
Apa kelebihan dan kekurangan saya ? Apa bakat saya ? Apakah saya
punya
bakat menjadi pemimpin ? Apakah saya pemberani ? Penakut ?
Jujur
? dan seterusnya.
•
Apa yang sebenarnya ingin saya capai ? Pertanyaan ini dimaksud untuk
membantu
pegawai memformulasikan cita-citanya sendiri secara
realistis.
Ia dibantu untuk menjawab: Apakah dengan kemampuan yang
saya
miliki ini, saya tanpa sadar mendambakan sesuatu yang terlalu
muluk
? Apakah justru cita- cita saya terlalu rendah ? Pesimis ? Kurang
ambisius
?
•
Pekerjaan apakah yang paling cocok bagi saya? Pertanyaan ini
mendorong
pegawai untuk berpikir lebih realistis dan praktis. Ia dituntut
untuk
memilih. Ia dituntut untuk menentukan nasibnya sendiri. Apakah
saya
cocok bekerja dilapangan yang membutuhkan keterampila
keterampilan
teknis? Apakah saya cukup punya bakat dan kemauan
untuk
bekerja “ dibelakang meja”, untuk memikirkan hal- hal yang
teoritis
dan konseptual ?
•
Jabatan apa yang paling cocok untuk saya ? Pertanyaan ini sudah
menjurus
ke jabatan-jabatan yang ada didalam organisasi tempat si
pegawai
bekerja. Cocokkah saya staf marketing ? Atau saya justru lebih
cocok
bekerja sebagai staf keuangan dan sebagainya.
b) Analisis Peran – Kompetensi
Yang dimaksud dengan analisis peran
– kompetensi disini adalah analisis untuk mengetahui peran (atau jabatan) apa
yang paling sesuai untuk seorang pegawai, kemudian mengkaji kompetensi apa saja
yang telah dikuasi oleh si pegawai dan kompetensi mana yang belum
dikuasi.Melalui analisis peran-kompensasi ini, pegawai digiring untuk melihat
prospek karirnya sendiri, serta mengkaji secara jujur dan kritis, kompensasi
apa saja yang sudah dia kuasai, dan kompetensi mana saja yang belum dia kuasai,
dalam rangka menjalankan peran-peran yang ada.
2. Pemetaan Karir Individu
Jika analisis kebutuhan karir
individu sudah dilakukan, maka hal ini diharapkan telah melahirkan profil
(gambaran) yang lengkap tentang seorang pegawai. Jika hal ini telah
tercapai, maka “peta kerier” pegawai tersebut seharusnya sudah dapat
dibuat.Jadi, pemetaan karir individu adalah suatu proses untuk menggambarkan
prospek karir seorang pegawai termasuk penjelasan tentang tingkat kesiapan di
pegawai itu untuk memangku jabatan tertentu.
3. Penilaian Kinerja Individu
Pemetaan karir individu tidak
menjamin seorang pegawai untuk menduduki jabatan tertentu di masa depan.
Jelasnya, peta tersebut masih harus dibuktikan secara empiris (nyata) apakah
pegawai tersebut benar-benar punya bakat dan kemampuan yang menunjang
jabatan-jabatan yang tersebut dalam peta keriernya.Penilaian kinerja
individu sesungguhnya merupakan usaha untuk mencari bukti-bukti nyata tentang
kualitas kinerja seorang pegawai. Tentu saja bukti-bukti nyata yang didapat
dari proses penilaian kinerja tidak hanya berguna untuk keperluan pembinaan karir
pegawai, tetapi juga untuk keperluan lain seperti menentukan bonus, mencari
masukan untuk menentukan suatu kebijakan, dan lain-lain.
4. Identifikasi Usaha Untuk Mencapai Tujuan Karir
Dikatakan bahwa suatu jabatan tidak
datang begitu saja kepada seorang pegawai, tetapi si pegawai itulah yang harus
berusaha mencapai jabatan yang dicita-citakannya. Hal ini tentu dapat
mengundang perdebatan pro-kontra untuk menentukan sikap mana yang paling
benar.Pegawai sebaiknya tidak perlu memusingkan prospek karirnya sendiri,
ataukah si pegawai harus cukup “ambisius” untuk mengejar karirnya sendiri ?
Yang jelas baik organisasi maupun pegawai yang bersangkutan mempunyai
kewajiban untuk berusaha agar perjalanan karir pegawai tidak tersendat, apalagi
mandeg. Umum diketahui, tersendatnya karir pegawai cepat atau lambat akan
menimbulkan masalah bagi semua pihak.
BAB
III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Perilaku Organisasi adalah suatu disiplin ilmu yang
mempelajari tentang perilaku tingkat individu dan tingkat kelompok dalam suatuorganisasi serta
dampaknya terhadap kinerja (baik kinerja individual, kelompok,Kinerja
merupakan penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas.
Motivasi
adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan
organisasi.
Setiap pekerjaan memerlukan suatu
keterampilan tertentu sesuai dengan bidang nya masing-masing. Sukar tidaknya
suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam
melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja.
Komunikasi adalah kegiatan perilaku atau
kegiatan penyampaian pesan atau
informasi tentang pikiran atau perasaan (Roben.J.G).
Kelompok Kerja adalah kelompok yang
terutama berinteraksi untuk membagi informasi dan mengambil keputusan untuk
membantu tiap anggota dalam bidang tanggung jawabnya. Tujuan Berbagi info,
Tanggung Jawab. Individual, Keterampilan Beragam/acak.
3.2
SARAN
Makalah ini bermaksud untuk setiap
individu atau mahasiwa selalu berprilaku organisasi untuk mencapai tujuan
bersama secara cepat, tepat dan efisien. Adapun saran yang yang lain semoga
makalah ini berguna bagi individu atau kelompok dalam kehidupan berorganisasi
dan segala krtik dan saran tentang makalah ini kami terima dengan lapang dada.
DAFTAR
PUSTAKA
Deborah Tannen,
1996, Seni komunikasi Efektif: membangun relasi dengan membina gaya
percakapan, (alih bahasa dra. Amitya Komara), PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Muchlas, M. 2005. Prilaku Organisasi.
Yogyakarta : Gajah Mada University Press
Marnis. 2011. Pengantar Manajemen.
Pekanbaru : PT Arjuna Riau Grafindo
Gitosudarno, Indriyo & Nyoman
Sudita. 1997. Prilaku Keorganisasian, BPFE, Yogyakarta
Joseph A.
Devito,1997, Komunikasi antar manusia (edisi kelima), Profesional Books,
Jakarta.
Larry King, Bill
Gilbert, 2002, Seni Berbicara: kepada siapa saja, kapan saja, dimana saja
(editor Tanti Lesmana), PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Prof. Dr. Astrid
S. Susanto-Sunarto, 1995, Globalisasi dan komunikasi, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta.
[1]1986:42
[2] http://www.damandiri.or.id/file/ahmadrajaulunairbab2.pdf
[3]http://goenable.wordpress.com/2012/01/06/motivasi-dalam-organisasi/
[4] http://desiwidiasari.wordpress.com/2011/04/15/motivasi-dalam-perilaku-organisasi/
[5] http://arhieword.wordpress.com/2012/04/05/makalah-perilaku-organisasi-kepribadian-dan-emosi/
[8]
Robbins,Stephen p :edisi Bhs Indonesia
(1996). Perilaku organisasi,Jakarta:PT.prenhallindo
[11] Levi (2002)
[12] Asad (2004, hal 113)
[13] Asad (2004, p.115)
[14] Robbins (1996)
[16] elib.unikom.ac.id/download.php?id=17982(3
desember 2012 jam 11.30 wib)
[17] abdulghoni-asykur.blogspot.com/2012/03/tugas-3.html)(03
desember 2012)
[18]
ronawajah.wordpress.com/2008/05/27/merancang-lingkungan-kerja/
[19]
belajarmanagement.wordpress.com/.../rancangan-pekerjaan-job-desig...